BAB 19 - Bunda Linda

5 3 0
                                    

Meskipun Eza tau Kanzia hanya menganggap Raphael adalah saudaranya. Tapi siapa yang bisa memungkiri jika hati kadang bisa berbelok?

"Uring-uringan sejak pagi, huh?" Xavier menghampiri sambil membawa dokumen untuk Eza.

"Dia belum datang?"

"Lala mengatakan kalau dia sedang sakit."

Sontak Eza langsung berdiri. Matanya terbelalak sambil mengingat apa yang terjadi tadi malam. Dirinya ingat sekali kalau Kanzia masih baik-baik saja saat dia mengantarkan pulang. Kecuali-.

"Paman mengatakan nanti malam-hei aku belum selesai bicara!" Ucapan Xavier tergantung saat Eza langsung berjalan keluar ruangannya dan dipastikan akan pergi menemui Kanzia di rumah gadis itu.

***

Eza menghentikan mobilnya di depan rumah Kanzia. Di depannya ada mobil lain yang sudah dipastikan kalau Raphael ada di dalam sana. Ia turun dari mobil sambil membawa parsel buah yang tadi dia beli di pinggir jalan. Langkahnya tertahan saat melihat ada wanita yang duduk di sofa ruang tamu sendirian. Dengan sopan ia mengetuk pintu dan Linda langsung menyambutnya.

"Ya, ada apa?"

"Saya teman kantor Kanzia. Katanya dia sedang sakit." Jawab Eza sambil tersenyum.

"Oh, silahkan masuk." Linda langsung mempersilahkan Eza. "Dia ada di kamarnya, ayo!

Tampak di balik selimut Kanzia tertidur sambil memeluk bantal guling.

"Bunda ke dapur sebentar, ya."

Eza mengangguki lalu berjalan mendekati tempat tidur setelah Linda keluar dan membiarkan pintu kamar terbuka lebar. Tangannya terulur mengusap dahi Kanzia yang terasa panas.

"Haus."

Eza mengerutkan dahinya saat bibir Kanzia bergerak pelan dan mengeluarkan suara amat lirih.

"Haus."

Eza langsung mengambil air minum di nakas dekatnya lalu mengarahkan sedotan ke mulut Kanzia. "Pelan-pelan."

Dengan mata yang masih tertutup Kanzia mengangkat sedikit kepalanya dan langsung menyedot air minum lalu setelahnya kembali merebahkan kepalanya.

"Temani."

Sejenak memperhatikan wajah lemah di depannya. "Kita ke rumah sakit, ya?"

Eza melihat kelopak mana Kanzia terbuka dan memandang sayu dirinya dan kembali tertutup. Kepalanya menggeleng pelan sebagai penolakan.

"Baiklah, sudah minum obat?" Tanya Eza lagi dan Kanzia menjawab dengan anggukan pelan.

Eza tak lagi bertanya dan membiarkan Kanzia tidur kembali. Tangannya bergerak mengusap lembut kepala Kanzia yang menghantarkan kenyamanan bagi menerimanya. Ia dapat melihat wajah pucat itu tersenyum sambil menggeliat pelan di balik selimut.

Di ambang pintu, Raphael berdiri memperhatikan mereka dengan Linda yang tampak memperhatikan dirinya.

"Jika Zia sudah memiliki pengganti dirimu. Kau harus merelakannya."

Raphael hanya mengangguk sekilas lalu berbalik dan pergi.

***

Eza baru saja keluar dari kamar Kanzia dan berjalan menuju meja makan di mana Linda sudah duduk di sana bersama Raphael.

"Apakah Zia menghabiskan makanannya?"

"Sudah, tante."

"Jangan panggil tante, Panggil saja Bunda, nak Eza."

"Iya, Bunda." Mendengarnya, raut wajah Raphael berubah tak suka.

"Ayo makan! Jangan sungkan."

Eza tersenyum lalu membawa dirinya duduk di kursi depan meja makan yang berseberangan dengan Raphael. Eza menikmati masakan Linda sambil mendengarkan cerita dari Linda tentang beberapa kebiasaan Kanzia. Setelah selesai Eza duduk di ruang tamu sendirian sambil menikmati kue di atas meja.

Masih Tersekat (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang