22 [Nightmare]

723 68 14
                                    

Rachel hampir menyerah. Sudah belasan menit— bahkan mungkin sudah hampir setengah jam ia menunggu, tapi Aisha tak kunjung keluar; memberi penjelasan mengenai mengapa Haruto sampai tidak mau ditemui olehnya begini. Ia sudah mencoba mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban. Sampai rasanya ingin sekali ia dobrak pintu kamar di depannya ini agar terbuka. Tetapi ketika mengingat bagaimana keadaan Haruto tadi, ia jadi urung. Tak mau jika sampai Haruto makin takut dengannya.

Decakan kesal terdengar, Rachel menggigit jari tangan guna menetralisir perasaan gundah di hati. Yang mana hal tersebut langsung membuat Yuta menarik lengannya pelan, menjauhkan jemari dari mulutnya, "jangan digigit nanti sakit."

Ia mengerang pelan, membalik badannya agar berhadapan dengan Yuta. Tanpa membalas ucapan Yuta barusan, ia langsung memeluk suaminya itu erat. Air mata yang sejak tadi ia tahan agar tak keluar, kali ini mengalir deras. Isaknya terdengar samar sebab teredam oleh bahu Yuta.

"Haruto cuma mimpi buruk, mustahil kalo dia beneran nggak mau ketemu kita. Kita tunggu bentar lagi, ya?" Yuta mengecup kepala Rachel setelah berujar demikian. Buat kepala yang bersandar di bahu itu mendongak, mengangguk kecil sembari membalas, "iya,"

Rachel sesenggukan, "ta— tapi, kenapa lama?" Tanpa sadar mengeluarkan rengekan yang mampu buat Yuta merasa gemas. Tidak tepat sekali, ya, timing nya. Sedang gelisah begini, tapi sempat-sempatnya bertingkah menggemaskan begitu.

"Kan Aisha lagi tenangin Haruto, kamu tau sendiri anak itu kalo udah ada sesuatu yang ganggu pasti bakal rewel." Balasnya, mengusap belakang kepala Rachel sembari mendorongnya pelan; supaya kembali bersandar di bahu.

Selaras dengan itu, terdengar teriakan keras dari dalam, "NGGAK MAU! MAMA SAMA PAPA NGGAK BOLEH MASUK!"

Adalah suara Haruto, menjerit keras menyerukan ketidaksetujuannya. Sebabnya, kerena Aisha berkata jika Rachel dan Yuta akan masuk dan memeluk Haruto supaya bocah itu tenang. Aisha kira, Haruto akan mengangguk semangat; sebab beberapa menit lalu anak itu sudah mau tersenyum meski sedikit. Namun nyatanya malah berseru kencang sambil membanting bantalnya ke lantai begini.

Dua orang diluar kamar itu terlonjak. Rachel makin mengeras tangisannya ketika mendengar seruan itu. Hatinya teriris.

Haruto memang pernah beberapa kali mendapat mimpi buruk, terlebih ketika tidur dengan keadaan tengah hujan disertai petir seperti ini. Tapi sejauh yang bisa Rachel ingat, Haruto selalu berlindung padanya dan Yuta. Bukan malah berteriak marah, tidak mau didekati begini.

Tahu bagaimana perasaan sang istri, Yuta langsung mendekap tubuh itu makin erat. Mengusap punggungnya sembari membisikkan jika Haruto pasti hanya terbawa mimpi; anaknya itu tak mungkin betulan hendak menjauhi mereka.

"Kok Haruto ngomong begitu, kak?" Rachel mendongak, beri pemandangan wajahnya yang memerah sekaligus air mata yang masih mengaliri pipi. Yuta merasakan hatinya berdesir; sakit, ketika melihat Rachel seperti ini.

Diusapnya pelan kedua pipi tersebut dengan ibu jari, "nanti kita tanya Aisha, ya?"

"Om,"

Keduanya segera memisahkan diri setelah sapaan— yang entah bisa dikatakan sebagai sapaan atau tidak, terdengar pelan. Rachel langsung membalik badan, mendapati Aisha berdiri di depan pintu dengan wajah yang sama sembabnya. Sebelah pipi nya terlihat lebih merah dari sisi yang lain.

Yuta yang membalas, "ya, gimana? Haruto beneran nggak mau ketemu om sama tante?"

Aisha menghela napas, bibirnya yang terlihat kering itu mengulas senyum tipis. "Belum mau,"

"Tapi tenang aja, besok pasti udah lupa sama ini. Anaknya lagi mainan game di hp aku," Lanjutnya.

Dengan napas sedikit tersendat, Rachel bersuara, "Haru beneran nggak papa kan, Sha? Dia nggak akan benci tante kan? Tante takut, Sha,"

After Poisoned Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang