Demian mengira bayangan yang berjalan dari bawah celah pintunya adalah para pelayan yang pura-pura menjadi peri gigi. Anak lelaki itu kemudian bangkit terduduk, mengucek matanya beberapa kali. Bayangannya sudah tidak ada.
Apa aku tadi salah lihat?
Bukan Mian namanya jika belum mendapatkan jawaban. Bocah berpiyama biru itu lantas turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah pintu sambil sesekali menguap. Dia menyembulkan kepalanya keluar, menoleh ke arah kanan dan kiri. Tidak ada seorang pun di sana kecuali seekor dinosaurus kecil yang merayap sendirian melewati lorong mansion.
"Hmm?" Mian mengucek matanya lagi, memastikan indera penglihatannya tidak salah tangkap. "Eny?"
Astaga, dino mini itu benar-benar adik perempuannya. Demian tanpa pikir panjang langsung mengejar, menutupi jalan Bell dengan jongkok di depannya. "Eny mau kemana?"
Sungguh pintar bayi itu. Dia seolah mengabaikan Demian dengan melewatinya begitu saja. Belum menyerah, Mian coba menggeser kursi panjang tanpa sandaran yang kebetulan ada di lorong membuat posisinya menjadi melintang.
Bagai ninja warior, Rene berhasil melewati rintangannya tanpa kesulitan. Berdiri sambil berpegangan, merambati kursi, tengkurap di atasnya, lalu turun, dan kembali merangkak melanjutkan perjalanannya lagi. Demian yang menyaksikan perjuangan sang adik sembari menopang dagu pun bergumam takjub. "Gigihnya."
Karena tak mau dihentikan, Mian akhirnya mengekorinya saja. "Bukankah kotor jika Eny merangkak begitu?"
Bell kecil hanya mendongak ke atas sekilas. Bibirnya sibuk menghisap dot. Demian jadi bertanya-tanya, sebenarnya bayi ini mau pergi kemana tengah malam begini?
"Sini, biar Kakak gendong saja," kata Mian akhirnya. Anak lelaki enam tahun itu pun membopong adik perempuannya melewati lorong mansion yang panjang walau dia tampak kesusahan. Tidak apa-apa Demian kelelahan, yang penting Eny-nya terhindar dari kuman dan kotoran.
Tak ... tak ... glutak!
Mian membawa Bell ke dapur dimana terdapat sumber suara. "Mari kita lihat apakah di sana ada tikus?" Demian aktif mengajak adiknya bicara.
Pelaku pembuat suara itu ternyata adalah anak laki-laki tiga tahun yang sedang menggeledah isi lemari makanan. Dia memanjat kursi dan beberapa benda yang sengaja ditumpuk diatasnya.
"Sedang apa kamu?" pergok Mian.
"Atu lapal," sahut Del tanpa menoleh.
"Semalam, 'kan, kamu sudah menghabiskan tiga porsi makan."
"Muntin talena cebenalnya atu olang dewaca. Dadi polci matantu duga cepelti olang dewaca."
"Apa yang kamu cari? Itu, 'kan, tempat penyimpanan gandum."
Del membatu. Jadi pencariannya selama hampir satu jam ini sia-sia? Lantas ditengoknya roti tawar yang sudah dia siapkan di atas meja dengan sedih. "Atu cali celai."
Demian terpaksa memberi tahu Delein dimana koki biasa menyimpan selai. "Selainya ada di atas lemari gandumnya."
"Benaltah? Dalimana tamu tahu?!" Mata bulat Del berbinar bahagia.
Tentu saja Mian tahu. Di masa lalu, saat Kaizel pergi untuk menjalani misi yang panjang dan mansion dikuasai oleh Marien, Demian nyaris tidak pernah diberi makan. Sampai tiap malam Mian menyelundup ke dapur untuk mencuri makanan-makanan yang layak dia makan. Berkat itu dia hafal dengan struktur dapur dan tempat penyimpanannya.
Mempercayai ucapan Mian, Del berjinjit mencoba meraih kotak penyimpanan selai. Namun sayang sekali, tinggi tubuhnya kurang mendukung. "Mian ..., atu tak bica ... melaih ... celaitu," lirihnya sambil berusaha meraih kotak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Lady's Bodyguards (TAMAT)
Fantasi"Min pas kóntra sti moíra, ketika takdir melenceng dari yang seharusnya." Aku hanya seorang gadis yatim piatu. Namun suatu hari ketika aku terbangun, hidupku sudah dikelilingi oleh ayah protektif dan tiga kakak lelaki yang super gila! WARNING (16+) ...