BAB 14 - Kantor

5 4 0
                                    

Duduk dengan situasi canggung bersama Eza dan Raphael sungguh membuat Kanzia sangat cemas. Dia ingin segera pergi dari ruangan yang dimana membuat nafasnya terasa sesak saat mendapati tatapan Raphael yang tertuju pada Eza yang tentu saja Kanzia mengerti hal itu. Sedangkan Eza, pria itu justru hanya tersenyum tak bersahabat pada Raphael.

"Saya permisi dulu ya, Pak!" Kanzia langsung berdiri dan Eza langsung memegang tangan Kanzia agar tidak pergi.

"Hati-hati!"

Kanzia terperangah mendengar ucapan Eza serta senyum di wajah itu. Ia langsung melepas tangan Eza dengan map di tangannya dan terburu-buru pergi.

"Tak biasanya Preiwal mengirim wakil direkturnya untuk mengambil tender proyek kali ini." Ucap Eza seolah menyindir wakil direktur di hadapannya.

"Itu bukan masalah bagi perusahaan sebesar Preiwal. Seharusnya Anda tidak mempermasalahkan hal ini."

Eza mengangguk sekilas lalu kembali menatap Raphael serius. "Proyek kali ini tak sebesar proyek 5 tahun yang lalu. Preiwal adalah perusahaan besar yang selalu mengejar mega proyek yang berada di luar negeri."

Raphael terkekeh pelan menanggapinya. "Preiwal tidak hanya menginginkan mega proyek. Kami juga bergerak dalam bidang kemanusiaan."

Ekspresi Eza seketika berubah. Matanya menatap tajam menyiratkan ketidaksukaan. Ada seringai tipis tercetak di wajah tampannya. "Apa karena Kanzia?"

Seketika ekspresi Raphael juga itu menatap tak suka Eza di hadapannya. Mulutnya masih terkatup tak menanggapi.

"Saya harap anda bisa bersikap profesional, Pak Raphael."

Raphael masih bisa tersenyum mendengar ucapan Eza yang memperingatinya. Baginya Eza adalah orang yang kebetulan mengenal Kanzia. "Jauhi dia!"

"Dia bukan milikmu." Balas Eza. Dia menatap tenang Raphael yang juga terlihat tenang.

"Tapi aku tak akan melepaskannya." Dengus Raphael. "Ada banyak wanita cantik di luar sana yang sepadan denganmu. Pilih saja mereka." Lanjutnya lalu berdiri dan melangkah pergi.

"Kau tak bisa memaksa Kanzia, brengsek!"

Raphael menghentikan langkahnya di ambang pintu setelah mendengarkan umpatan Eza. "Jangan memaksakan takdir. Jika sekali saja kau melukai Kanzia, maka aku akan menghabisimu saat itu juga." Ucap Raphael sebelum benar-benar pergi dari ruangan.

Eza kembali mengeluarkan umpatannya. Ia mengguyar rambutnya yang tertata rapi menjadi berantakan. Eza sendiri tak mengerti dengan pengaruh Kanzia padanya. Hanya satu hal yang tertanam dalam dirinya setelah mengungkapkannya. Dia menyukai Kanzia. Tak akan dia biarkan wakil direktur itu memiliki Kanzia meskipun pria itu lebih lama dan sudah begitu dekat dengan Kanzia.

Kanzia masih milik bersama sebelum ada ikatan sakral yang menegaskannya.

"Hai!"

Eza menoleh dan mendapati Azri yang mendudukkan diri di sofa sebelahnya.

"Aku melihat Kanzia dengan Raphael saat di lift tadi."

Eza membuang wajahnya kesal. Kehadiran Azri membuat suasana hatinya semakin memburuk.

"Mereka terlihat sangat serasi." Ungkap Azri yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Eza yang tak suka. "Hei! Kenapa kau terlihat kesal mendengarnya? Apa kau cemburu? Kau bisa mencari perempuan lain yang sedang menjomblo dari pada merebut kekasih orang."

Eza mengeram rendah mendengar cercaan yang keluar dari mulut Azri.

"Kau menyukainya, Dude?" Tanya Azri dengan wajah mengejeknya setelah Eza mengalihkan tatapannya pada kaca lebar. "Kanzia tak pernah mengatakan bahwa dia memiliki kekasih. Tapi aku terkejut saat pria itu--maksudku Raphael, dia seorang wakil direktur."

Masih Tersekat (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang