32. Menikmati waktu

199 15 6
                                    

Hari ke-lima ujian semester berlangsung dan besok ujian terakhir minggu ini sebelum tanggal merah. Aloxa memutuskan untuk menghilangkan penat dengan berjelan-jalan di kota yang sering di datangi orang.

Setelah kegiatan sekolah di bubarkan ia memilih menikmati waktu sendiri, menghabiskan waktu dengan melihat pemandangan kota dan juga orang-orang yang sedang berlalu lalang. sebelum itu pak Ilham terlebih dahulu mengantar sampai ke sini dan Aloxa juga menyuruh pak ilham untuk pulang lebih dahulu dan menjemputnya sore-an, kebetulan sekarang masih siang.

Matanya tak sengaja melihat cafe yang terlihat cukup menarik, Aloxa memutuskan masuk dan mencoba memesan makanan dan minuman yang ada di menu dengan datang langsung ke tempat pembelian.

pelayan cafe menyambut dan menulis pesanan yang aloxa inginkan. kemudian aloxa duduk di dekat jendela tepat pertengahan kebetulan hanya meja itu yang kosong. ia mulai menompang dagu dan menatap hiruk piruk orang-orang yang terlihat sibuk dengan kegiatan nya masing-masing.

Sepuluh menit berlalu tanpa pergerakan, Aloxa sedikit kaget saat pelayanan sudah mengantar pesanannya. Aloxa tersenyum kecil sambil mengucapkan terima kasih.

Tangan nya sekarang beralih memegang sendok kecil dan memotong chesecake dengan potongan kecil dan memakannya. Matanya tak lepas menatap keluar jendela. setelah chesecake nya habis baru Aloxa meneguk americano dinginnya.

"Mereka bener-bener hidup ternyata" gumam Aloxa pelan.

sekarang ia menaruh dagu di atas meja dengan tidak semangat. "Bagimana ini semua bisa terjadi? atau sekerang gue sedang bermimpi panjang saja"

"kalau bener ini mimpi, gue mohon bangunin gue"

Ucapannya serius, ia ingin pergi dari tempat entah berantah berlatarkan alur cerita. Dunia nya memang tidak sempurna, tapi itu lebih baik dari pada harus memerankan peran orang lain. ia tidak sanggup berpura-pura lebih lama, kenapa harus dirinya.

Suara dering ponselnya membuat Aloxa harus mengangkat dagu dan meraih ponselnya. nama sang pemanggil ternyata orang di luar dugaan, ia pikir pak Adnan tidak akan meneleponnya.

Dengan kemantaapan hati Aloxa mematikan ponselnya. Ia tak berniat untuk bertukar sapa kepada orang yang mengabaikan nya setelah Aloxa merasa bergantung kepada pak Adnan. Anggap saja ini sebagai usaha untuk sadar tentang siapa dirinya dan siapa pak Adnan.

Sejak awal bergantung pada seseorang bukan sifatnya. Selagi bisa ia lakukan sendiri, Aloxa tidak butuh bantuan orang lain.

Aloxa kembali menatap pemandangan luar lewat jendela, entah kenapa hatinya terasa hampa. Kali ini ia beranjak dan memutuskan untuk berjalan jalan keluar di sepanjang jalan.

Entah sudah berapa lama Aloxa berjalan, sampai matanya melihat taman di depan nya. Melihat kursi kayu tua ia pun mendekat dan duduk di sana. Kaki nya bergerak beraturan menyentuh rumput Jepang yang tumbuh hijau di sekitar taman. Berhenti memainkan kaki Aloxa kemudian menyederhanakan punggung di kursi kayu itu sedikit mendongkrak.

Langit biru penuh dengan awan itu menghalangi sorot matahari, terasa sejuk dan menyenangkan.

"Dunia ini tidak adil tapi ingatlah untuk menjadi orang baik dan mensyukuri kehidupan" Gumam Aloxa tiba-tiba saat mengingat ibu panti pernah mengatakan nya saat ia berumur 8 tahun kalau tidak salah.

Senyum kecil Aloxa terbit mengingat kenangan kenangan sederhana yang menyenangkan. Dunianya waktu itu benar-benar berada di kata sempurna. Semua orang baik berkumpul di tempat anak anak terbuang dan tidak punya ibu berkumpul.

"Akh" Suara teriakan anak kecil terdengar jelas di telinganya. Aloxa buru buru menengok ke arah suara itu berasal dan mendapati anak perempuan yang tersungkur di atas rerumputan.

Aloxa mendekat dan membatu anak itu berdiri.

"Kamu gak papa?" Tanya Aloxa sambil membersihkan baju putih nya dari debu.

Anak kecil itu terlihat berkaca-kaca, tapi urung menangis. Kemudian ia mengangguk patah-patah, lucu. "Aku gak papa" Jawab nya terdengar tertahan.

Aloxa lantas mengecek kaki dan tangan gadis kecil itu mendapati kulitnya terkelupas kemerahan.

Aloxa tersenyum manis menatap gadis kecil itu, sambil mengusap rambut pendek sebahu itu dengan lembut. Kemudian ia menuntun untuk duduk di kayu tua itu.

"Kakak gak punya obat merah sebenarnya"

Gadis kecil itu memiringkan kepala terlihat bingung. "Obat merah itu apa? "

Aloxa tersenyum gemas melihat tingkah lucu gadis itu. "Buat obatin luka kamu"

"Gak papa. Soalnya Deli kuat kok, kata papah cewek juga bisa nahan nangis. Bukti nya aku tadi gak nangis kan, hebatkan aku" Seru gadis kecil bernama Deli cepat, wajahnya terlihat bangga mengatakan hal itu.

Aloxa mengangguk kecil dan menepuk nepuk pucuk kepala Deli, bangga. "Iya. Deli gadis kecil kuat ternyata"

Dengan senang Deli menyilangkan tangan dan dagu sedikit ke atas bermaksud sombong, namun yang Aloxa lihat hanya tingkah gemas nya saja.

"Nanti kalau pulang ke rumah langsung obatin ya. Mamah kamu di mana, kok sendirian di sini?"

"Tadi mamah lagi beli makan di restoran itu, terus aku emang selalu main di sini. Mamah juga udah tau, jadi gampang nyari nya" Deli terlihat menyipitkan mata bulat besar nya itu meneliti Aloxa.

"Meskipun mamah bilang jangan bicara sama orang asing, tapi kakak pengecualian. Heheh, karena cantik sama baik udah mau bantuin Deli" Ujar Deli gemas.

Aloxa menggeleng sambil tersenyum kecil. "Kata mamah kamu bener loh, jangan bicara sama orang asing. Kakak kasih tau ya di dunia ini ada orang berpura-pura baik padahal punya niat jahat. Jadi dengerin kata mamah kamu"

Deli menggerakkan jari telunjuk ke kanan ke kiri sebagai jawaban dari nasihat Aloxa. "Deli paham kok. Tapi kakak kan orang baik"

"Oh ya?"

"Mmm. Kakak beneran orang baik kok, ini buktinya kakak lagi bantu orang lain" Senyum Aloxa menghilang saat tangan kecil Deli menyentuh tangan nya.

"Jangan menyerah ya kak, masih banyak orang yang sayang sama kakak" Kali ini Deli menunjuk telapak tangan Aloxa tepat di tengah-tengah.

"Semoga happy ending"

"Dandelion! Sini nak, ayo kita pulang" Teriakan ibu ibu terlihat membuat Deli beranjak turun dari kursi dengan senyum sumringah.

"Dadah kakak" Deli berlari kecil sambil melambaikan tangan pendek itu ke arah Aloxa.

Aloxa masih terdiam namun tangan nya ikut membalas lambaian Deli tanpa ekspresi.

Aloxa kemudian menghela nafas dan menutup wajah dengan tangannya saat bersender pada kursi kayu itu kembali.

"Happy ending?"

Aloxa membiarkan air matanya mengalir, ia pun terisak.

"Tapi ini tentang gue dan kehidupan. Kenapa harus ada happy ending"

Aloxa lagi-lagi frustasi, kenapa kehidupan nya harus di permainan seperti ini. Masuk ke salah satu karakter novel yang di buat dengan alur sebaik mungkin. Tapi tidak dengan karakter, alur bagus pun sama saja. Karakter di buat dengan se suportif mungkin, ada yang di buat sebagai pembantu jalan sang karakter utama ada juga karakter yang harus di korbankan untuk karakter utama. Aloxa tidak tau dirinya sekarang berada di antara alur dan tidak. Ia tidak terlalu yakin tapi jika ia bisa memilih, Aloxa harap ia berada di dalam alur novel tanpa melenceng sedikit pun.

Karena jika iya, Aloxa masih bisa bertahan hidup di akhir cerita. Tentang bunuh diri dan tidak nya, ia bisa memegang erat pendirian nya.

Ia akan hidup sampai akhir.

•••••
-Aku harap kamu benar-benar hidup-
Aloxa+-Xera

Lentera
12:51/06-10

Villainess Girl (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang