BAB 29 - Hanya Saja

4 3 0
                                    

Dari banyak perasaan di dunia ini yang Kanzia takutkan selain perasaan sakit adalah perasaan berharap. Kanzia tak menolak fakta jika dirinya bisa merasakan bahagia. Saat kecil ketika memiliki keluarga bahagia, nenek dan kakek yang sangat menyayanginya, Raphael dan Linda yang memberikan kehangatan lain dari sebuah keluarga yang hilang, serta Izyan yang pernah menghadirkan cinta baru untuknya.

"Kenyang." Eza lenggeleng pelan sambil berucap lirik menghindari suapan nasi dari Kanzia.

Kanzia menghela nafas sambil menarik kembali tangannya di udara.

"Aku hanya butuh istirahat."

Kanzia tak membalas ucapan Eza. Dirinya masih kesal dengan Eza yang tiba-tiba saja berubah sangat manja dan keras kepala menolak bahwa dirinya sedang sakit.

"Ya sudah. Habisin!" Perintah Kanzia yang kembali menunjukkan kekesalannya dan memaksa Eza membuka mulutnya. "Jangan seperti anak kecil, deh."

"Kamu kasar banget." Ucap Eza dengan mulut berisi bubur.

"Emang." Sarkas Kanzia lalu berdiri sambil menyambar ponselnya yang bergetar dan menampakkan panggilan.

Eza hanya bisa mengelus dada melihat sikap Kanzia yang sedang datang bulan. Tak ada yang bisa ia lakukan selain melihat punggung mungil gadis itu yang sedang berbicara dengan seseorang lewat telepon.

Entah apa yang mereka bicarakan, tapi Eza dapat melihat Kanzia begitu senang hingga tertawa. Dan Eza hanya bisa menunggunya sbil menghabiskan bubur yang ternyata enak. Eza hanya berusaha mendapatkan perhatian Kanzia saja tadi.

"Katanya kenyang." Ucap Kanzia berkacak pinggang berdiri di samping Eza.

Eza hanya bisa menarik senyum sengengesan dan menunjukkannya pada Kanzia yang langsung berdecak kesal.

"Hai!"

Keduanya langsung menoleh pada sumber suara yang berdiri di depan pintu terbuka. Kanzia menahan ekspresi bingungnya melihat wanita dengan tubuh tinggi semampai dengan kulit putih bersih. Panasnya begitu sempurna. Rambut hitam panjang dan sedikit bergelombang di ujungnya, serta bibir tipis yang tengah tersenyum begitu manis.

"Maaf kedatanganku mengejutkanmu." Ucap gadis itu sambil berjalan dan mendudukkan tubuhnya di sebelah Eza. "Aku menelponmu namun tak ada jawaban." Lanjutnya dengan senyum manis yang terus terpatri di wajahnya.

Kanzia lantas melirik ponsel Eza yang menyala. Terlihat jejak panggilan tak terjawab beberapa kali di sana.

"Kanzia, kan?"

Kanzia lantas menoleh menatap gadis itu dan mengangguk kecil. Ia bisa merasakan sendiri kalau gadis itu penuh dengan aura kebahagiaan di dalam dirinya.

"Aku sering mendengar tentangmu dari Aksa. Kau sama seperti yang dia ceritakan. Sangat cantik."

Kanzia mengedutkan dahi kebingungan. Aksa sering bercerita tentang keluarganya. Tapi dia tak pernah sekalipun bercerita saudara perempuan ataupun sepupu perempuannya pada kanzia.

"Ah, maaf. Aku lupa memperkenalkan diri padamu." Ucap gadis itu sambil berdiri lalu mengulurkan tangan kanannya. "Aku Cherly."

"Kanzia." Ucapnya yang menyalami Cherly sedikit canggung.

"Ini kali pertamanya aku melihatmu secara langsung. Kau benar-benar cantik, bahkan lebih dari foto yang mereka berikan padaku." Ungkap Cherly setelah menarik tangannya kembali.

"Mereka?"

"Ya, Aksa, Rein, dan Azri. Tidak-tidak, Azri tak terlalu memberikan informasi. Dia cenderung diam dan lebih ketika kami membahas tentangmu."

Masih Tersekat (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang