Saat mengetahui semuanya dengan tidak sengaja. Aloxa akhirnya mengurung diri di kamar. Banyak hal yang Ia pikiran terlebih jika harus memilih apa yang harus Ia lakukan, jelas Aloxa menggeleng yakin.
Sekarang ia tak bersemangat untuk melakukan apa apa. Ia juga tak ada niatan untuk melakukan apa pun setelah ini, mengetahui dirinya hanya karakter di dalam tulisan membuat nya pusing tujuh kepayang.
Namun ia juga tak bisa asal menyangkal dengan mengatakan semuanya hanya fiksi belaka, baik sekarang dirinya Aloxa atau kehidupan nya yang pertama sebagai Xera. Ia tak bisa menghilangkan kenangan manis bersama sahabat nya semakin ia menangis atas kenyataan yang ada, kenangan itu berbalik menyerang semakin jelas seolah sedang berputar layaknya film dokumenter yang sedang di putar.
Aloxa hanya bisa menangis satu box tisu pun sudah penuh memenuhi tong sampah di kamarnya. Tiap kali bi ana mengetuk pintu untuk menyuruh nya makan, ia semakin mengeratkan selimut menutupi wajah nya. Alangkah baik nya jika ia mati saja.
Kalian tau ini seperti box kosong tanpa isi. Sekarang Aloxa merasa dirinya seperti itu atau sekarang haruskah dirinya menyebut diri nya dengan nama asli, jujur ia muak. Baik Aloxa atau pun karakter yang ada dalam novel ini.
Satu hari berlalu, saat ia terbangun ia sudah ada di kamar dengan kompres an es batu di dahi nya. Dan berakhir di sini dengan kamar yang ia kunci rapat tanpa mau membuka nya kembali. Aloxa pikir jika ia membuka pintu itu, maka ia harus berperan lagi menjadi karakter bodoh sesuai narasi.
Aloxa tidak menginginkan itu. Benci lebih tepatnya. Meski perutnya berbunyi terus namun nafsu makan nya semakin berkurang. Entah lah Aloxa merasa kalau dirinya hanya karakter bodoh yang mati pun pasti hidup lagi untuk menghappy ending kan jalan cerita.
Dua hari berlalu sejak dirinya terbangun. Pintu kamar pun semakin sering di ketuk mungkin satu jam sekali, bi ana terus menawarkan makan. Kadang jika haus Aloxa memilih meminum air dari keran dari pada harus membuka pintu.
Malam tiba, Aloxa berdiri di depan jendela kamar nya, angin malam menerpa wajah nya begitu dingin. Tangan nya pucat, tak perlu bercermin Aloxa juga yakin wajah nya sama pucatnya.
Gelap malam yang di bantu dengan sinar bulan menghasilkan ia bisa melihat dengan jelas meski sebagian lagi karena lampu lampu rumahnya menyala.
Aloxa menatap ke bawah tepat kolam berenang berada. Jatuh dari lantai dua kamar nya tidak akan membuatnya mati langsung, mungkin hanya patah tulang atau lebih parah nya lebih dari itu dan mengetahui itu hanya akan menyusahkan dan membuat nya menderita sendiri. Tapi beda lagi cerita nya jika ia jatuh dan masuk ke kolam renang, kehabisan oksigen dan mati.
Tamat. Ia tak perlu lagi menjadi karakter dalam tulisan. Padahal Aloxa pikir dirinya sama seperti manusia lain nya.
Aloxa menatap kolam berenang di bawah. Menaiki pagar setinggi perut nya. Naik perlahan namun tangan nya di tarik ke belakang dan langsung berada dalam pelukan hangat seseorang.
"Aloxa! Astaga ayah di sini nak, ayah di sini" Pak Adnan memeluk Aloxa erat. Ia ketakutan setengah mati melihat anak nya hendak meloncat ke lantai bawah.
Suara bi Ana yang terisak terdengar pelan di telinga Aloxa, sedangkan Aloxa hanya berdiam diri dengan mata kosong di pelukan Pak Adnan, Ia kehilangan minat untuk hidup nya.
Setelah itu Aloxa berpindah kamar di lantai bawah, dekat ruang keluarga. Pak Adnan sengaja membuka pintu kamar agar melihat tubuh putrinya yang sekarang memilih memejamkan mata, tidur.
Bi ana mendekat di sisi sofa yang di duduki pak Adnan. "Pak biar saya saja yang jaga non Aloxa"
Pak Adnan melepaskan kaca mata baca nya, memijit pangkal hidung nya sebentar. "Enggak Bi. Biar saya aja, bibi istirahat aja"
KAMU SEDANG MEMBACA
Villainess Girl (Slow Update)
Ficção AdolescenteApa yang terjadi kalau tiba-tiba kalian terbangun di tempat novel berada. Panik kah? Bingung? Ah menyebalkan nya semua itu harus aku alami sendiri, masuk ke dunia novel di mana alur cerita sedang berjalan. Sial! Aku bahkan hanya membaca epilog ceri...