Bab 29 | Menghindar (?)

52 9 2
                                    

Febiona Azara

Aku baru saja berganti pakaian saat tak sengaja netraku menangkap pantulan mami di cermin. Maka sontak saja aku langsung membalikan badan. Namun ketika beliau mulai mendekatiku, pelan-pelan aku melangkah mudur.

Sayangnya pergerakanku harus terkunci karena tubuhku terkantuk lemari pakaian yang berada tepat berada di belakangku. Belum sempat memikirkan cara untuk kabur lagi, tiba-tiba mami sudah berdiri tepat di hadapanku. Tanpa banyak kata ia langsung memelukku etat. Hingga tubuhku sontak terdiam terpaku.

Cukup lama kami berada di posisi ini dan selama itu pula tak ada satupun dari kami yang berniat untuk membuka obrolan. Hingga pada detik berikutnya, mami yang pertama kali melepaskan pelukan ini.

"Mami udah tahu kebusukan Johan. Ternyata dia tidak sebaik yang Mami kira."

Aku mengernyitkan dahi saat wanita itu tiba-tiba membahas si psikopat gila. Butuh waktu beberapa detik untuk bisa mencerna ucapannya.

"Johan tidak menyakitimu 'kan?" tanya mami sekali lagi.

Tunggu sebentar! Bukankah seharusnya mami marah padaku karena memilih kabur dari rumah demi menghindari pertunangan sialan itu? Mengapa sekarang dia malah menatapku seakan ia begitu mengkhawatirkanku?

Ah, maksudku bukan perasaan khawatir karena anaknya pergi tanpa kabar, melainkan karena dia takut aku disakiti oleh laki-laki itu.

Aku menggelengkan kepala dengan ragu-ragu. Ingin sekali aku mengadu kepadanya soal perbuatan buruk apa saja yang pernah lelaki itu lakukan padaku. Namun, aku memutuskan untuk menyimpannya sendiri. Bukan karena aku rela diperlakukan buruk seperti kemarin. Namun, karena aku hanya tak mau memperpanjang permasalahan ini.

"Syukurlah kalau begitu," katanya seraya menepuk pelan pipiku. Wanita itu lantas tersenyum hangat padaku.

"Kamu jangan khawatir, pertunangan kalian udah Mami batalkan."

Mataku membulat sempurna ketika mendengar kalimat terakhir yang terucap darinya.

"Beneran, Mi?! Mami nggak bohong 'kan? Mami beneran udah batalin semuanya?" tanyaku bertubi-tubi bermaksud memastikan kalau apa yang ia katakan benar adanya.

Mami menganggukkan kepalanya seraya tersenyum lebih lebar lagi padaku.

"Maafin Mami ya, Sayang. Kalau saja Mami lebih percaya sama kamu, semua ini tidak mungkin terjadi."

Aku menangis haru mendengarnya. Maka tanpa banyak kata, aku pun langsung menghambur ke pelukannya.

"Ona juga minta maaf, Mi. Maaf kalau kemarin aku pergi gak bilang-bilang," ucapku dengan tulus.

"Iya, Nak. Sekarang Mami udah bebasin kamu. Terserah kamu mau dengan siapa, asal dia adalah alasan kamu bahagia."

Detik berikutnya mami melepaskan pelukan kami.

"Termasuk sama Ian?" tanyaku dengan hati-hati.

Mami mengangguk kembali.

"Terimakasih, Mami!" pekiku senang. Sedangkan mami membelai lembut rambutku. Tatapannya yang meneduhkan membuatku seketika merasa rindu. Sudah lama mami tak sehangat seperti ini. Apalagi semenjak hadirnya psikopat gila itu, membuat hubunganku dengannya mulai merenggang.

"Sekarang kamu istirahat ya," pintanya yang secepat itu langsung kubalas dengan anggukan kepala.

Saat wanita itu hendak beranjak pergi, aku lagi-lagi memanggilnya.

"Tolong jangan benci Kak Brian lebih dari ini! Dia juga nggak salah, Mi," pintaku padanya.

Aku menggigit bibir bawahku dengan perasaan cemas. Meskipun mami sudah memberikan lampu hijau terhadap hubungan kami, tapi aku masih takut kalau beliau masih menyimpan rasa dendam pada lelaki itu. Apalagi semenjak beliau tahu keadaanku dan alasan mengapa aku memilih putus darinya, mami seakan tak suka dengan Kak Brian.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang