Setelah pulang dari tempat yang di maksud, Leo membawa Kevin, Lisa, dan Lila untuk makan siang. Leo baru saja membawa Kevin ke kuburan Ibunya, Ibu yang mungkin tidak Kevin ingat lagi wajahnya.
Untuk pertama kalinya Leo beranin mengajak Kevin ke sana karena percima saja menyembunyikan faktanya. Kevin juga semakin dewasa dan akan menanyakan keberadaan Ibunya esok.
Leo juga menceritakan semua kisah Ibu Kevin dan bagaimana ia mengenal Ibunya. Hanya satu yang mengangguk pikirannya,
"Jadi Papa bukan ayah Kevin?"
Bukan. Ia akan menjawab seperti itu, namun mulutnya tidak bisa berkata demikian. Ia tidak mau menyakiti Kevin dengan kenyataan yang begitu kejam untuk anak seusianya.
"Kevin anak Papa. Tidak ada yang berubah. Kevin tetap anak Papa."
Yah jawaban itu yang Leo bisa berikan. Setidaknya fakta yang selama enam tahun ia sembunyikan tidak lagi mengusiknya. Leo merasa sedikit lega.
Lisa dan Kevin sedang bermain game di ponsel mereka. Lila sedang duduk di sampingnya dan memakan eskrim yang ia pesan.
Leo membersihkan eskrim yang berantakan di mulut Lila dengan tangannya, hal itu membuat Lila mendongak. "Berantakan"
Lila menggeser tangan Leo di bibirnya dan membersihkan bibirnya dengan tangannya sendiri, "Oh, sorry"
Leo tersenyum dan merapikan rambut Lila yang turun, "Kamu harus mengikat rambut kamu, Lila"
"Iya nanti aku ikat"
Karena risih melihat rambut Lila yang terus turun, Leo membuka ikat rambut Lila yang membuat Lila menoleh ke arahnya, "Kamu ngapain?"
"Mengikat rambut kamu," kata Leo yang baru saja selesai mengikat rambut Lila. Ia membersihkan lagi eskrim di bibir Lila, "Kamu seperti anak kecil yang tidak pernah makan eskrim."
Lila tersenyum lebar, "Aku sudah lama tidak makan eskrim McD."
"Mau lagi?"
"Eh— enggak. Aku udah kenyang," ucap Lila. Padahal kalo makan eskrim sendirian, Lila bisa habis 3 McFlurru. Namun sekarang tidak, tidak di depan Leo.
Leo masih terus menatap Lila, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya. Lila yang sadar, kini balas menatap Leo dan mata mereka bertemu. Jantung Lila sepertinya tidak aman jika terus menatap mata Leo, ia segera mengalihkan pandangannya.
Leo tertawa, "Kamu salting?"
"E— apa?"
"Iya, kamu salting," Leo menarik dagu Lila agar mereka bisa bertatapan. Ia ingin memastiakn lagi tentang tawarannya, karena Lila belum memberi jawaban. "Bagaimana?"
Lila menatapnya bingung, ia mengerutkan dahinya tidak mengerti pertanyaan 'bagaimana?' yang Leo maksud.
"Jawaban kamu?"
Ah, itu maksudnya.
"Will you marry me, Lila?"
Jantung Lila berdetak semakin kencang seakan jantungnya ingin keluar dari dirinya. Pertanyaan yang Lila hindari namun akhirnya Leo menanyakannya. Sekarang atau tidak sama sekali, Lila.
Kamu harus menjawab sekarang, jangan lewatkan kesempatan ini Lila.
Lila mengalihkan pandangannya karena malu jika menjawab bertatapan seperti sekarang, "Yes, i will."
Leo mendengarnya dan ia tidak bisa menahan senyumnya. "Apa Lila? Aku tidak dengar. Kamu harusnya menatap aku agar aku dengar jawaban kamu."
Lila menatap dirinya dengan kedua pipi yang sudah memerah, "I said yes."
Leo langsung memeluk Lila seakan tidak ada yang memperhatikan mereka berdua. Leo melihat Kevin dan Lisa sedang menatap mereka bingung, namun untuk sekarang itu tidak penting yang terpenting Lila mau menikah denganya.
"Aku ingin mencium kamu, tapi anak-anak sedang memperhatikan kita," kata Leo tepat ditelinga Lila yang membuat Lila tersenyum dan ia yakin pipinya juga semakin memerah.
Leo melepaskan pelukan mereka dan masih menatap Lila yang masih malu karena pipinya memerah. Leo menautkan kedua tangan mereka. Tidak ada hari yang lebih baik dari hari ini, membayangkan Lila menjadi miliknya saja Leo sudah menjadi orang paling beruntung di dunia.
"Kevin bilang kamu menangis kemarin, are you okay?"
Lila mengangguk, "Iya tapi aku sekarang udah baikan," Lila menatap Leo dan tersenyum, "Berkat kamu."
"Apa yang membuat kamu menangis?"
"Papi"
"Papi kamu?"
"Iya Leo"
Leo melihat kesedihan di mata Lila, pasti hal yang menyakitkan baginya. "Papi nyakitin kamu?"
Dengan cepat Lila mengelengkan kepalanya, tidak menyakiti hanya saja harapanya terlalu tinggi.
"Aku kira dia rindu aku seperti aku merindukannya, tapi—" Lila menghembuskan nafasnya mengingat Papinya saat membuatnya sedih, kesal dan marah. "But he only loves my money. Aku kira Papi udah berubah jadi lebih baik nyatanya itu hanya harapanku saja. Papi tetaplah Papi. Tidak ada yang berubah dari dulu dan sekarang."
Leo merangkul Lila dan membiarkannya menangis di pelukannya.
Ini tidak sebanding dengan pelukan yang kamu kasih ke aku sebelumnya, kini biarkan aku membalasnya. Membalas pelukan kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Mom
ContoLila seorang ibu muda yang sudah menjadi single mom di usia 21 tahun.