Brian Adam
Setelah memasuki gedung resepsi pernikahan, aku langsung mengedarkan pandanganku mengabsen setiap tamu undangan yang hadir. Hingga akhirnya aku bisa menemukan semua teman kerjaku yang sedang berkumpul di dekat konter makanan.
"Wuih.. makin sip aja kamu, Yan! Btw, gandenganmu mana?" gurau Pak Jackson, salah satu teman setimku.
Kalau orang rumah lebih senang memanggilku dengan sebutan Ian, berbeda lagi ketika di lingkungan kerja. Di sini aku lebih sering dipanggil Yayan. Katanya, nama panggilanku terlalu kebarat-baratan. Makanya aku sering panggil dengan sebutan itu supaya terdengar lebih merakyat. Memang ada-ada saja kelakuan bapak-bapak muda ini!
Aku menyebut mereka seperti itu bukan tanpa alasan. Di timku hanya aku dan Pak Juna yang usianya paling muda. Sisanya ada yang selisih delapan sampai sepuluh tahun di atasku. Jadi, tak heran kalau melihat mereka datang bersama dengan istri beserta anaknya masing-masing. Sangat jauh berbeda denganku yang hanya datang sendirian.
Aku terkikik geli seraya mengajak mereka berjabat tangan satu persatu.
"Iya dong, Pak! Walaupun saya cuman bisa datang sendiri, setidaknya harus tetap ganteng 'kan?" jawabku dengan penuh percaya diri.
Setelah selesai, kami lanjut mengobrolkan beberapa hal mulai dari mengomentari penampilan mempelai pria yang terlihat lebih bersinar setelah ijab kabul, pengiring musik yang terlihat keren, hingga konsep dekorasi yang tampak elegan. Sesekali juga kami membahas tentang pekerjaan di kantor. Saat tengah asyiknya menyimak obrolan mereka, tiba-tiba saja lenganku dicolek oleh seseorang.
"Yan," panggil Pak Teguh, atasanku.
"Ya, Pak?" jawabku.
Sebelum Pak Teguh meneruskan ucapannya, beliau lebih dulu menunjuk Pak Juan yang masih berdiri di atas pelaminan bersama istrinya. Senyuman di wajahnya hampir tak pernah pudar selama menyalami para tamu undangan yang hadir.
"Kamu gak kepengen kayak gitu?"
"Iya, Yan! Tinggal kamu aja 'kan yang jomblo di tim kita," sahut Pak Dodik yang ternyata tak sengaja menguping pembicaraan kami.
Ah, aku baru ingat kalau selain usiaku dan Pak Juan terbilang paling muda, kami berdua juga sama-sama belum mempunyai pasangan. Namun sayangnya, mulai detik ini hal tersebut tidak berlaku lagi baginya. Sebab lelaki itu baru saja melepas masa lajangnya.
"Ya kepengen dong, Pak! Masak nggak sih?!" balasku disertai kekehan kecil.
"Ya udah cepetan cari!"
Dengan susah payah aku membalasnya dengan senyuman tipis. Entah mengapa firasatku jadi tidak enak. Jangan-jangan..
"Atau mau saya carikan? Ada loh salah satu ponakan saya yang–"
Benar 'kan? Ternyata pertanyaan itu hanyalah sebuah pancingan saja. Beruntung aku langsung bisa memotongnya.
"Eh, nggak usah, Pak! Saya udah ada kok!" balasku sedikit canggung.
"Hah?! Beneran, Yan?!" pekik Pak Dodik heboh. "Siapa? Siapa?"
Mampus! Sekarang aku harus jawab apa?
Karena terlalu asyik meruntuki kebodohanku, tak sengaja kedua netraku menangkap sosok perempuan yang sempat kupuji ketika di pintu masuk tadi. Saat ini ia sedang berdiri tak jauh dariku. Entah dari mana datangnya ide gila itu, tanpa pikir panjang aku langsung menjawab, "Adalah, Pak. Tapi yang jelas dia anaknya penyabar, cantik, dan pintar. Sesuai sekali sama kriteria yang saya mau."
Pak Teguh menepuk pelan pundakku. Dari wajahnya aku bisa menebak kalau ia sedang tersenyum bangga padaku.
"Kalau begitu kamu harus cepat-cepat meresmikannya, Yan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Back | Youngk DAY6
Romance[Book 2] Setelah lama tak bersua, Brian akhirnya bisa membuktikan bahwa bukan gadis lain yang pantas bersanding dengannya. Ona sadar kalau kembalinya lelaki itu ke dalam hidupnya bukan hanya sekedar hal tersebut. Melainkan ia juga ingin memulai kisa...