Bab 25 | Balikan

124 16 2
                                    

Brian Adam

Dalam temaramnya lampu kamar, aku sedang sibuk memandangi wajah damai milik seorang gadis yang namanya masih bersarang di hatiku. Sungguh hingga kini aku tidak pernah menyangka bahwa setelah sekian lama diriku akhirnya bisa mengutarakan perasaanku. Hatiku lega, walaupun caranya harus melalui berbagai macam drama terlebih dahulu.

Saat ini Ona baru bisa memejamkan matanya. Sengaja memang kubiarkan dia berbaring di atas ranjangku. Sedangkan aku masih setia menemaninya.

Setelah melihatnya menangis tersedu-sedu, hatiku serasa sakit sekali. Sungguh sampai sekarang aku masih belum bisa melupakan raut wajah yang menyiratkan rasa keputus asaan yang begitu mendalam.

Aku memang tak tahu hal apa yang telah terjadi padanya. Bahkan hingga saat ini gadis itu juga tak mau mengaku. Namun, yang jelas aku tak mau memaksanya untuk bercerita padaku.

Aku yakin sekali kalau hal itu ada kaitannya dengan laki-laki sombong yang beberapa minggu lalu pernah aku temui. Sebab menurut cerita dari Ojan, Ona memang sering menangis bila sedang bersama dengannya.

"Ian, kamu kenapa?" tanya gadis itu dengan suara lirih. Kedua bola matanya memandangku lurus. Sepertinya dia terbangun karena tiba-tiba tanganku berhenti mengusap lembut surainya.

Kubalas dia dengan senyuman tipis sembari menggeleng kecil.

"Nggak papa. Ayo tidur!" ajakku seraya mengeratkan kembali pelukan kami.

Ona lantas mengangguk dengan patuh. Kini dia kembali menenggelamkan wajahnya ke dalam pelukanku. Cukup lama kami bertahan di posisi ini. Sedari tadi aku tak bisa berhenti untuk terus tersenyum. Hatiku terasa berbunga-bunga. Sepertinya sudah lama sekali ia tidak memanggilku dengan nama kecilku itu.

Setelah memastikan gadis itu sudah benar-benar tertidur dengan nyaman, aku lantas beranjak turun dari tempat tidur. Baru saja aku ingin membenahi letak selimutnya, gadis itu malah terjaga kembali.

"Mau ke mana?" tanya Ona seraya menahan pergerakan tanganku.

"Tidur," jawabku singkat.

"Iya, tapi kenapa harus turun?"

"Loh, aku 'kan tidur di luar, Bi," ucapku dengan polos.

Keheningan tercipta untuk beberapa saat, sebelum akhirnya ia kembali berkata, "Gak bisa ya kamu tidur di sini aja?"

Pertanyaannya cukup membuatku terlonjak kaget. Aku tak menyangka kalimat seperti itu bisa terlontar dari bibirnya. Yang kutahu selama ini Ona bukan tipikal orang yang suka bermanja-manja pada orang lain. Gadis itu pembawaan lebih terkesan cuek, tetapi sangat perhatian. Sebaliknya malah diriku yang lebih sering minta dimanja olehnya.

"Terus kamu?" balasku dengan alis mengerut dalam.

"Temeni aku di sini," ucapnya memohon.

Bukannya langsung menjawab, diriku malah sibuk menimang-nimang jawaban. Sebenarnya ada apa ini? Apa jangan-jangan dia masih mau mendesakku untuk 'tidur' dengannya?

"Tenang aku gak bakal maksa kamu buat lakuin hal itu lagi," jelasnya seperti tahu tentang isi kepalaku saat ini.

Seperti tersihir akan tatapannya yang lembut itu, tanpa sadar diriku malah menganggukkan kepala. Hingga dalam sekejap aku kembali membaringkan diri di sampingnya. Sekarang untuk kedua kalinya kami tidur di atas kasur yang sama.

Ya, tidur. Benar-benar hanya terbaring dan memejamkan mata.

"Selamat malam, Ian," bisiknya lembut tepat di depan telingaku. Tak sampai di sana, gadis itu juga bahkan menghadiahiku sebuah kecupan singkat di bibir.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang