Jam istirahat yang tiba sejak beberapa detik lalu membuat lorong-lorong kelas dipenuhi lautan siswa yang hendak menuju kantin. Berjejalan agar dapat segera tiba di kantin demi mengisi perut yang telah berdemo. Beberapa umpatan terlontar kala orang-orang di depan mereka tak lekas bergerak. Tanpa tahu malu saling lempar kata kasar, tak peduli jika di belakang mereka ada seorang guru konseling yang sudah memutar bola matanya jengah.
"Kalian itu anak sekolah, jangan asal ngomong kotor kaya begitu. Kalo nggak sabar, yaudah terbang aja sana."
Sontak mereka menoleh, langsung mencebik, menutup mulut mereka rapat ketika melihat Doyoung tengah menatap tajam ke arah mereka. Gumaman kata maaf dibalas dengusan sebal oleh Doyoung, lalu setelahnya mereka lekas berbalik badan agar tak perlu merasa terintimidasi atas tatapan guru konseling tersebut.
Rachel melirik Doyoung yang masih saja memicing, menatap punggung murid-murid itu dengan tajam. Ia ikut menghela napas, lalu menepuk bahu rekannya itu beberapa kali guna menenangkan.
"Nggak bisa, Bu, saya beneran gerah sendiri kalo denger ada yang ngumpat begitu. Kaya orang kurang pendidikan aja," Doyoung bersuara. Rachel menghela napas lagi.
"Mungkin reflek, Pak."
Doyoung berdecak, "refleknya jelek."
Tiba di kantin, Rachel memutuskan untuk menempati salah satu meja di sayap kanan. Dekat dengan tembok sebab ingin menyandarkan sebelah bahunya di sana. Sementara Doyoung, rekannya itulah yang bertugas memesan makanan mereka.
Rachel hampir terpejam tatkala sebuah suara mengejutkannya. "Bu Rachel? Boleh duduk di sini kan?" Sapa seseorang itu.
Dilihatnya guru yang berumur beberapa tahun di atasnya itu membawa nampan berisi makanan juga botol minuman yang berembun. Ia cepat-cepat mengangguk, mempersilakan guru tersebut agar duduk di hadapannya.
"Sendirian, Bu? Biasanya sama Kim Doyoung,"
"Sama Pak Doyoung kok, Pak. Dia mesen," Rachel menunjuk kearah Doyoung yang berdiri membelakangi mereka.
Setelah itu hening menemani mereka berdua. Rachel tidak bertanya-tanya lagi sebab dirinya memang tidka begitu dekat dengan guru ini. Ia memilih mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin, sesekali tersenyum sebagai balasan saat ada beberapa murid melambai heboh ke arahnya.
Senyuman tipisnya terbit kala melihat Aisha dan Renjun berjalan beriringan membawa nampan di tangan. Sepertinya, dua bocah itu memang memiliki hubungan— selain sebagai teman. Bola matanya mengikuti arah dua remaja itu berjalan, sampai tiba-tiba senyumnya meluruh ketika Renjun dan Aisha duduk di meja yang telah terisi oleh satu orang sebelumnya.
Adalah Jaemin, sosok murid yang akhir-akhir mencuri perhatian Rachel. Mulai dari sikap dinginnya, bentuk wajah juga sorotnya yang tajam, Rachel merasa jika semua itu tidak asing dalam memori mya.
Ia mengulum bibir, lantas kembali pada posisinya ketika melihat eksistensi Doyoung mendekat. Meski dalam batinnya sudah kesal setengah mati, untuk apa Aisha dan Renjun satu meja dengan Jaemin?
"Udah disini aja, Kun? Kirain ikut ke kantin utara, ada menu baru kan?"
Yang disebut mengangguk, sendok di genggaman di letakkan di mangkuknya. "Tapi gue kan nggak bisa makan daging ikan, Doyoung. Jadi mending kesini aja makan soto."
"Oh... baru tau,"
Dua pria dewasa itu lalu mengobrol, nampak akrab tanpa menggunakan embel-embel 'Pak', pun tidak menggunakan sebutan formal juga. Rachel mendengarkan, sesekali menimpali jika pertanyaan terlontar untuknya. Ia dapat menyimpulkan jika Doyoung dan Kun merupakan teman yang sangat dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Poisoned Love
Fanfiction• Sequel dari Toxic [ Mark Lee ] • Awal pernikahan mereka memang tak berjalan dengan baik. Namun seiring berjalannya waktu... keduanya sadar jika mereka tak dapat hidup tanpa kehadiran satu sama lain. Mereka saling membutuhkan, saling menginginkan...