Bab 4 | Happy Graduation, Ian

158 22 8
                                    

Febiona Azara

Malam ini aku duduk termenung di atas karpet berbulu dalam kamarku. Di depanku kini sudah ada sebuah kotak kecil berwana putih dengan berhiaskan pita merah. Tadi sebelum pulang dari mengajar, aku sempat bertemu dengan Chandra. Dia sengaja mampir ke bimbel sebentar untuk menyerahkan tie clip yang kupesan minggu lalu.

Sekarang aku jadi bingung, harus kuapakan benda ini? Apa mungkin kubiarkan saja tersimpan dalam lemari? Lagi pula mana berani aku menemui lelaki itu lagi. Ditambah tiba-tiba aku memberikan sebuah hadiah untuknya.

Tok.. tok.. tok..

"Neng!"

Seketika itu aku langsung terperanjat saat suara ketukan pintu menyapa pendengaranku. Buru-buru kusimpan kembali kotak itu di atas meja belajar. Lalu aku segera membukakan pintu untuk Rara.

"Lama banget! Lagi boker ya?" dumelnya seraya berjalan masuk ke dalam kamar.

Saat ini gadis itu sudah duduk selonjoran di atas karpet. Setelah menutup pintu kembali, aku pun ikut bergabung bersamanya.

"Nggak, cuman lagi males turun dari kasur aja," jawabku beralasan.

Rara lantas mencabikan bibirnya. Sedetik kemudian dia tiba-tiba menjentikan jemarinya. "Eh, besok ikut gue yuk!" ajak gadis itu.

"Besok? Ke mana?" tanyaku dengan kedua alis yang mengerut dalam.

"Itu loh, besok 'kan Kak Wisnu sama Kak Jevan wisuda."

"Oh, jam berapa? Soalnya 'kan besok kita ada kelas pagi," tanyaku saat baru tersadar kalau kami besok masih harus menghadiri kelas Inovasi Pembelajaran di jam delapan.

"Ya, maksud gue habis selesai kelas, Neng. Dion juga ngajakin barengan kok!"

"Oh, liat nanti aja deh, Ra."

"Kenapa? Lo mau stay di perpus? Rugi tau!"

Seketika aku menaikan sebelah alisku. Memangnya apa yang rugi dari menghabiskan waktu dengan belajar di perpustakaan?

Rara kembali mencabikan bibirnya. "Kak Brian juga wisuda, Neng!" ucapnya yang tampak sedikit gemas karena aku tak kunjung menangkap maksudnya.

Aku langsung terdiam setelah mendengar Rara tiba-tiba menyebutkan nama lelaki itu. Perlahan hatiku meragu. Sekilas sebuah ide tiba-tiba terlintas di otakku. Ini mungkin bisa menjadi kesempatan bagus untuk menyerahkan hadiah itu padanya. Namun, tetap saja aku masih gengsi untuk mengiyakan ajakan Rara itu.

"Neng!" sentak Rara sembari menggoyang pelan bahuku.

"Hmm?" gumamku langsung tersadar dari lamunanku. Kini aku kembali menatap matanya lagi.

"Kenapa malah ngelamun? Lo masih gak suka ya kalo berurusan lagi sama dia?" tebak gadis itu.

Namun bukannya menjawab, diriku malah menundukan kepala, tak berani menatapnya lagi. Kugigit bibirku kuat-kuat serta mataku juga ikut bergerak gelisah. Hingga akhirnya dia mendesah panjang.

"Emang kenapa lo musti ragu, Neng? Lo sama dia 'kan udah putus secara baik-baik. Terus apa salahnya kalo lo mencoba menyambung tali silahturahmi?"

Aku langsung tertohok mendengar penuturannya tersebut. Menurutku apa yang dikatakan oleh gadis itu memang benar adanya. Jadi, apa yang musti kutakutkan sekarang?

Bahkan sepertinya laki-laki itu tidak keberatan kalau aku datang hanya sekedar menemuinya. Lagi pula aku juga tidak terlalu mengharapkan hubungan kami kembali seperti dulu. Dengan dirinya yang tak lagi bersikap seperti orang asing saja, sudah cukup membuatku senang.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang