Rumah Keluarga Bang
15 Januari 2015
Pukul 20.15Kamar Felix
Setelah keributan kecil yang terjadi di antara Felix dengan 'Han', ruangan masih sunyi. Felix masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Agak sulit baginya untuk menerima fakta bahwa sahabatnya sendiri kini memiliki alter ego.
"Gak perlu sekaget itu, Lix. Bukannya lebih baik seperti ini? Ada 'seseorang' yang bisa melindungi Ji Sung," celetuk laki-laki berwajah chubby itu.
Felix menatap Ji Sung berat. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia setuju. Namun, tidak mudah baginya untuk mengakui bahwa sahabatnya itu mengalami sesuatu yang masih dianggap tabu oleh masyarakat. Perasaannya menjadi labil di antara senang dan prihatin.
"Ya ... gue akuin, gak gampang, sih, menerima teman yang sekarang bisa dibilang punya sesuatu yang 'lain' dari orang awam."
Ji Sung memiringkan kepalanya, masih terduduk di kursi belajar Felix. Felix pun membuang napas. Agak berat bagi Felix untuk menerima Ji Sung yang ternyata memiliki kondisi yang masih dianggap tabu di beberapa kalangan, tapi apakah adil bagi Felix untuk merasa berat hati? Nyatanya Felix juga baru-baru ini memiliki kisah yang 'lain' dari cerita-cerita kesehariannya.
"Panggil Ji Sung!" perintah Felix. "Gue mau ngomong sama dia."
"Apapun yang mau lo omongin sekarang, kalo akhirnya cuman buat nyakitin dia. Mending lo ngomong sekarang, biar dia gak perlu sakit hati." Ji Sung memamerkan kepalan tinjunya pada Felix, mencoba mengintimidasi pemuda berbintik manis itu.
Felix menghela napas. Rupanya, berbicara dengan 'Han' cukup melelahkan.
"Bukan cuman Ji Sung yang punya cerita, gue juga mau cerita. Untuk masalah ini, gue butuh Ji Sung yang dateng. Bukan lo! Stop being so aggressive all the time, it's exhausting!"
Ji Sung mendengkus sinis. Untuk beberapa saat, air wajahnya berubah. Perlahan otot-otot di wajah pemuda itu melemas, sorot mata yang melembut dan napasnya perlahan berhenti berderu.
"M-maaf, Lix, seharusnya tadi gue ceritain langsung secara empat mata. Han tiba-tiba ambil alih seenaknya," cicit Ji Sung. Kepalanya tertunduk, jari-jarinya saling bertaut.
Felix mengedikkan bahu. "Yaudah, mau gimana lagi. Namanya juga tiba-tiba, tapi, lo bisa kendaliin dia, kan?"
Bibir Ji Sung terkatup rapat. Tidak mampu menjawab pertanyaan pemuda bersuara bariton itu.
"Akan bahaya kalau Han terus-terusan dateng ambil alih seenaknya. Masalah ini bisa jadi bukan cuman gua yang tau, tapi temen-temen yang lain juga bisa jadi tau."
Pemuda berwajah menggemaskan yang masih terduduk di kursi menggaruk belakang kepalanya canggung. "Iya, nanti gue akan belajar."
"Jadi, lo mau ngomong soal apa, Lix?" Ji Sung buru-buru mengganti topik, sebelum Felix berceramah lebih lanjut.
"Ah ... itu, jadi, sebenarnya kadar keanehan dari cerita gue gak akan beda jauh dari cerita lo," ungkap Felix.
Ji Sung masih diam menyimak.
"Seperti yang lo tau, kita beruntung banget punya temen kayak temen-temen kita. Gue juga gak mau sampai persahabatan kita ini selesai. Memang, terkadang beberapa kepribadian kita bentrok satu sama lain, tapi bukan berarti kita saling membenci, kan?"
Ji Sung mengangguk, masih fokus mencerna tiap kata yang keluar dari mulut Felix.
"Beberapa malam yang lalu, gue gak sengaja nemu cerita anonim di Naver. Dia cerita kalau persahabatannya berhasil bertahan sampai sebelas tahun. Gue tertarik sama cerita dia, kebetulan banyak orang yang udah tanya caranya, tapi orang ini gak pernah mau jawab pertanyaan dia di komen, dia selalu reply 'aku kasih tau di DM, ya!' atau semacamnya," jelas Felix mulai memasuki inti cerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Die
Fanfic{COMPLETED} "Persahabatan ini tercemar oleh dusta, kebohongan, dan kebusukkan manusia di dalamnya." ‐ Hwang Ye Ji • 'Permainan akan berakhir dalam tiga belas jam.' Bayangan kedua belas remaja untuk bercanda tawa saat reuni harus pupus, ketika malam...