Bab 28 | Aku yang Salah

67 13 2
                                    

Brian Adam

Sinar matahari sore yang begitu menyilaukan berhasil membangunkanku dari tidur siang. Ketika aku hendak beranjak dari tempat tidur, saat itu juga aku baru sadar kalau sebelah lenganku terasa berat. Rupanya Ona masih terlelap di sampingku.

Sejenak aku memilih tinggal barang sebentar saja. Kupandangi wajah rupawannya itu sampai aku merasa puas. Namun, tiba-tiba dering telepon berhasil mengusik kegiatanku. Aku mendengkus sekilas, lalu dengan terpaksa melepaskan diri dari pelukan gadis itu. Kubiar dia terlelap kembali, sedangkan aku buru-buru menjauh supaya tidak mengusik tidurnya.

Aku memutuskan mengangkat telepon itu ketika sampai di balkon kamar. Setelah berhasil menggeser tombol dial up, maka pada detik berikutnya sambungan telepon tersebut mulai terhubung.

"Yan!" sapa seseorang dari ujung sana. Rupanya Pak Juan, sepupu Ona sekaligus seniorku di kantor yang menelpon.

"Halo, iya, Pak. Iya, ada apa?" jawabku.

"Lo bisa bawa Ona ke sini?"

Sebenarnya aku tahu ke mana arah pembicaraan kami. Saat ini dia sedang membahas Ona. Sebab beberapa jam yang lalu ia sempat menitipkan gadis itu kepadaku. Atau lebih tepatnya dia menyuruhku untuk menyembunyikan sepupunya itu untuk sementara waktu.

Aku tak tahu apa maksud dari niatannya ini. Sepertinya lelaki itu sengaja menutupi suatu hal dariku. Aku menebak kalau hal tersebut ada kaitannya dengan alasan diamnya Ona.

"G–gue?" ucapku kaget.

"Iya, ke rumah Ona ya!" ulangnya sekali lagi.

"T–tapi, Pak!"

Sontak sekujur tubuhku ikut gemetar. Jangan-jangan seluruh anggota keluarganya sudah menyadari kalau Ona kabur dari rumah. Dan mungkin lelaki ini tak sengaja keceplosan kalau sepupunya itu sedang berada di apartemenku.

Oh, shi

Seketika itu aku langsung menyesali keputusanku untuk menuruti perintahnya. Kalau saja sejak awal aku bisa menolak atau memaksa mengantar Ona pulang, semua ini tidak akan mungkin terjadi. Sebenarnya aku tak takut sama sekali apabila dituduh penculik karena membawa kabur anak orang lain. Sebab pada kenyataannya gadis itulah yang tiba-tiba datang padaku. Namun, aku lebih takut apabila keluarganya semakin membenciku. Tahu sendiri bukan, kalau terakhir kali mami tak terlalu suka melihatku bersama putrinya setelah kami putus.

"Udah tenang aja, semua bakal aman. Percaya sama gue."

Seakan bisa membaca pikiranku, Pak Juan berusaha menenangkanku.

"Beneran nih?" ucapku yang masih merasa kurang yakin.

"Iya, makanya cepetan sebelum gue berubah pikiran buat laporin lo ke–"

"GAK! Jangan!" potongku cepat saat pria itu lagi-lagi mengancamku. "Oke, gue bakal bawa dia ke sana sekarang."

"Nah, gitu dong! Gue tunggu ya."

Sedetik kemudian sambungan telepon kami terputus begitu saja. Sejenak aku mengacak-acak rambutku seraya menghela napas berat. Sebelum akhirnya memutuskan masuk kembali ke dalam kamar.

Di sana dapat kulihat Ona sudah membuka matanya. Aku tak tahu sejak kapan ia terjaga. Namun, yang jelas sekarang gadis itu tampak menatapku dengan wajah penuh tanda tanya.

"Telpon dari Mas Juan ya?" tanya Ona padaku.

Aku lantas menganggukkan kepala, lalu memutuskan duduk di sampingnya. Bola matanya terus memperhatikanku. Namun, samar-samar aku menyadari kalau raut wajahnya tiba-tiba berubah gelisah.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang