BAB 3 - Cerita Cinta

11 4 0
                                    

Bekerja seperti biasanya, Kanzia menjalani awal harinya dengan perasaan kesal sebab bangun kesingan dan harus terburu-buru berangkat ke kantor. Dirinya semakin yakin jika Eza memiliki sikap menyebalkan yang serupa dengan Rein.

Entah apa yang harus membuatnya terjebak dengan atasannya yang meminta dirinya untuk menemaninya bertemu dengan investor yang tertarik dengan proyek yang masih sedikit belum sempurna milik timnya. Ia sendiri sudah memperingati Eza itu untuk tidak melakukan hal itu karena proyek ini masih dalam garapan awal yang belum boleh disebarluaskan kepada pihak manapun. Tapi pria itu tampak mengacungkannya dan seolah-olah tidak akan terjadi hal buruk pada proyek itu.

Di sisi lain, Kanzia benar-benar ingin menolak keras hal itu. Selain alasan tadi, alasan lainnya adalah pertemuan itu dilakukan di luar jam kerja. Namun pada akhirnya ia tak bisa menolak dan menuruti perintah bosnya.

Kanzia juga semakin kesal karena sudah lebih dua jam menunggu di restoran tempat yang susah dijanjikan untuk bertemu dan ia juga sudah menghabiskan hidangan miliknya, ternyata orang yang di tunggu-tunggu ternyata tak jadi datang. Dan dengan santainya Eza mengatakan hal itu dengan alasan proyek milik tim Kanzia masih belum boleh dipublikasikan.

Kanzia mengerang frustasi melihat sikap bosnya yang seperti tidak memiliki dosa. Tidak peduli lagi dengan pria di depannya yang malah tersenyum jahil. Kanzia pergi meninggalkan Eza tanpa melakukan rencana awal yang melintas di kepalanya untuk membenturkan kepala Eza ke meja di depannya sebelum pergi tanpa peduli dengan konsekuensi akibat perbuatannya.

Ia terus berjalan tanpa peduli dengan Eza yang memanggilnya dan menyuruhnya untuk berhenti. Ia tak bisa lagi melihat wajah yang dinilai tampan oleh rekan kerjanya karena sangat percuma jika sikapnya buruk.

"Hai Kanzia!" Salah satu karyawan menyapa dan menyadarkan Kanzia saat memasuki lift.

Karena terburu-buru dan tak sempat untuk sedikit menata rambutnya. Ia memilih menyanggul rambutnya untuk menyembunyikan rambutnya yang cukup berantakan. Ia menatap pantulan dirinya di dinding lift, inner dan outer berwarna coklat dipadukan dengan celana kulot bukanlah hal yang buruk. Ditambah sneakers miliknyna yang jarang ia pakai merasa pakaiannya terlalu santai untuk dipakai untuk bekerja.

Kanzia menyandarkan punggung dengan lesu. Ia masih ingin tidur, tapi mustahil untuk saat ini dan beberapa jam ke depan.

Ponselnya berdering sekilas, sebuah pesan masuk. Ia tak berniat meraih ponselnya itu yang masih tersimpan di tasnya. Ia sekedar menebak itu adalah pesan yang dikirim secara acak untuk menawarkan pinjaman modal dengan bunga yang kecil.

Namun, ingatan tentang Eza kembali berputar dalam pikirannya. Bahkan suara dan ekspresi pria itu. SUNGGUH ENYEBALKAN...

***

Flashback On.

Kanzia menatap kesal Eza yang hanya diam. Pria itu terus bersikap seolah tak pernah melakukan kesalahan pada Kanzia. Ia bahkan tersenyum saat melihat raut wajah Kanzia saat ini.

Bagi Eza, ekspresi Kanzia saat ini menarik dan menghibur baginya. "Berhenti memasang wajah seperti itu. Kau harus menyadari usiamu sudah tidak kecil lagi. Jadi jangan seperti anak-anak! Dan juga, jangan coba-coba melempar bola yang ada di tanganmu. Aku khawatir kau akan salah sasaran." Ucap Eza sambil bergedik ngeri manatap bola di tangan Kanzia dan membayangkan benda itu mengenai kepalanya.

Dukk... Sasaran yang sangat bagus.

Eza mengusap kepalanya yang terkena lemparan bola yang cukup kuat. Kepalanya berdenyut karena pukulan tersebut.

Baru saja ia mengingatkan Kanzia tidak melempar bola kepadanya. Tapi belum sampai tiga detik ia mengalihkan tatapan ke arah lain. Gadis itu langsung melakukannya.

Masih Tersekat (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang