Bab 7 | Salah Paham

123 23 0
                                    

Brian Adam

Setelah mandapatkan pesan yang tak terduga dari Ona, entah mengapa hatiku kembali berbunga-bunga. Rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu yang hinggap di perutku. Padahal apa yang kurasakan itu tidak seharusnya terjadi.

Aku menyadari bahwa hatiku sepertinya sedang dipermainkan oleh gadis itu. Seharusnya aku marah padanya. Namun, entah mengapa amarahku tiba-tiba meluap dan menghilang entah ke mana.

"Kak Jevan! Pulang-pulang kok gak bilang ke aku, sih? Rara 'kan ka.. ngen.."

Tiba-tiba datang seorang gadis sambil tergesa-gesa memasuki rumah. Spontan atensi kami berdua langsung teralihkan. Tak disangka-sangka ternyata gadis itu adalah Rara.

Aku mengernyit heran serta bertanya-tanya dalam hati. Kenapa gadis ini tiba-tiba datang kemari? Memangnya ada hubungan apa antara dia dan Bang Jevan? Atau jangan-jangan mereka..

"Kak Jevan..?" lirih gadis itu saat lelaki jangkung tersebut datang menghampirinya.

Sedari tadi ia memang masih berdiri di ambang pintu. Mungkin Rara melamun karena kaget saat mengetahui keberadaanku. Atau mungkin dia malu karena kepergok sedang ingin menemui kekasihnya?

"Ssst! Sana bersihin badanmu, aku mau urus Brian dulu," balas Bang Jevan sesaat setelah ia menyelimuti Rara dengan sehelai handuk kering.

Perlakuan manis itu semakin membuatku percaya kalau memang benar ada sesuatu di antara mereka. Pantas saja tadi Dion berusaha menggodai lelaki itu. Ternyata ini alasan mereka.

Buru-buru Rara berlari kecil menuju kamar mandi yang kebetulan letaknya tepat berada di sebelah dapur. Setelah pintu itu tertutup, maka saat itu juga aku langsung tertawa sampai terpingkal-pikal.

Ini benar-benar lucu. Bisa-bisanya niat isengku main ke rumah ini hanya karena sekedar melepas beban pikiran tentang mantanku, tapi aku malah mendapatkan bahan gosip baru. Bahkan secara cuma-cuma.

Setelah puas tertawa, aku bangkit dari tempat dudukku, lalu berjalan menghampiri lelaki itu. Seketika raut wajahnya langsung menegang. Entah kenapa dia terlihat gugup saat mata kecilnya tak sengaja beradu dengan mataku.

Cepat-cepat kupotong ucapannya ketika ia hendak membela diri.

"Besok aja, Bang! Gue tau lo udah kebelet lovey dovey 'kan? Have fun ya!"

Kutepuk pundaknya sekilas dan berlalu pergi. Baru beberapa langkah aku menjauh, ia akhirnya bersuara.

"Bri! Lo salah paham, goblok! Gak kayak gitu maksud gu–"

"Iye, lo lagi pengen yang anget-anget, Mumpung cuaca mendung begini kan? Gue balik dulu, bye."

***

Keesokan harinya jam tidurku terganggu karena kegaduhan yang entah diciptakan oleh siapa di bawah sana.

"Ian, bangun! Cepetan bantuin Papa!" teriak mama dari lantai dasar.

Sejenak badanku menggeliat secara perlahan. Mataku juga ikut mengerjap beberapa kali, berusaha menyesuaikan dengan sinar matahari yang menelusup masuk melalui sela-sela gorden kamarku.

"Ian!" teriak mama sekali lagi.

"Iya, Maaaa," balasku malas.

Akhirnya aku terpaksa turun dari kasur. Tanpa mempedulikan penampilanku yang terlihat acak-acakan, aku lantas berjalan menuruni satu persatu anak tangga. Namun ketika sampai di dapur, aku malah tak menemukan keberadaannya.

"Minta tolong apa, Ma?"

Ucapanku melemah seiring dengan diriku menyadari kalau bukan mama yang sedang berkutat di dapur, melainkan Ona. Seketika itu aku langsung diam membeku.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang