Bab 8 | Keputusan yang Sulit

115 21 3
                                    

Febiona Azara

Pada akhir pekan ini, aku memutuskan untuk menghabiskan waktu di rumah saja. Sebenarnya semenjak memasuki semester akhir, diriku sudah jarang pulang ke rumah. Bahkan mungkin kepulanganku bisa dihitung dengan jari.

Semua itu bukan karena jadwal perkuliahan yang selalu menumpuk, melainkan malah sebaliknya. Selama ini aku terus berusaha menghindar dari mami karena dia selalu memaksaku untuk segera mencari calon suami. Alasannya terbilang cukup aneh manurutku. Dia menginginkan agar ketika lulus nanti, aku bisa melangsungkan sebuah pesta pernikahan.

Sayangnya harapan itu seperti terasa sulit untuk kuwujudkan. Sebab seperti yang kalian tahu, hingga sampai saat ini status single masih melekat dalam diriku.

Ah, kurasa bukan hanya mami saja yang ingin melihat putri bungsunya cepat-cepat menikah. Namun kakak keduaku, Kak Gina, juga ikut mendesak supaya aku mau berkenalan dengan beberapa pria mapan pilihannya. Hingga lama-kelamaan aku jadi risih sendiri.

"Lagi apa, Na?" tanya Kak Gina padaku. Spontan aku menoleh kepadanya. Kulihat wanita itu baru saja mendaratkan pantatnya di atas kasurku.

"Oh, ini cuman lagi nonton drakor aja sih, Kak," jawabku seraya menjeda sejenak tontonanku.

"Mami boleh gabung, nggak?" kata mami meminta ijin padaku.

Aku pun menganggukkan kepala. Selanjutnya mami berjalan perlahan mendekati kami, hingga akhirnya ia juga ikut duduk di sebelah Kak Gina. Kuputuskan merubah posisiku menjadi duduk sambil menghadap mereka.

"Gimana kuliahmu, Nak?" tanya mami membuka obrolan santai pada malam hari ini.

Aku tahu kalau pertanyaannya itu hanyalah sekedar basa-basi belaka. Sepertinya ada hal lain yang lebih penting yang hendak mereka sampaikan padaku. Entahlah, tiba-tiba firasatku mengatakan kalau ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Hingga tanpa kusadari, aku sedikit waspada saat ini. Namun, sebisa mungkin diriku tetap berusaha untuk lebih tenang agar mereka tidak merasa tersinggung akan sikapku ini.

"Lancar, Mi," balasku singkat.

Sayangnya obrolan basa-basi tersebut harus terhenti begitu saja tatkala tiba-tiba Kak Gina mengajukan pertanyaan to the point padaku.

"Kalo kelanjutan hubunganmu sama cowok yang kemarin itu gimana, Na?"

Mami tampak membelalakkan matanya. Sedetik kemudian ia terlibat adu pelototan dengan putri keduanya. Sedangkan aku di sini hanya diam saja seraya memasang wajah datar. Jelas aku tahu arah pembicaraan kami kali ini. Seperti dugaanku, obrolan ini pasti tidak akan jauh-jauh dari pembahasan soal perjodohan yang beberapa waktu lalu sempat kutolak.

"Kita udah putus, Kak," ungkapku dengan jujur. Meskipun ketika mengatakannya ada rasa sakit yang menusuk sampai ke relung hatiku. Sepertinya aku masih belum rela mengakui fakta bahwa diriku telah putus dari laki-laki itu.

"Terus sekarang kamu gak mau coba cari yang lain?"

Mulutku tertutup rapat, serasa enggan menanggapi pertanyaan Kak Gina tersebut.

"Mami ada kenalan loh, Na. Kebetulan dia kerja di bank swasta, jadi direktur utama lagi! Kamu mau nggak dikenalin sama dia?" tambah mami dengan antusias. Meskipun sebelumnya ia sempat tak suka melihat Kak Gina secara langsung membahas tentang hal ini. Melihatnya yang sedang menatapku dengan penuh harap, membuatku jadi merasa tidak enak.

"Nih, Kakak punya fotonya. Emang sih umurnya sudah tua. Gak kayak mantanmu yang kemarin. Cuman setidaknya, dia itu pria yang mapan! Jadi, Kakak yakin kalo hidupmu bakalan terjamin nanti. Gimana?"

Kak Gina bercerita panjang lebar setelah menyerahkan handphone-nya padaku. Di sana aku bisa melihat sebuah foto seorang laki-laki berjas khas pegawai kantoran pada umumnya. Lelaki tersebut tampak serius saat bekerja di mejanya, sehingga aku bisa menebak kalau ia adalah tipikal orang yang senantiasa bekerja keras. Semakin kulihat lebih jauh, ternyata ia memiliki garis rahang yang tegas. Terlihat seksi, tapi entah kenapa hal tersebut terkesan angkuh di mataku.

Go Back | Youngk DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang