《 chapter 41: until the sunrises 》

65 11 2
                                    

Hahoe Villa, Kaki Gunung Hwasan, Cabang Gunung Taebaek (20 Kilometer dari Desa Hahoe)
Sabtu, 14 Agustus 2021
Pukul 06.00

Ruang Tengah

Surya mulai mengintip dari ufuk timur. Sedikit membuat kondisi lebih jelas, betapa mengerikannya suasana ruang tengah itu hasil perbuatan mereka semalam—darah, tubuh tak bernyawa, pecahan beling. Suram dan mengerikan, itu dua kata yang tepat untuk menggambarkan ruang tengah saat ini. Belum lagi jika seisi villa ditelusuri, akan semakin banyak tubuh dengan kondisi yang tidak kalah mengerikan terbujur kaku dan pucat.

Han Ji Sung mengerjap beberapa saat, terbangun dari tidur setelah ia memutuskan untuk membiarkan teman-temannya hidup sedikit lebih lama. Ia meregangkan tubuh dan kembali mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Wajahnya memancarkan senyum cerah, ia tertawa lebar—sedikit histeris.

"Waktunya kita cari!" Ji Sung bersiap dan membalikkan tubuh. Dan secara otomatis pandangannya tertuju pada tubuh tak bernyawa Hyun Jin dan Chae Ryeong. Senyumnya sedikit berubah, terselip kepuasan, tetapi juga miris di waktu bersamaan.

"Ya, abis ini, kalian semua juga akan kumpul lagi, kan?"

✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩

Hutan Kaki Gunung Hwasan, Cabang Gunung Taebaek (20 Kilometer dari Desa Hahoe)
Sabtu, 14 Agustus 2021
Pukul 06.10

Warna langit semakin muda dan jarak pandang sudah lebih luas. Namun, Seung Min belum merasakan tanda-tanda kehadiran Ji Sung. Saat ini, hanya dirinya sendiri duduk di tengah hutan di bawah pepohonan rindang. Embun pagi mulai menguap dan tanah tidak lagi terlalu lembab.

Sesekali ia menengok ke belakang dan ia akan mendapati beberapa temannya menyembulkan kepala dari balik pohon. Sesuai rencana, mereka semua bersembunyi dulu, sementara Seung Min dijadikan semacam umpan—mudahnya. Dengan rencana ini, Seung Min harap tidak ada yang perlu meregang nyawa. Semoga.

Suara daun kering bergesekan dengan sol sepatu terdengar beberapa meter dari lokasi mereka saat ini. Seung Min buru-buru membalikkan tubuh ke arah sumber suara, dan yang lain kembali menyembunyikan diri.

Sesuai dugaan Seung Min, itu adalah Han Ji Sung dengan senyum bengisnya datang mendekat, sebilah pisau setia memenuhi tangan kanannya.

"Gimana? Siap mati?" tanya pemuda itu beberapa langkah dari Seung Min.

Pemuda Kim itu hanya tersenyum pasrah, masih terduduk di tempatnya semula. "Ya, mau gimana lagi, kan?"

Senyum Ji Sung memudar seiring langkahnya semakin dekat, menyadari teman-teman yang lain tidak ada. Tentu itu membuatnya heran, karena ia mampu merasakan kehadiran beberapa orang lainnya. Namun, hanya wujud Seung Min yang tampak.

"Lho? Mana yang lain? Ada auranya, tapi gak ada orangnya. Kalian udah bunuh-bunuhan duluan? Gak mungkin, kan?"

Seung Min buru-buru mengalihkan pertanyaan Ji Sung. "Ya, urus mereka nanti aja, kan, yang ada di depan lo sekarang gue. Fokus sama gue dulu, dong."

"Jadi posesif sekarang?" Ji Sung menaikkan sebelah alis dan memainkan pisau di tangannya. "Atau lo udah gak sabar mati?"

"Tunggu!" Seung Min mengangkat tangan kanannya. Langkah Ji Sung terhenti dengan wajah heran dan tidak senang.

"Ini kita gak ada cara lain? Dibanding kita semua harus mati, apa gak lebih baik kita perbaikin ini sama-sama untuk ke depannya?"

Ji Sung terbahak mendengar pertanyaan Seung Min. "Seung Min, kok lo jadi lamban gini? Gimana mau perbaikin semuanya kalo semua mayoritas temen-temen kita udah pada mati?"

Truth or Die Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang