Bab 32 | Kejutan

100 11 1
                                    

Brian Adam

Saat ini aku tengah menunggu Ona keluar. Sedari tadi yang kulakukan hanya mondar-mandir di depan pintu dengan tertempel sebuah papan kecil bertuliskan "Laboratorium Bengkel Kerja". Perasaanku campur aduk. Aku tak dapat duduk dengan tenang seperti yang dilakukan Rara dan Dion. Lagipula siapa yang tidak ikut khawatir ketika orang yang disayangi tengah menempuh ujian penting untuk meraih gelar S1-nya.

Ya, seperti yang kalian lihat. Tadi pagi aku memutuskan untuk datang ke sini bersama dengan Dion. Laki-laki yang satu tahun lebih muda dariku itu benar-benar berhasil menyeretku untuk datang kemari. Entah mantra apa yang ia rapalkan, sehingga aku berhasil mengesampingkan rasa bimbangku kemarin.

Setelah menunggu selama kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya ruangan itu terbuka dari dalam. Satu persatu orang yang tak kukenal keluar dari sana. Hingga pada akhirnya aku tak sengaja berpapasan dengan mama.

"Mama," gumamku seraya menggaruk tengkuk yang tak gatal.

Mama tersenyum penuh arti padaku.

"Jangan lupa kasih dia selamat!" pesannya.

Aku lantas mengangguk kikuk seraya berkata, "Iya, Ma."

Kupikir setelah itu ia akan langsung pergi meninggalkan kami semua. Namun, nyatanya wanita itu malah maju satu langkah lebih dekat lagi padaku.

"Nanti jangan grogi loh, kalau bisa langsung ajak nikah dia aja!" bisiknya disertai senyuman jahil.

Aku hendak melayangkan protes, tapi tama sudah berlalu terlebih dahulu.

"Kata Tante apaan, Bang?" tanya Dion penasaran.

"Ck! Kepo aja lo!" balasku sembari mendorong pelan kepalanya hingga membuat lelaki itu sontak mendengkus sebal.

"Pelit lo!" cibirnya. Sedangkan Rara hanya tertawa saat menyaksikan pertengkaran kecil kami.

Tak berselang lama kemudian, seseorang yang kami tunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Ona keluar dari dalam ruang itu dengan raut wajah bahagia. Sayangnya hal tersebut tidak berlangsung lama, sebab ketika bola matanya tak sengaja bersibobok denganku, buru-buru ia merubah ekspresinya menjadi datar.

 Sayangnya hal tersebut tidak berlangsung lama, sebab ketika bola matanya tak sengaja bersibobok denganku, buru-buru ia merubah ekspresinya menjadi datar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diam-diam aku meringis saat tahu bahwa kini ia tengah memandangku dengan sinis. Seakan aku adalah musuh terbesarnya.

Aku mendesah panjang. Sebelumnya aku sudah mengira kalau ini akan terjadi. Dia pasti sedang marah padaku, karena akhir-akhir ini pesannya sering kuabaikan.

"Oneng! Aduh, selamat ya bestie! Semoga ilmu yang lo dapetin bermanfaat nantinya," seru Rara senang.

Sepasang sahabat itu lantas berpelukan erat di depan kami. Setelah pelukan mereka terlepas, kini giliran Dion yang mendekat.

"Wuih! Selamat, Neng Cantik. Akhirnya lo dapat gelar sarjana sepeda di belakang nama," ucapnya ngawur.

Aku menggelengkan kepala mendengar candaan Dion yang telampau garing. Sedangkan di sisi lain Rara tak tanggung-tanggung langsung melayangkan pukulan keras pada lengan laki-laki itu. Hingga sontak saja Dion langsung meringis kesakitan.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang