In the Morning Club
28 Januari 2017
20.21Chan telah mengunjungi banyak tempat semenjak ia melangkah keluar sekolah. Dari sekian banyak tempat, tidak ada yang diingatnya. Sama sekali. Pikirannya kosong sepanjang hari, berjalan tidak tentu arah mengikuti ke mana kedua kakinya membawa.
Laki-laki berseragam SMA elit itu tidak pernah mengira akan mengalami kehilangan yang begitu besar dalam hidupnya. Di waktu berdekatan pula. Hidupnya benar-benar runtuh dan ia terlalu putus asa untuk menyatukan per kepingnya.
Di sebuah gang gelap dan becek, Chan disambut oleh cahaya terang berwarna merah jambu dengan semburat ungu. Laki-laki itu mendongak, melihat plang bangunan.
"In the Morning ... Club?" gumam Chan.
Pemuda itu sedikit terkejut dengan penemuan barunya. Chan tidak pernah menginjakkan kaki ke sebuah klub malam--berbeda dengan Min Ho yang hobi clubbing dan balapan liar semasa SMA.
Di depan tempat itu, Chan teringat akan ucapan laki-laki Lee yang sempat ia labeli 'bandel' itu.
'Kalo capek tuh clubbing, Chan. Mantep banget, dah! Sambil minum terus denger musik kenceng-kenceng, rasanya tuh semua masalah lo auto ilang.' Begitu kata pemuda bergigi kelinci itu sewaktu Chan bertanya soal kebiasaannya mengunjungi club malam untuk melepas penat. Maklum. Di antara ketiga belas remaja itu, memang Min Ho-lah yang paling nakal. Chang Bin pernah ikut dengan Min Ho sekali, tapi dia tidak berani menginjakkan kaki ke klub malam lagi setelah melihat Min Ho ditodong pisau oleh segerombolan orang mabuk.
Chan ragu-ragu bergerak mendekati pintu masuk. Tapi, ada seorang penjaga di sana. Penjaga itu menatap Chan terkejut dan dengan cepat melarangnya masuk.
"Ini bukan tempat untuk anak kecil! Pulang sana!"
"Tolong ... kasih aku kesempatan, Pak, sekali aja." Chan berucap lesu.
"Kamu gila? Emangnya kamu pikir masalahmu bakal kelar kalo kamu ke sini? Yang ada kamu cuman nambah masalah!"
Chan naik pitam dan melangkah cepat menghampiri petugas itu. Diraihnya kerah pria paruh baya tersebut.
"Biarin gue masuk! Gue capek!" jerit pemuda kelahiran Australia itu.
Tapi si petugas tidak gentar dengan seorang bocah ingusan, ia mendorong Chan hingga tersungkur. "Masih kecil udah banyak gaya. Pulang sana! Jangan nyusahin orang tua!"
"Dasar--"
"Woah, woah, chill," sela seorang pemuda yang berdiri beberapa meter dari mereka. Chan spontan menoleh ke si sumber suara. Anak itu tampak sebaya dengannya, tapi rambutnya sudah dicat merah menyala dengan sebuah jaket bermotif bulu harimau dan celana kulit berwarna hitam. Tampilannya yang agak nyentrik meyakinkan Chan bahwa ia bukan sembarang bocah.
"Bam? Astaga-- kamu liat Bambam, anak itu?" tanya si petugas sembari menunjuk pemuda berambut merah tadi. "Liat! Kalo kamu masuk ke sini, kamu bakal jadi dia!"
"Pak, santai dong! Kesannya aku contoh yang buruk banget HAHAHAHA!" tawa pemuda yang dipanggil Bambam itu di ujung kalimat. Si petugas hanya menghela napas kasar dan kembali ke tempatnya--enggan berurusan dengan si rambut merah.
Chan diam di tempat. Tidak tahu harus bagaimana.
"Kunpimook Bhuwakul, just call me Bambam, gue dari Thailand." Bambam mengulurkan tangannya.
Chan menatap uluran tangan Bambam dan wajah pemuda itu bergantian. Ragu.
"Ey ... relax, Bro. Malu-malu, ya?" Bambam menurunkan tangannya dan merangkul pundak Chan. "Let me teach you how to have some fun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Die
Fanfic{COMPLETED} "Persahabatan ini tercemar oleh dusta, kebohongan, dan kebusukkan manusia di dalamnya." ‐ Hwang Ye Ji • 'Permainan akan berakhir dalam tiga belas jam.' Bayangan kedua belas remaja untuk bercanda tawa saat reuni harus pupus, ketika malam...