Chapter 34

1.8K 206 33
                                    

Menunggu tanpa kepastian memang sulit, apalagi itu berhubungan antara hidup dan mati. Tapi harus diingat semua itu Tuhan yang rencanakan dan kita sebagai ciptaanNya hanya dapat menerima. Ikhlas tidak ikhlas, terima tidak terima, mau tidak mau kita tetap harus menjalankannya.

Yang kita bisa lakukan sebagai umatNya adalah berdoa meminta untuk diberikan kesempatan lagi atau lebih baiknya meminta untuk diberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi kenyataan yang sedang terjadi dan akan datang. Badai pasti berlalu. Selalu ada pelangi setelah hujan.

Pintu ruangan itu terbuka menampilkan seorang dokter dan beberapa perawat di belakangnya dengan raut wajah yang tidak bisa dibaca.

"Mohon maaf, Nona Jisoo tidak akan bisa pulih seperti sedia kala lagi. Kemungkinan kecil untuk sadar juga tidak ada bahkan jika itu hanya sekian nol persen. Secara medis, mati otak adalah keadaan permanen. Selama ini Nona Jisoo dapat bertahan karena ditemani oleh alat-alat penunjang kehidupan. Otak sudah tidak bisa lagi mengatur fungsi berbagai sistem organ tubuh. Dengan kata lain ia sudah meninggal secara medis. Sekarang keputusan ada di tangan kalian, yang kami lakukan sebagai tenaga medis hanya melakukan tugas kami. Jika kalian berinisitaf untuk menyumbangkan organ Nona Jisoo untuk orang lain, karena memang ada beberapa anak yang memerlukan donor organ kalian bisa mengatakannya kepada saya. Kalian tinggal menandatangi berkas persetujuan pendonoran organ. Sekali lagi saya mohon maaf, permisi."

Tidak ada kabar bahagia yang bisa mereka dengar, padahal dengan segenap pengharapan mereka memohon akan itu.

Air mata mengalir di setiap pipi orang yang mendengar kabar itu. Mereka sangat takut. Tentu. Tidak pernah terbayangkan sekalipun di benak mereka untuk memilih keputusan yang sulit ini.

Apalagi dihadapkan dengan pilihan kehilangan. Mereka yang baru saja mengetahui kebenaran yang telah disembunyikan. Mereka yang baru saja menyesali segala perbuatannya. Dan mereka yang selalu ada dalam suka maupun duka, dilingkupi dengan takutnya rasa kehilangan. Siapa yang pernah menginginkan untuk ada di posisi itu. Siapa yang mau merasakan apa itu kehilangan. Tentu saja satu orang pun tidak pernah.

"Permisi tuan, mohon maaf mengganggu. Kita harus pergi untuk menyelesaikan kasus yang melibatkan Tuan Im Taebin dan juga Tuan Song Jongho." ujar seorang bawahan Hangeng yang baru saja tiba.

Mereka harus menyelesaikan kasus ini terlebih dahulu, untuk mengetahui apa alasan dibalik kejadian itu semua. Hangeng pun mengajak Joongki untuk pergi. Dengan berat hati, Joongki pun meninggalkan keluarganya dan anak sulungnya.

"Aku pergi!" pamit Joongki lalu mengikuti langkah Hangeng menjauh.

"Yeobin-ssi, lihatlah keadaan Jisoo. Aku, Yifan dan juga Sunghee akan pergi dulu untuk mengurus sesuatu. Kalian para gadis, juga disini saja ya. Unnie kalian membutuhkan kalian. Jaga eomma kalian juga ya!" ketiga orang tersebut pun pergi meninggalkan tempat itu.

Yifan sebenarnya tidak setuju dan mengutarakan ketidaksetujuannya itu kepada ibunya. Namun Boah mengatakan bahwa mereka harus memberikan keluarga kandung Jisoo kesempatan untuk bersama dengannya.

🌺🌺🌺🌺

Kaki itu melangkah dengan goyah menuju ke arah orang yang sedang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Mata sembab dan juga terdengarnya sesekali suara sesenggukan dapat diketahui bahwa orang tersebut baru saja menangis, bahkan mungkin masih tapi dia menahan suara tangisannya tersebut.

