Bab 22 | Menghitung Hari

66 13 0
                                    

Febiona Azara

"Ingat ya! Pokoknya besok lusa kamu harus pulang sama Soraya. Mami gak mau tahu, entah itu urusan kuliah belum kelar atau unplag yang nggak beres-beres itu, pokoknya kamu harus tetap pulang besok, titik!"

Piip..

Aku menghela napas panjang ketika sambungan telepon itu akhirnya berakhir. Sudah hampir satu jam lebih mami mengoceh tanpa henti, hingga membuat telingaku terasa panas saat mendengarnya.

Sejenak aku memijat pelan pelipisku yang terasa pening ini. Sedangkan laptop yang ada di hadapanku kini sengaja kubiarkan menyala tanpa kusentuh sama sekali. Sekarang suasana hatiku sedang jelek. Sehingga rasanya sangat berat sekali untuk meneruskan tugasku.

Padahal sebelum pukul tiga sore nanti, aku sudah harus menyetorkan revisian bab tiga ke resepsionis perpustakaan untuk dicek plagiasinya. Awalnya semua ini bermula ketika beberapa jam yang lalu aku baru mengetahui kalau hasil plagiasi bab tigaku itu ternyata melebihi dua puluh persen. Sehingga mau tak mau aku harus memperbaikinya lagi.

Sebenarnya keributan yang baru saja terjadi karena aku ingin mengabari mami kalau aku tidak bisa pulang besok pagi bersama Kak Soraya. Bukannya aku tak mau, tapi karena semua rencanaku tiba-tiba jadi berantakan. Padahal menurut perkiraan, aku bisa pulang ke rumah ketika semua urusanku di sini sudah selesai. Sehingga membuat hatiku sedikit lebih tenang.

Mungkin sebagian dari kalian bingung, mengapa mami sampai segitunya menyuruhku pulang pada akhir pekan ini. Yup, tepat sekali! Acara lamaranku akan diadakan esok lusa. Tak terasa waktu dua minggu cepat sekali berlalu. Padahal seperti baru kemarin aku dibuat jengkel dengan sikap psikopat gila itu.

"Minum dulu, Kak."

Candra baru saja datang dan langsung meletakkan jus alpukat pesananku tepat di samping laptop. Kebetulan hari ini jadwal kuliahnya sedang kosong, jadi dengan sukarela dia menawarkan diri untuk menemaniku. Karena lelaki itu statusnya bukan merupakan mahasiswa dari kampusku, jadi akan sangat sulit kalau membawanya masuk ke perpustakaan. Secara dia ini tak memiliki akses semacam KTM. Jadi, akhirnya aku terpaksa mengajak dia ke kantin saja.

"Makasih," balasku disertai senyuman tipis yang kutujukan padanya. Aku lantas meraih gelas itu, lalu meminumnya sedikit demi sedikit.

"Tante ya?" tanya lelaki itu penasaran.

Aku mengangguk dengan lesu. Sebelum aku berkata, kuletakan kembali gelas itu, "Iya, Mami nyuruh gue buat pulang besok bareng Kak Soraya."

"Lah, terus masalahnya apa?" tanya Candra seraya mengerutkan alisnya. "Emang Kak Soraya gak bisa barengin lo ya?" lanjutnya kembali.

"Bukan, tapi gue yang gak bisa pulang bareng dia. Soalnya besok musti ngurusin pendaftaran sidang skripsi dulu."

"Ya udah, sekarang Kak Ona tinggal jelasin semuanya ke Tante, beres 'kan?"

Seketika itu aku mencabikan bibir, seraya menatapnya sinis. Emang dia pikir enak tinggal ngomong semuanya ke mami?! cibirku dalam hati.

"Ya maunya gue sih gitu, Chan. Tapi karena Mami terlalu banyak alasan, jadi urusannya makin tambah ribet!"

Chandra hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihatku.

"Terus sekarang Kak Ona rencananya mau pulang naik apa kalo emang dipaksa bareng sama Kak Soraya?"

"Kalo itu sih gampang. Gue masih bisa naik bis kayak biasanya. Jadi mungkin sekarang tinggal bujuk Kak Soraya aja, supaya mau berangkat tanpa gue."

"Atau gue antar aja gimana?" tanya lelaki itu tanpa pikir panjang. Sejenak dia tampak tersenyum sambil menatapku dengan penuh harap. Tentu saja aku langsung tahu arti dari senyuman itu.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang