4. Sekolah

2.3K 233 8
                                    

Xera menatap pantulan wajah dan tubuh nya di kaca fullbody plus dengan seragam sekolah warna putih dan rok rempel sedikit di atas lutut berwarna Navy di tambah almamater berwarna Navy di tambah garis garis putih. Merasa asing, satu hal itu yang melintas di kepalanya.

Wajah berbeda, terlihat tegas dan cantik berbarengan. Mata bulat besar, iris berwarna cokelat hidung mancung dan bibir sedang merona. Pipi nya sedikit chubby pas dengan tinggi 159 cm. Tidak terlalu tinggi atau pendek. Di kehidupan aslinya tinggi Xera hanya 150 dan membuat nya merasa signifikan berbeda.

Wajah, tubuh, dan lingkungan semuanya berbeda. Dan Xera menyadari kalau memang dirinya sekarang berada di tempat lain sebagai orang lain.

Xera membuang nafas kasar. Tidak ada gunanya meratapi semua nya, ia harus mulai menerima kenyataan. Entah bagaimana dengan raga nya di sana, baik sekarang atau pun dulu, Xera akan menghargai kehidupan dan melakukan yang terbaik yang ia bisa.

Setidaknya hanya itu yang bisa dia lakukan. Xera meraih tas punggung berwarna putih dan menjinjing  sepasang sepatu berwarna hitam sport turun ke bawah menuruni tangga.

Kaki nya berjalan memasuki dapur yang mirip bar. Bi Ana terlihat menuang nasi goreng ke piring dan menyodorkan nya ke depan Xera, manarik kursi bundar dan duduk.

Ia mulai menyantap makanan sambil melirik ke sana kemari.

"Ayah udah pulang, Bi? " Xera bertanya sambil menyuap sesendok nasi ke dalam mulutnya.

"Tadi malam pulang Non. Tapi tadi pagi-pagi banget udah pergi lagi" Jawab Bi Ana sambil sibuk mencuci wajan.

Xera mengangguk mengerti, meneguk air dan berdiri menyisakan setengah nasi goreng di piringnya.

"Aku berangkat dulu Bi"

Bi Ana menengok menatap nasi goreng yang masih sisa setengah.

"Gak di habisin dulu Non? "

Xera menggeleng, perut terasa tidak enak sejak tadi. "Xera duluan bi" Langkah Xera berhenti mematung. Astaga baru saja ia memanggil nama aslinya. Xera menengok mencari tau ekspresi Bi Ana.

Xere tersenyum canggung mendapati raut keheranan Bi Ana.

"Loxa pergi dulu Bi" Ralat Xera kaki nya berjalan cepat sambil mengutuk dirinya sendiri, Xera harus segera terbiasa dengan nama Aloxa Abhiseva.

Xera mengangguk sekilas menyapa Pak Ilham supir nya mulai sekarang. Kemudian masuk ke dalam mobil di jok belakang.

Pak Ilham masuk setelah menutup pintu mobil. Menjalankan mobil keluar dari halaman rumah setelah dua menit baru mobil hitam yang di tumpangi nya keluar dari gerbang dan berada di jalur jalan raya.

Xera menatap jalanan dengan pikiran berkecamuk. Apakah ini masih di bumi? Semuanya terlihat sama persis dengan dunia yang di tinggali nya bedanya udara di tempat ini lebih segar, banyak pepohonan berjejer dan yang ia lihat di sepanjang jalan, motor dan mobil hanya sedikit yang berlalu lalang. Malahan halte bus di penuhi anak sekolah dan orang yang memakai jas rapih.

Xera menghela nafas kasar. Lagi-lagi ia ingin pulang. Menyadari dirinya berada dalam alur yang sudah di tentukan si penulis dan tidak ada kepastian alur akan berjalan sesuai keinginan nya.

Xera lagi-lagi menghela nafas kasar. Ia hanya bisa mengetahui kalau dirinya tak terjerat alur di akhir cerita saat berada di ending novel Langit Jatuh. Berlina dan Arthur bertunangan dan Aloxa berada di atas gedung pencakar langit dengan niat bunuh diri, maka jika itu terjadi. Xera tidak bisa mengubah alur cerita.

Meski yakin dengan pendirian nya yang tak akan pernah berpikir untuk bunuh diri, Xera tak bisa menghilang kan ketakutan nya. Bagaimana jika dirinya berujung sama dengan ending novel?. Maka dari itu Xera harus menanamkan pikiran 'Jangan bunuh diri! jangan bunuh diri! Jangan pernah Xera' seribu kali dalam otak nya.

Villainess Girl (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang