BAB 33 - Dia yang Memilih

2 3 0
                                    

"Selamat hari sen-" Aulia tak sempat menyelesaikan perkataannya ketika melihat apa yang ada di depannya. Belum lagi Lala yang tiba-tiba menyeretnya keluar bersama karyawan lainnya.

Ia hanya bisa pasrah mengikuti Lala menuju lift untuk menyambut kedatangan CEO mereka yang telah kembali dari Swiss dengan membawa kabar gembira.

"Wajah lo lebih cerah dari pada biasanya. Bahagia banget. Gara-gara kemarin?"

Aulia berdecak, "dikiranya matahari."

"Eleh... Jangan begitu. Sarat jodoh kata tetangga."

"Omongan tetangga didengarkan. Gue udah punya lah ya."

"Cieee... Udah resmi ni?"

"Udah dong." Jawab Aulia yang sudah malas menanggapi Lala.

"Cherly sama Xavier kalau di lihat sama aja kalau jadi sekertaris pak Eza."

Lala dan Aulia tamapk diam mendengar pembicaraan orang di depan mereka.

"Gak juga sih... Cherly itu cantik, cocoknya jadi model. Sayang banget kalau karirnya hanya jadi sekertaris doang."

"Dia sekertaris CEO. Dan itu juga efektif untuk mereka berdua. Siap-siap aja bakalan dengar kabar pernikahan."

Lala dan Aulia seketika memutar bola matanya mengejek. Mereka tak ingin menimpali setelah tau apa yang terjadi pada Kanzia.

Barisan rapi ketika menyambut kedatangan pemimpin mereka langsung bubar begitu lift telah membawa atasan mereka pergi. Bersamaan dengan itu, pintu lift di sebelah terbuka dan menampakkan Kanzia yang membawa kotak kardus yang berisi barang miliknya.

Buru-buru Aulia berjalan menghampiri Kanzia yang baru saja melangkah keluar dan langsung memeluknya dari samping. "Sedih deh gak ada lagi yang bisa dengerin curhatan aku lagi."

Kanzia tersenyum tipis. Kemunculannya dengan membawa barang-barangnya memancing perhatian beberapa orang yang masih di sana.

"Setidaknya gak akan menggalau meratapi nasib jomblo lagi, kan." Sahut Lala yang berjalan bersama kepala divisinya.

"Terima kasih untuk dedikasi anda selama ini. Saya cukup menyayangkan anda yang tak memperpanjang kontrak."

"Terima kasih, ibu. Terima kasih telah menjadi mentor saja selama ini."

Kanzia tak ingin berlama-lama. Ia berpamitan dengan teman satu divisinya lalu pergi.

***

"Apa?"

Cherly mengernyit tak mengerti. "Kanzia tak memperpanjang kontrak kerjanya. Dia baru saja membereskan barang-barangnya."

Eza langsung mengumpat kesal di dalam hati. Setelah tiba di Jakarta kemarin ia benar-benar tak bisa menghubungi Kanzia. Namun setelah di kantor ia justru mendapatkan kabar tak mengenakkan baginya. Ia bergegas meraih ponselnya dan menghubungi Kanzia berharap panggilannya kali ini dijawab. Namun, tak ada suara lain hingga dering itu berakhir. Eza mencoba lagi namun hasilnya tetap sama hingga panggilan kelima kalinya dan itu membuat Eza semakin gusar.

Eza berdiri dan melangkah keluar mengabaikan pertanyaan Cherly yang bingung melihat sikapnya. Ia mengendarai mobilnya sendiri menuju rumah Kanzia secepat mungkin untuk memastikan Kanzia baik-baik saja. Tapi pintu di hadapannya masih tertutup rapat meskipun ia sudah berkali-kali memanggil nama pemilik rumah dengan suara keras hingga seorang tetangga menghampirinya.

"Cari Kanzia, ya?"

"Iya, pak. Kanzia-nya ada?"

"Biasa Kanzia kerja kalau hari biasa."

Masih Tersekat (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang