BAB 18 - Perhatian Dua Pria

3 2 0
                                    

Selama acara Kanzia lalui dengan terpaksa. Sejak awal hal ini sudah salah. Kanzia tak bertanya dengan detail pada Raphael. Lalu bertemu dengan Eza yang mengakui dirinya adalah kekasih pria itu di depan pak Abra dan istrinya hingga sampai pada ketiga sahabat pria itu.

"Lupakan kejadian tadi."

Ucapan Raphael layaknya sugesti bagi Kanzia. Dirinya kembali merasa nyaman dan tenang menikmati acara berlangsung di tengah rangkulan hangat Raphael. Mereka berdiri di samping meja yang terletak di sudut ruangan dengan tenang jauh dari sorotan media.

Namun, ketenangan Kanzia berakhir saat Eza berdiri di atas panggung sambil memegang mic. Kanzia merasakan ada alarm bahaya menyuruhnya segera pergi.

"Sebelumnya saya ucapkan selamat hari aniversarry pernikahan Paman Abra dan bibi Liya. Dan juga terima kasih atas para tamu undangan sekalian. Makan ini sangat indah bukan?" Eza tersenyum lebar tanpa mengurangi wibawanya sebagai CEO pada semua orang. Tatapannya lalu terkunci pada Kanzia yang masih berdiri bersama Raphael sialan itu. "Malam ini izinkan saya bernyanyi untuk mereka berdua sekaligus perempuan yang merebut hati saya." Lanjutnya tanpa sedikitpun mengalihkan tatapannya pada Kanzia yang bergedik ngeri mendengarnya.

"Jangan seperti itu, sayang."

Kontan mata Kanzia melebar mendengarnya. Lalu dengan cepat ia membuang pandangan dan melihat para tamu undangan lainnya mengikuti arah pandangan Eza. Beruntunglah di depannya ada beberapa perempuan yang berdiri sehingga dirinya tak menjadi objek pandangan ingin tau para tamu undangan. Dan juga siapa yang akan mengira jika itu dirinya di saat dirinya masih di rangkul oleh Raphael.

Para perempuan yang berdiri di meja depan Kanzia memekik pelan saat Eza mulai bernyanyi. Sedangkan orang yang ditujukan oleh lagu itu malah bersikap cuek dan memilih keluar dari ruangan.

Raphael yang melihat Kanzia keluar dari ruang acara hanya diam memperhatikan punggung perempuan itu hilang di balik pintu. Sejak dulu Kanzia akan selalu seperti itu--pergi jika merasa tak nyaman.

Eza tersenyum tipis sambil melihat Kanzia berlalu, ia lalu melirik Raphael seolah mengejeknya remeh.

Para perempuan tadi bertepuk tangan paling keras dan salah tingkah saat lagu yang Eza nyanyikan berakhir sambil mengira merekalah yang ditatap.

***

Raphael berjalan tergesa menyusuri lorong panjang. Acara telah berakhir dan Kanzia masih belum kembali entah kemana. Ia sendiri tau Kanzia sudah dewasa dan tak perlu dikhawatirkan jika tersesat. Tapi sekarang ini Kanzia pergi tak membawa ponselnya karena Raphael sejak awal yang memegangnya.

Namun, yang dicari saat ini berjalan kebingungan menyusuri lorong yang terlihat sama. Ia berinisiatif meminta bantuan, tapi sepanjang jalan ia tak menemukan siapa pun yang bisa ia mintai bantuan. Dan sekarang ia malah melihat pria yang harus ia hindari berjalan keluar dari lorong di ujung sana.

Kanzia menggerutu dalam hati pada desain bangunan saat ini yang seperti labirin dan bersembunyi di lorong di dekatnya. Dia tak bisa meminta bantuan pada Rein yang pasti akan mengejek dirinya. Selain malu, dirinya merasa risih dengan setiap kata yang keluar dari mulutnya itu yang ingin bercanda namun tak lucu bagi Kanzia.

Setelah merasa Rein sudah tak ada, kepala kanzia menyembul sedikit sebatas mata untuk melihat ujung lorong sana. Sial, kenapa malah ada Aksa dan Azri juga berada di sana sambil berbincang-bincang? Dan kemungkinan lagi Kanzia malah bertemu dengan yang satunya jika dia tak bersama ketiga sahabatnya.

Dengan segera ia pergi untuk menghindari segala yang buruk terjadi pada dirinya. Ia menyusuri lorong mengikuti instingnya saja. Berharap akan ada pertolongan. Namun, tiba-tiba kakinya terasa nyeri. Ia mencari bangku di sekitar dan melihatnya di taman tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

Masih Tersekat (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang