Bab 1 | Awal Bagi Ona

347 25 3
                                    

Febiona Azara

Aku tak tahu apa yang membuatku tiba-tiba mau-mau saja dijadikan babu oleh Dion. Samua ini berawal dari lelaki berparas imut itu baru saja mengabariku kalau sedang membutuhkan flashdisk yang kupinjam darinya beberapa hari yang lalu. Setelah berdebat cukup panjang di roomchat, akhirnya dia menyuruhku untuk segera mengembalikan benda tersebut sekarang juga. Sebab esok hari ia akan melakukan presentasi yang sialnya file untuk bahan presentasi itu ada di flashdisk ini. Jadi, sekarang aku terpaksa pergi ke kampus pada malam hari begini.

Iya, terpaksa! Aku merasa terpaksa karena lelaki itu telah mengganggu waktu istirahatku. Padahal jadwalku mengajar di bimbel malam ini sedang kosong. Sangat pas bukan buat goleran di atas kasur sembari menonton drama korea?

Oh, ya! Sedikit cerita tentang Dion. Kemarin lelaki itu sempat menjadi ketua di kelompok KKN-ku. Aku, Dion, dan juga Rara secara kebetulan ditempatkan dalam satu kelompok.

Entahlah konspirasi macam apalagi yang alam semesta berikan padaku. Padahal semenjak aku putus dengan Kak Brian, aku berusaha sebisa mungkin untuk menjaga jarak darinya. Termasuk juga dengan sahabat-sahabatnya.

Terlalu banyak hal yang kuceritakan, membuatku lupa kalau aku sedang diburu waktu. Setelah mengunci pintu kamar indekosku, aku lantas berlari tunggang langgang menuju kampus. Sayangnya apa yang terjadi saat aku sampai di sana? Lelaki itu malah meninggalkanku begitu saja.

Seketika itu aku dibuat emosi olehnya. Namun karena tak mau membuang-buang waktuku yang berharga, aku pun memutuskan untuk segera menelponnya. Namun, sial sekali Dion tak kunjung mengangkat telepon itu. Hingga pada percobaan ketiga, sambungan telepon tersebut akhirnya terhubung juga.

"Yon! Lo di mana? Gue udah di depan kampus nih!" cecarku dengan napas sedikit terengah-engah akibat terlalu lelah berlari.

"Eh, sorry, Na. Gue udah berangkat ke tempat gue manggung malam ini."

Oh, shit!

Ingin sekali aku mengumpatinya saat itu juga. Namun, aku tersadar kalau sedang berada di tempat umum. Bisa-bisanya dia malah meninggalkanku di saat aku sudah lelah-lelah berlari ke sini. Benar-benar tidak setia kawan!

"Lo gimana sih?! Gue 'kan udah bilang, tunggu lima menit aja apa susahnya, hah?!" omelku tanpa jeda.

"Ya maaf, Na. Tadi gue datengnya udah telat banget. Jadi, Bang Sigit nyuruh cepat-cepat berangkat."

"Ya terus, gue gimana dong?" tanyaku dengan nada melemah.

Aku benar-benar sudah putus asa sekarang. Meskipun diriku sangat marah padanya, tapi tetap saja aku jadi merasa tidak enak. Barang yang ia butuhkan masih dalam genggamanku. Jadi, aku merasa sangat bersalah sekali kalau besok ia sampai tak berani menghadiri kelas karena kebodohanku.

"Hehe.. ke sini aja gimana?"

Di luar dugaan Dion malah tertawa tanpa dosa. Solusi yang ia tawarkan juga tak menyelesaikan apapun. Mana mungkin aku berlari lagi ke tempat di mana dia manggung sekarang? Yang ada nanti malah kakiku yang lecet!

"Terus gue naik apa, bodoh?! Lo 'kan tahu gue gak ada kendaraan!"

"Gue pesenin ojol, gimana?"

Kuhembuskan nafas panjang. Seketika aku lelah menghadapi kelakuannya yang mau menang sendiri. Namun, aku harus tetap berusaha mengatur emosi yang sudah mencapai ubun-ubun.

"Oke, gue titipin ke abangnya aja kalo gitu," putusku sedikit menggeram.

Kalau boleh jujur, aku begitu lelah menghadapi kelakuan cowok yang banyak maunya ini. Semakin lama aku mengenal dia, ternyata aku baru menyadari kalau Dion itu termasuk tipikal cowok yang ribetnya minta ampun. Bahkan aku yang notabene sebagai cewek saja malas sekali kalau diajak bertele-tele.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang