Bab 30 | Bimbang

52 13 1
                                    

Brian Adam

Entah apa yang membuatku betah duduk berlama-lama bilik meja kerjaku. Padahal jam pulang kantor telah lewat tiga puluh menit yang lalu. Bahkan sekarang dapat kulihat satu persatu dari rekan kerjaku mulai meninggalkan ruangan ini.

Mungkin karena akhir-akhir ini banyak hal yang mengganggu pikiranku. Salah satunya tentang kelanjutan hubunganku dengan Ona. Jujur, sampai pada detik ini aku tak mengerti bahwa kami ini sebenarnya apa?

Aku sudah tahu kalau Ona masih mencintaiku. Ia bahkan mengaku secara terang-terangan di depanku bahwa gadis itu ingin kembali padaku. Namun setelah melihat reaksi maminya kemarin, ditambah fakta bahwa akulah alasan di balik batalnya acara pertunangan dia dengan lelaki pilihan keluarganya itu, membuatku akhirnya sadar bahwa sejak awal aku sudah kehilangan kesempatan kedua itu.

"Loh, Yan? Gak pulang lo?"

Tiba-tiba suara Pak Juan membuyarkan lamunan panjangku. Tampaknya ia berniat pulang ke rumah setelah berhasil merampungkan seluruh pekerjaannya.

Aku menegakkan punggung, sebelum akhirnya menjawab, "Nanti ajalah, Pak. Gue lagi males nyetir."

Selain asyik duduk melamun, alasanku untuk tidak segera bergegas pulang adalah malasnya menyetir di jam-jam sibuk seperti sekarang. Entahlah aku juga merasa heran. Sebenarnya kota ini tidak sebesar kota metropolitan seperti ibukota. Namun ketika jam pulang kantor tiba, jalanan di luar sana selalu terlihat macet. Mungkin populasi tenaga kerja di kota ini mulai melonjak drastis. Sehingga tak jarang terjadi kemacetan di mana-mana.

Samar-samar dapat kudengar helaan napas beratnya. Baru detik berikutnya kulirik sekilas pria itu sudah mengambil tempat duduk tepat di sampingku.

"Masalah Ona lagi ya?" tebak lelaki itu tepat sasaran seraya menyandarkan punggungnya pada kursi putar yang entah ia dapat dari mana.

Bukannya menjawab, aku malah ikut-ikutan menghela napas sama sepertinya.

"Emangnya kalian kenapa lagi? Berantem?"

"Nggak ada apa-apa sih, Pak," ucapku berbohong.

"Nggak ada apa-apa atau kamunya yang ada apa-apa?"

Sontak aku langsung terdiam saat mendengar pertanyaan menohoknya itu. Pak Juan kembali membetulkan posisi duduknya, lalu menatapku lamat-lamat.

"Dia gak mau lo ajak balikan?"

Aku mendengkus seraya menatapnya sinis.

"Mana berani saya, Pak!"

"Ah, cemen lo!" ejeknya.

Aku mencabikkan bibirku seraya membuang muka. Dalam hati ingin sekali aku mengelak. Namun, sialnya ejekan tersebut memang terbukti seratus persen benar adanya.

"Dia udah punya orang lain sekarang. Jadi, udah gak ada lagi kesempatan buat gue," jawabku sedikit mendumel layaknya seorang anak kecil yang sedang mengadu.

Tiba-tiba lelaki itu menjentikan jari tepat di hadapanku.

"Ini nih yang bikin gue ogah sama lo. Lo itu terlalu sotoy, Yan!"

"Sotoy apaan?! Gue udah tahu semuanya, Pak. Lo sengaja 'kan gak ngasih tahu gue kalo mereka kemarin harusnya tunangan?"

Samar-samar dapat kulihat ia tersenyum padaku. Namun, aku tahu arti dibalik senyumannya itu.

"Iya, sorry deh gue emang sengaja gak ngasih tahu lo. Tapi, Yan! Asal lo tahu aja kalo sekarang mereka beneran gak jadi nikah."

"Hah, serius?! Tapi kok bisa?" sahutku seraya membulatkan mata. Seketika jiwa penasaranku mulai bangkit.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang