Bab 24 | Hari yang Melelahkan

90 17 3
                                    

Brian Adam

Di dalam ruangan berukuran lima kali enam meter ini, aku tengah menyibukan diri di depan komputer. Sedari tadi jemari tanganku terus menari-nari di atas keyboard. Kalau kalian penasaran bagaimana dengan hariku? Maka aku tak segan-segan menjawab kalau itu benar-benar buruk.

Seharian ini kesabaranku seperti sedang diuji. Bahkan secara terus-menerus emosiku dibuat naik turun seperti rollercoster. Sehingga tak heran kalau aku tiba-tiba mengumpat karena hal kecil.

Awalnya semua ini bermula ketika Pak Juan tiba-tiba mengajukan cuti nikah. Jadi, mau tak mau aku yang harus meng-handle semua pekerjaannya. Aku tahu sebenarnya dia tak bermaksud mengajukan cuti secara mendadak. Namun karena surat ijinnya baru bisa di-acc beberapa hari yang lalu, maka kesannya jadi seperti libur secara tiba-tiba. Alhasil aku tidak bisa seenaknya menyalahkan dirinya.

Dalam sekali tekan tombol enter, pekerjaanku akhirnya selesai juga. Sejenak aku meregangkan otot punggungku yang terasa kaku, lalu kusandarkan tubuh ini pada kursi putar. Sedetik kemudian aku menghela napas panjang ketika bola mataku tak sengaja melirik jarum jam yang menempel di dinding. Ternyata tanpa kusadari hari sudah hampir menginjak larut malam. Pantas saja sedari tadi suasana ruangan ini terasa sepi sekali. Ternyata teman-temanku sudah pada pulang ke rumahnya masing-masing.

Akhirnya tanpa membuang-buang waktu lagi, aku segera bangkit dari tempat duduk, lalu bergegas mengemasi barang-barangku. Saat ini aku hanya ingin pulang dan segera beristirahat. Sebab sekujur tubuhku terasa remuk sekali, terutama di bagian pinggang dan pantatku.

***

Aku tiba di apartemen tepat pada pukul sebelas malam. Seperti biasa ketika melihatku baru membuka pintu, Chilo langsung berlari cepat menghampiriku. Setelah pintu apartemen tertutup, kucing tersebut lantas berjalan sambil berputar-putar mengelilingi kakiku.

"Ndut, udah makan belum?" tanyaku padanya. Saat ini aku sengaja menyejajarkan tinggiku dengannya.

"Meong.. meong.."

Aku tersenyum gemas ketika melihatnya sengaja memasang tampang memelas di hadapanku. Sekarang aku paham arti dari tatapannya itu. Segera kugendong tubuhnya, lalu membawa kucing itu ke dapur. Di sana tanganku langsung membuka lemari bagian atas.

Setelah menuangkan dry food ke dalam wadah khusus, kucing gendut itu langsung lepas dari gendonganku. Sontak saja tawaku langsung pecah saat itu juga karena melihatnya yang sudah tak bisa menahan rasa lapar lagi.

"Heh, laper ya lo? Lahap banget makannya," godaku sembari mencolek kecil tubuhnya.

Tidak ada jawaban darinya. Kuncing gendut itu masih serius melahap makanannya.

"Sorry ya, hari ini babumu terpaksa lembur sampai pulang malem."

Lagi-lagi dia tak merespon ucapanku. Sebaliknya aksi kurang ajarnya itu sukses membuatku berdecak sebal. Bagaimana tidak, kucing gendut itu sepertinya sengaja berdiri sambil membelakangiku. Sehingga sekarang aku bisa melihat pantatnya yang sexy terpampang dengan sangat jelas.

"Ck! Gak sopan lo!" cibirku.

Setelah memastikan semuanya aman, aku lantas beranjak pergi. Karena merasa tubuhku lengket sekali, maka aku memutuskan untuk segera membersihkan diri.

***

Sekitar setengah jam kemudian, aku baru keluar dari kamar. Kini aku sudah berganti pakaian yang biasa kukenakan ketika di rumah. Hanya dengan memakai kaos putih polos serta celana training favoritku, aku lantas berjalan santai menuju dapur.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang