"Min pas kóntra sti moíra, ketika takdir melenceng dari yang seharusnya."
Aku hanya seorang gadis yatim piatu. Namun suatu hari ketika aku terbangun, hidupku sudah dikelilingi oleh ayah protektif dan tiga kakak lelaki yang super gila!
WARNING (16+)
...
Kaizel Arjen tidak mengenakan atasan apapun kecuali kemeja yang tersampir di bahu. Luka tusuk yang diperolehnya dari tombak Vlad baru saja dibalut rapi. Pria itu belum beristirahat sama sekali. Dia segera datang ke kamar Rene dan mengundang dua putranya untuk berunding.
Demian berdiri menghadap layar transparan di atas meja kerja Kaizel. Tangan kirinya yang retak akibat gigitan Remus digantung pada leher. "Berdasarkan pelacakan Delein, lokasi Eny ada di titik ini, Ayah." Demian memperbesar layar pada koordinat tersebut. "Dari satelit hanya terlihat seperti pulau kecil dengan reruntuhan. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Delein, kamu yakin ini tempatnya?"
Delein duduk bersandar sofa pink Rene. Kepalanya menengadah demi menghentikan perdarahan yang sedari tadi keluar dari hidungnya. "Kamu meragukan hidungku? Tidak lihat aku sampai mimisan begini?"
"Butuh berapa armada untuk mengepung pulaunya?" tanya Kaizel tidak lagi meragukan bakat putra ketiganya. Dia sudah yakin dengan kemampuan Delein. Sebab, beberapa tahun silam Reyson pun pernah melewati pulau tersebut.
Reyson suka mengarungi lautan. Dia bilang koordinat yang Delein tunjuk hanyalah sebuah pulau kecil dengan runtuhan yang sudah berlumut. Tidak mungkin Vlad memilih tempat yang ramai atau dekat peradaban. Jadi cukup masuk akal bila dia menyembunyikan putrinya di sana.
"Dilihat dari luasnya, jika ingin mengepung pulau ini setidaknya kita harus membawa 5-7 armada berisi 3-4 kapal perang tiap komandonya." Demian menjelaskan secara terperinci. "Pasukan angkatan laut milik kita tidak cukup kuat. Menurut saya kita butuh bala bantuan, Ayah."
Tak butuh waktu lama bagi Kaizel untuk memutuskan. "Tidak ada waktu untuk bekerjasama dengan negara yang bersekutu dengan kita. Kerahkan seluruh armada yang ada! Kita berangkat malam nanti!"
"Baik. Saya mengerti."
Kaizel mengeraskan rahang. Ini adalah kondisi darurat. Butuh waktu panjang untuk mengumpulkan pasukan dari negara lain yang bersekutu dengan Devinter demi mengepung satu pulau yang tak berpenghuni. Padahal dia harus segera menjemput kembali Rene-nya sebelum Malam Kebangkitan terjadi.
"Delein."
"Ya?"
"Perketat penjagaan Infernum. Jangan sampai Reyson lepas selangkah pun."
"Baiklah."
Entah siapapun Pilar Bumi yang asli, Reyson atau Tahanan 901, Rene tidak boleh berada di jangkauan mereka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Apa hanya perasaanku sipir yang berjaga hari ini tiga kali lipat lebih banyak dari biasanya?" celutuk seorang tahanan yang menempati meja seberang dari tempat Reyson dan Gilios menyantap makan pagi mereka.
"Menurutku juga begitu," sahut temannya.
Reyson mengunyah makanannya dengan lahap. Namun atensi pria itu tertuju pada keberisikan anak buah Gilios, sementara minatnya diam-diam mencurigai para sipir yang hari ini memang tampak berbeda. Jumlah mereka lebih banyak dari biasanya dan firasat Reyson mengatakan para sipir itu terus mengawasinya. Apa karena kemampuanku bermain voli kemarin terlalu mencolok?