Hahoe Villa, Kaki Gunung Hwasan, Cabang Gunung Taebaek (20 Kilometer dari Desa Hahoe)
Sabtu, 14 Agustus 2021
Pukul 04.40
Ruang TengahHampir satu jam telah berlalu, hanya untuk Ji Sung menceritakan masa lalunya dan Felix. Ia meregangkan tubuh setelah bercerita cukup lama. Keempat temannya; Chang Bin, Ye Ji, Seung Min, dan Jeong In menatap kosong ke arah lantai kayu. Cerita Ji Sung masih agak sulit diterima akal sehat bagi mereka.
"Ada yang mau tanya lagi? Mending gak usah, daritadi yang bikin lama, kan, kalian kebanyakan nanya." Ji Sung melirik sinis.
"Tapi, gue masih gak ngerti, kenapa kalian harus segitunya?" Seung Min akhirnya bersuara setelah bungkam begitu lama-sejak tadi yang banyak bertanya adalah Ye Ji dan Chang Bin.
Ji Sung mengembuskan napas kasar. "Gue udah bilang tadi, gak usah tanya lagi!"
"Masalahnya lo berdua gak jelas, anjir! Apa, sih, sampe bikin perjanjian sama setan cuman perkara temenan," omel Chang Bin.
Alih-alih menyerang Chang Bin dengan agresif, Ji Sung merebahkan diri di lantai kayu yang dingin. Aksinya barusan tentu membuat teman yang lain saling melempar tatap heran dan waspada. Karakter 'Han' memang benar-benar tidak ada yang bisa menebak.
"Orang-orang kayak kalian gak akan bisa menghargai temen, jadi kalian juga gak akan ngerti meskipun gue jelasin, apalagi Ji Sung yang jelasin," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari langit-langit villa. "Terutama lo, Bin. Lo suka ngomongin Felix di belakang, kan? 'Anak pungut', gitu kata lo setiap kali lagi marah sama dia." Ji Sung kembali menambahkan.
Mulut Chang Bin sudah terbuka, siap mendebatkan pernyataan Ji Sung. Namun, sebelum itu sempat terjadi, Seung Min sudah lebih dulu membekap mulut Chang Bin.
"Tapi, kalian seneng dengan kondisi sekarang? Semua mati tragis tanpa tau cerita ini," ucap Ye Ji.
Ji Sung terkikik. "Gak tau, gue sih, iya. Bukan karena biar kalian semua bareng-bareng lagi, tapi lebih ke arah seneng akhirnya kalian semua mati. Ji Sung juga menderita karena temenan sama kalian, tapi dia denial. Dia anggep kalian baik, dia hargain banget kalian. Mungkin kalian gak bully dia, tapi pertemanan kalian gak jelas banget. Satu pacarin dua orang, satu jadi bandar, itu circle macem apa?"
Semua bungkam. Benar apa yang dikatakan pemuda itu, pertemanan mereka terlalu rumit dan tidak jelas, tetapi entah kenapa mereka selalu bisa bertahan. Seperti ada benang tipis di antara mereka yang menjaga dari kehancuran.
"Jadi, akhirnya, kita semua ke sini cuman buat mati?" Ye Ji kembali menegaskan.
Ji Sung mengangguk. "Oh ya, lupa bilang, kalian masih dikasih kesempatan napas itu dari Ji Sung. Permainan ini cuman gimmick aja, kalo bisa, mending gue habisin kalian dari tadi."
Ji Sung bangkit dari posisi semula, terduduk dan menatap tajam teman-temannya satu per satu. "Dia cuman mau kalian jujur aja sebelum mati, ya hitung-hitung pengakuan dosa? Dia gak percaya juga kalo gue yang kasih tau."
"Soal itu-" Jeong In memberanikan diri walau suaranya bergetar hebat, "-kok, lo tau masalah kita semua? Gak mungkin ada yang kasih tau sebelum hari ini."
"Jeong In, Jeong In, diem-diem pinter juga. Pertanyaan bagus, jadi, semenjak gue mati waktu itu, gue jadi punya kekuatan aneh, telekinesis yang dari tadi kalian liat, kekuatan di luar kemampuan manusia, dan yang terakhir ini, bisa tau isi pikiran orang lain." Ji Sung mengedipkan sebelah matanya di akhir, membuat Jeong In bergidik.
"Udah tanya semua, nih, lo gak mau tanya apa-apa, Ya?" Ji Sung menoleh pada Lia.
Gadis berambut hitam itu tengah memeluk lututnya, sesekali ia bergerak gelisah. "Ng-nggak."
"Oh-jangan cuman salahin gue doang malem ini, salahin Lia juga." Ji Sung mengarahkan telunjuk padanya.
Lia pasrah dan hanya menundukkan kepala, ia sudah tidak punya tenaga untuk membela diri atau berdebat.
"Maksudnya? Lo juga tau semua ini, Ya?" bentak Chang Bin.
Bulir-bulir bening mulai mengalir, membasahi wajah mungilnya yang cantik. Bibir ranumnya yang mulai mengering karena suhu dingin terbuka dan Lia mulai sedikit histeris. "Tapi, gue gak tau jadinya bakal begini. Gue gak tau kita semua bakal mati hari ini!"
"Sialan lo! Harusnya lo ikut pacar lo mati!" Chang Bin mengamuk.
"Mulut lo dijaga atau gue yang atur?" ancam Ji Sung, membuat pemuda berambut hitam yang mengamuk tadi mau tidak mau menahan lidahnya. Kemudian Ji Sung beralih pada Lia. "Tapi, setidaknya, gue udah balesin dendam lo ke Min Ho sama Yu Na, kan?"
"Gue gak ngira sampe mati, Ji! Gue gak minta sampai sana!"
"Gak tau terima kasih," decih Ji Sung, "masih heran kenapa Ji Sung bisa suka sama orang yang gak tau diuntung kayak lo. Disakitin Min Ho, ada Ji Sung yang waktu itu selalu dengerin lo, tapi ujungnya apa? Lo tetep milih bajingan kayak dia, bahkan Min Ho lebih milih Yu Na daripada lo selama ini. Terus, sekarang, gue udah bales perbuatan mereka atas permintaan lo dan Ji Sung, balesannya apa? Malah nyalahin gue."
"Eh, kok, Ji Sung bisa jadi suka sama Lia, sih?" tanya Chang Bin tiba-tiba. Pertanyaan barusan sedikit mencairkan suasana tegang dan mengerikan di villa.
"Sumpah, gak penting banget pertanyaan lo!" Seung Min menepuk keras pundak Chang Bin.
"Gak tau, sampe sekarang juga gue gak ngerti," balas pelaku utama kekacauan malam ini. Ji Sung bangkit berdiri dengan gusar. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kurus. Sudut kanan bibirnya terangkat. "Lama juga kita ngobrol, sisa dua jam lagi."
"Apa yang sisa dua jam lagi?" Chang Bin mengernyit masam antara bingung dan kesal.
"Waktu kalian napas, lah! Apa lagi?" Ji Sung memungut pisau yang telah dilumuri oleh darah entah siapa-mungkin Hyun Jin atau Chae Ryeong.
Pandangan semua orang di dalam ruangan mendadak ngeri, mereka bertukar pandang pada satu sama lain-kecuali Ji Sung. Mereka mulai bangkit perlahan dari posisi masing-masing.
Ji Sung berjalan ke arah jendela yang menghadap halaman belakang. Embusan napas panjang terdengar dari belah bibirnya. "Ya, hitung-hitung ini terakhir kalinya kita seru-seruan bareng, gue kasih kalian kesempatan. Kali ini permainannya, petak umpet."
Chang Bin mundur ke belakang Seung Min, lebih ke arah menjadikannya tameng. Tentu itu membuat pemuda yang lebih tinggi kesal dan kembali menarik Chang Bin maju, setidaknya posisi mereka sejajar.
"Waktu masih lama juga, jadi, gue kasih kalian waktu satu jam, sampai jam enam buat sembunyi. Ya, buang-buang waktu, sih, tapi lebih seru kalo mepet, kan?" Ji Sung lebih seperti monolog pada saat ini, tidak ada yang berani menanggapi.
"Yaudah, mulai dari sekarang, gue tunggu sampai jam enam pokoknya. Terserah mau pilih tempat mati di mana, gue bakal temuin kalian juga soalnya." Setelah mengatakan semua itu, ia cuman bersiul riang tanpa mengalihkan pandangan dari halaman belakang.
"You can run, but you can't hide."
✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩
haii, kapan lagi ya truth or die update secepet ini hehe :3
yes, kita udah di penghujung cerita banget nih, jujur aku gak nyangka ternyata chapternya sebanyak ini. outline awal itu sebenernya paling cuman 20 chapter atau belasan, tapi rasanya kalo gak detail, kurang asik gitu. ditambah cerita ini juga jadi awal aku nemuin genre pilihanku, horror-thriller
kalo kalian ikutin aku dari awal, pasti tau aku nulisnya romance terus hihi. tapi lama-lama ternyata aku agak jenuh sama genre romance dan mutusin untuk mencoba sesuatu yang baru dengan menulis buku ini dan ternyata aku jauh lebih enjoy nulis genre ini. berhubung ini pertama kali aku nulis thriller dan kebanyakan refrensi yang aku ambil dari film, jadi maaf kalo penggambarannya mungkin masih terkesan kaku atau kurang detail :")
okay, sampai sini dulu, ya. sampai ketemu di chapter selanjutnya~
ig: @/xtraordinary_hyun
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Die
Fanfic{COMPLETED} "Persahabatan ini tercemar oleh dusta, kebohongan, dan kebusukkan manusia di dalamnya." ‐ Hwang Ye Ji • 'Permainan akan berakhir dalam tiga belas jam.' Bayangan kedua belas remaja untuk bercanda tawa saat reuni harus pupus, ketika malam...