Dia tidak sendirian, tetapi diikuti tiga pasang kaki melangkah di belakangnya dengan keadaan yang sama.

Air mata kembali deras mengalir saat mereka sudah berada tepat di samping brankar itu. Kedua tangan Yeobin menggenggam sebelah tangan Jisoo yang tidak terdapat infusan lalu membawanya ke dekapan.

Ia menunduk dalam dan menangis. Ya, hanya menangislah yang bisa ia lakukan sekarang.

Mengecup tangan putrinya lalu diletakkan di kepala.

"Annyeong putri eomma. Mianhae, eomma baru bertemu denganmu setelah sebesar ini. Mianhae, karena eomma sempat meragukan dirimu sebagai putri eomma. Mianhae, karena kau memiliki eomma dan appa yang jahat seperti kami." ujarnya dengan mengecup tangan Jisoo yang berada di genggamannya. Ia memandang wajah Jisoo lekat, ia kagum betapa cantik dan kuatnya putri sulungnya ini.

Ia kembali teringat ketika ia hendak melahirkan putri pertamanya ini, Jisoo tidaklah menangis ataupun bergerak seperti bayi pada umumnya. Ia memerlukan masker oksigen untuk membantunya bernafas namun juga kunjung tidak berhasil.

Dokter pun memutuskan untuk meletakkan Jisoo di atas dada Yeobin untuk mendengar detak jantung sang ibu. Saat itulah mereka sangat bersyukur karena telah mendapatkan Jisoo kembali.

Ia juga ingat ketika Jennie baru saja datang ke kehidupan mereka, Jisoo lah yang paling bahagia. Jisoo begitu sibuk, ia selalu menomorsatukan Jennie dalam segala hal.

Sebelum dia makan, ia akan memastikan Jennie makan terlebih dahulu. Jika dia ingin tidur, ia akan menemani Jennie tidur duluan. Dan jika Jennie sakit dia lah yang paling khawatir. Dia akan menangis, jika Jennie menangis. Dia tidak pernah tidur dengan nyenyak jika Jennie sakit, dia begitu sibuk menjaga adiknya walaupun Joongki maupun Yeobin sudah menyuruh untuk beristirahat terlebih dahulu.

Dia adalah tipikal kakak yang diidamkan oleh para adik.

Disaat dia juga mengetahui bahwa ibunya kembali mengandung adik untuknya, apalagi itu dua adik sekaligus. Kebahagiaan Jisoo bertambah berkali-kali lipat.

Ia juga menjadi seorang anak yang overprotective kepada sang ibu. Ia selalu menyuruh ibunya itu untuk duduk dan beristirahat saja. Jika Yeobin menginginkan sesuatu ia akan siap siaga untuk mengambilkannya. Bahkan jika Yeobin merintih kesakitan akibat tendangan dari calon bayi, ia akan menasihati adik-adik kecilnya itu, "Adik-adiknya unnie, jangan nakal ya sayang. Eomma kesakitan karena kalian tendang. Saranghae!".

Ia juga kembali mengingat saat ia menghukum Jisoo. Memukulnya dengan ikat pinggang, penggaris besi, mengurungnya di kamar seharian serta berbagai jenis hukuman lainnya.

Ia merasa bodoh dan jahat ketika mengingat itu semua, betapa tidak pantasnya dia untuk menyandang status sebagai seorang ibu.

Air mata tadi yang hampir hilang kini kembali hadir di wajahnya. Ia mengecup dahi Jisoo dalam, lalu mengucapkan kalimat penyemangat serta permohonan agar Jisoo masih memberikan dia kesempatan untuk menjadi seorang ibu yang baik untuk putri sulungnya itu.

Ia juga mengecup kedua mata Jisoo yang tertutup, mengecup kedua pipinya yang tirus, mengecu hidung mancung milik anaknya, lalu yang terakhir mengecup bibir berbentuk cinta milik putrinya itu dengan penuh kasih sayang.
















#HiEveryone

Back with new chapter. Jisoo kakak yang baik ya. Nggak kayak saya wkwkwk... kalau aku mah waktu adek sakit malah bilang gara-gara es tuh atau gak hp teroossss. Ya begitulah...

Selamat membaca semuanya, semoga menghibur ya.

Love you guys.

Flower Road | BLACKPINKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang