Bab 19 | Guard You

121 19 0
                                        

Brian Adam Alvaro

Setelah hampir terlibat perkelahian dengan pria sombong itu, aku memutuskan pergi dari aula gedung tersebut. Sebelumnya diriku tidak pernah menyangka kalau pada akhirnya aku pulang dengan perasaan kecewa lantaran gadis yang kucintai kini digadang-gadang akan bersanding dengan orang lain. Bahkan lebih parahnya lagi ketika tatapan kami bertemu, gadis itu tampak enggan menjelaskan semuanya padaku.

Sesungguhnya kalau ditanya apakah aku patah hati? Ya jelas, sudah pasti itu. Namun daripada memikirkan hal tersebut, aku lebih merasa kasihan padanya. Apalagi setelah mendengar cerita asli dari Pak Juan beserta Ojan tadi.

Wajar kalau aku marah. Hingga ingin sekali rasanya aku merebut Ona dari pria sombong itu. Namun, jalanku sepertinya tak akan mudah karena aku harus berhadapan dengan mami serta saudaranya yang lebih berpihak pada pria itu.

Kalian tahu mengapa aku sangat menyesal sekarang? Sejak awal aku memang sudah salah. Aku sadar bahwa usahaku selama ini kurang maksimal dalam mendekati gadis itu lagi. Aku terlalu lama membuang-buang waktu. Hingga akhirnya semua ini terjadi. Padahal diriku harusnya sudah siap ketika gadis itu membunyikan sinyalnya.

Aku menghela napas panjang, entah untuk kesekian kalinya. Terhitung sudah setengah jam yang lalu aku mencoba memejamkan mataku. Namun, kenyatanya sangat sulit. Tak tahu sudah berapa kali diriku merubah posisi untuk bisa tertidur dengan nyaman. Sayangnya tetap saja hal tersebut tidak pernah berhasil.

Akhirnya aku jadi frustasi sendiri. Segera aku bangun, lalu duduk di atas tempat tidur. Kuusap wajahku dengan gusar. Tiba-tiba hatiku menjadi gelisah. Firasatku mengatakan tak enak. Sepertinya ada sesuatu yang buruk akan terjadi.

Selang beberapa detik kemudian ponselku tiba-tiba bergetar. Ternyata ada sebuah panggilan masuk. Kuraih benda tersebut yang kebetulan tergeletak di atas nakas. Sejenak sebelah alisku terangkat ke atas, aneh mengapa Pak Juan menelponku pada malam hari begini? Bukankah seharusnya dia menikmati malam pertamanya dengan sang istri?

Tanpa mau membuatnya menunggu lebih lama lagi, akhirnya aku menggeser tombol hijau itu ke atas, hingga sedetik kemudian sambungan telepon pun mulai terhubung.

"Halo. Ada apa, Pak?" sapaku.

"Bri, gawat!"

Belum apa-apa, lelaki ini tiba-tiba panik. Seakan dirinya sedang dalam situasi yang genting.

"Gawat kenapa sih, Pak? Kamu kalo gugup gara-gara gak tau cara memulai ritual malam pertama gak usah lebay gitu," candaku seraya terkikik geli.

"Sembarang kamu kalo ngomong!"

Suara tawaku semakin meledak tatkala mendengarnya tengah mendengkus sebal.

"Ck! Malah ketawa lagi! Sekarang bukan saat bercanda ya. Aku serius tau."

"Oke, aku minta maaf. Emangnya ada apaan sih? Kok kamu jadi panik gitu?"

"Aku butuh bantuanmu sekarang," katanya.

Kembali aku menaikan sebelah alisku. "Hah? Butuh bantuan gimana?" tanyaku penasaran.

"Bantuin aku buat jemput Ona sekarang juga. Barusan dia nelpon ngabarin kalo udah diturunin di tengah jalan sama laki-laki brengsek itu."

Secepat kilat aku langsung beranjak turun dari tempat tidur. Dengan langkah seribu aku segera berlari menuju ruang tengah untuk mencari kunci mobil. Seingatku benda tersebut tadi kusimpan di laci meja televisi.

"Terus sekarang dia ada di mana, Pak?" tanyaku tak kalah panik, sedangkan sebelah tanganku sibuk mencari-cari benda itu.

"Di sekitar jalan Diponegoro."

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang