Chapter 22

709 120 74
                                    

Erangan keluar dari bibir jeongyeon saat dia meletakkan kepalanya di atas meja. Seolah-olah tidak puas, dia kembali duduk tegak sambil menarik rambutnya dengan frustasi lalu membenturkan kepalanya di atas meja.

Dia baru saja mengingat pesta pertunangannya yang baru saja diselenggarakan dua hari yang lalu.

Dia tidak bisa mengatakan bahwa hubungannya menjadi semakin baik atau pun buruk setelah pesta pertunangannya. Yang pastinya, dua kemungkinan itu sama-sama menyulitkan hidupnya.

"Hirai lagi?" chaeyoung bertanya begitu dia masuk ke kelas jeongyeon dan melihat temannya seperti itu.

"Apa aku sejelas itu?" jeongyeon beringsut dan berbalik sedikit di kursinya, meletakan lengan bawahnya dan menyandarkan dagunya di atasnya.

"Ya, aku belum pernah melihatmu begitu frustasi dengan tugas kuliahmu sebelumnya..."chaeyoung menunjuk ke buku yang masih berceceran.

"Itu menjelaskan satu hal kan?"

Jeongyeon duduk dengan benar lagi dan langsung membereskan buku-bukunya yang masih berceceran di atas meja.

"Hanya saja, mereka bertiga itu membuatku semakin gila setiap harinya. Dan aku pikir, aku tidak bisa melewati semua ini lebih lama lagi dan aku mungkin akan berakhir di rumah sakit jiwa..." jelas jeongyeon mengambil tasnya dan memasukan semua barang-barangnya.

"Yah, coba pikirkan berapa banyak pria yang bersedia berada di tempatmu. Ingat, jika saudara kembar Hirai yang kau bicarakan di sini. Gadis cantik yang kaya dan seksi...apa lagi yang kau keluhkan dari mereka bertiga?" jeongyeon menghela napas dalam kekalahan.

Dia tahu chaeyoung ada benarnya, ada banyak orang di kampus dan orang-orang di luar sana ingin menukar segalanya untuk menjadi pusat perhatian ketiga calon istrinya.

Dan dia sangat beruntung menjadi orang yang diperhatikan oleh mereka bertiga. Dia memang beruntung, tapi setiap kali dia memikirkan siksaan dan kekejaman mereka bertiga....itu membuat bulu kuduknya berdiri karena kengeriannya.

Itu bahkan bukan siksaan fisik saja tapi juga batinnya. Apalagi akhir-akhir ini, dia merasa kalau mina dan sharon saling bersaing satu sama lain. Seolah-olah mereka sedang mencoba mendapatkan perhatian dan kasih sayang darinya.

"Ah mollaaaaa....ini benar-benar membuatku gila!" gumam jeongyeon mengusap wajahnya dengan frustasi.

"Jeongieeee...."

"Jeongyeon...."

Jeongyeon tersentak kaget ketika mendengar suara keras yang menggema di dalam kelasnya.

Untung saja kelasnya kosong karena semua orang sudah mulai meninggalkan kelas sejak 10 menit yang lalu.

"Oooo oooo, mereka di sini..." chaeyeong susah payah menahan tawanya saat melihat wajah panik jeongyeon.

Sharon mendorong mina menjauh sebelum berlari ke tempat duduk jeongyeon lalu memeluk pinggang kokoh calon suaminya begitu dia duduk.

"Jeongie, kenapa lama sekali sih? Aku sejak tadi menunggumu di kampusku..." ia memukul manja lengan jeongyeon saat dia menggeliat untuk mencari kenyamanan.

"Maaf, aku harus mengerjakan tugasku dulu sebelum aku pulang..."jawab jeongyeon dan membiarkan tubuhnya dipeluk sharon, karena dia sudah mulai terbiasa dengan semua ini.

Mina menghentakan kakinya kesal karena kalah cepat dari sharon. Wajahnya cemberut saat melihat sharon sedang bermanja-manja dengan jeongyeon.

"Unnie, kau curang!" mina meraih lengan sharon lalu menariknya dengan paksa agar terlepas dari jeongyeon.

Siblings (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang