with demian

5.1K 926 124
                                    

_bagian 13, with demian_

Ternyata jendela rusak ada fungsinya juga. Malam itu Rene dapat menyaksikan bulan dari tempat tidurnya. Meski cahayanya hanya setengah bundar, pesonanya menghiasi langit sama sekali tidak memudar. Mengingatkan Rene pada sosok pria bertopeng yang menolongnya tadi siang. Dia meninggalkan kesan gelap dan senyap, namun sorot matanya begitu teduh di saat bersamaan. Seperti pendarnya cahaya bulan.

Tangan Demian yang bergerak membuat Rene berpaling ke arahnya. "Eny," gumam pria itu bersuara serak, menegakkan badan sembari mengumpulkan kesadaran, "kamu belum makan malam, kan?"

Sejak kejadian tadi, Demian terus menjaga Rene di sisinya. Genggaman tangan pria itu tidak mengendur sedikit pun selama sang gadis tertidur. Sampai tanpa sadar dia ikut terlelap dalam posisi saling bergandengan.

Itu memang kebiasaan buruk Demian. Ketika Rene masih kecil, Mian seringkali menemani Rene tidur siang. Dia peluk dan tepuk-tepuk punggung mungil gadis itu agar cepat terlelap. Tapi pada akhirnya Demian yang lebih dulu nyenyak.

"Belum. Kakak juga belum, 'kan? Ayo kita makan bersama."

Awalnya Demian senang menerima ajakan Rene, tapi begitu atensinya tertuju pada leher gadis itu, dadanya meradang. "Eny sebaiknya ganti baju dulu. Untuk sementara gunakan pakaian yang menutupi leher sampai tandanya hilang. Jangan sampai Ayah melihatnya, ya?" pinta Demian kesal.

"Kenapa?"

"Itu bisa memicu perang dunia ke tujuh."

Rene tidak begitu mengerti maksud Demian, tapi gadis itu tidak membantah lagi. Dia segera mengganti pakaian dengan gaun piyama berkerah tinggi. Demian yang enggan meninggalkan sang adik hanya mau menutup mata sambil membalik badan selama Krista membantu nonanya mengganti pakaian.

"... 97 ... 98 ... 99 ... 100." Demian memberi Rene waktu hingga hitungan ke seratus. Namun begitu selesai menghitung, pria itu tidak bergerak dari tempatnya. Dia tetap menunggu Rene dengan sabar tanpa menuntut gadis itu agar selesai lebih cepat.

"Sudah!" seru Rene menghambur memeluk lengan Demian.

"Benar sudah selesai?" tanya Mian memastikan. Sementara matanya masih terpejam.

Sejak kecil Demian membiasakan diri untuk berhati-hati. Karena meskipun saudara, gender mereka berbeda. Demian adalah laki-laki normal. Rene juga sudah tumbuh dewasa. Interaksi fisik mereka ada batasnya. Tidak patut jika Demian bertindak senonoh, apalagi sampai melukai saudarinya.

"Sudah." Selepas Rene menjawab, barulah Demian berani membuka mata. Mereka pun jalan berdampingan menuju ruang makan setelah menyuruh pelayan menyiapkan makan malam. "Kakak pasti banyak kerjaan. Kenapa bersamaku terus?"

Pembagian tugas sudah dilakukan. Reyson dan Delein masih dalam pengejaran Tahanan 901. Demian-lah yang memegang tanggung jawab atas keselamatan Rene. "Supaya kalau ada apa-apa Kakak bisa langsung memasukkan Eny ke saku," candanya.

Rene terkikik geli. Lesung pipinya bersemi. Sampai Demian tak dapat mengalihkan pandangannya. Senyum Rene itu ... Manis sekali.

Begitu sampai di ruang makan, Demian menarik kursi untuk Rene. Di atas meja sudah tersedia beberapa menu makanan. Rene mengambil seporsi untuk dirinya dan untuk Demian sebelum fokus melahapnya.

Sedangkan Demian terdiam sejenak. Tatapannya tertuju pada karpet belakang. Dulu saat mereka pertama kali makan bersama, Rene kecil pernah jongkok di sana. Dia tampak kebingungan, seperti hewan mungil yang ditinggal induknya. Lalu kursi yang diduduki Rene sekarang, sebelas tahun lalu gadis itu masih kesulitan menaikinya. Dia bahkan naik seperti mendaki bukit bebatuan.

Young Lady's Bodyguards (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang