30 [Is it REAL?]

527 29 18
                                    

Waktu berlalu bagaikan air yang mengalir ke hulu. Begitu cepat dan tidak terasa, tahu-tahu sudah berganti hari saja. Meski begitu, hal-hal yang telah di lalui dalam waktu tersebut tentu sangat terasa. Melelahkan juga memuakkan.

Rasa lelah jelas sangat terasa bagi Rachel. Berpikir mengenai hal-hal yang belum pernah ia dengar sebelumnya, sekaligus hal-hal yang terasa tabu baginya sangatlah menguras energi. Yang mana hal tabu itu terjadi pada seseorang yang ia kenal; pada Jaemin dan keluarganya. Makin lelah dan muak sebab ia harus berhubungan langsung dengan Mark.

Astaga, haruskah ia pensiun dini saja?

Kalau bisa memutar waktu ke masa lalu, lebih baik ia tidak perlu membahas soal poin pelanggaran yang Jaemin miliki. Kalau ia tahu jika wali murid Jaemin adalah Mark, sepertinya akan ia biarkan saja anak itu bersekolah seperti biasa. Tidak usah peduli dengan si poin sialan itu jika ternyata begini akhirnya.

Namun tak apa, Rachel itu manusia yang sabar kok. Jadi, ia akan lalui semua ini meski harus selalu mengumpat dalam hati.

Mata sayunya memejam sesaat demi merasakan udara segar ketika Jeno menurunkan kaca mobil. Ugh, rasanya seperti tidak pernah menghirup udara segar. Sebab terlalu sering berada di sekolah dan berkutat dengan masalah yang itu-itu saja, rasanya seperti akan gila.

"Stres banget ya lo?"

Ia membuka sebelah mata demi mengintip Yeji yang nampak penasaran di sebelahnya. Wanita dengan perut besar itu menyentuh dahinya sekilas sebelum menepuk pipi nya dua kali. "Panas banget kepala lo nih, butuh di ademin."

"Mau mampir beli minum dulu nggak? Sekalian beli makan gitu, ntar kalo udah ngobrol di rumah pasti lupa lagi." Suara Jeno menyapa rungu, menyahut ucapan Yeji yang mengomentari suhu tubuhnya.

Ia mengela napas, yang Jeno katakan memang ada benarnya. Mereka harus makan terlebih dulu sebelum membahas hal yang mungkin akan membuat mereka lupa akan kebutuhan pokok tersebut. Pada akhirnya ia mengangguk, mengiyakan tawaran Jeno beberapa saat lalu.

Melihatnya menganggukkan kepala, Yeji merangkul bahunya sembari berujar, "secapek apapun lo, makan itu tetep nomer satu. Jangan males, cuma disuruh makan aja pake hela napas segala lo."

Tertawa pelan, ia mencubit paha Yeji sekilas, "iya-iya bawel."

"Pengen pecel deh, Jen." Yeji berceletuk, ia mengusap perutnya dengan mata terpejam.

"Eh, masih ngidam?" Rachel bertanya.

Sebab sepertinya Yeji terlalu malas menanggapi, akhirnya Jeno bersuara setelah membiarkan pertanyaan itu mengambang selama beberapa saat. "Nggak kok, Chel. Emang napsu makannya Yeji aja yang makin kocak. Kadang udah makan nasi, masih minta nasgor, martabak, gitu-gituan lah."

Menggelengkan kepalanya dramatis, Rachel ikut mengelus perut besar sang teman, "duh, dede pasti kenyang sekali nih... Sehat-sehat ya dede," kemudian memberi kecupan singkat di sana.

"Yang sabar, Jen. Orang hamil mah emang bawaannya pengen makan terus." Ia menambahkan, dilihatnya Jeno mengangguk sembari tertawa.

Tentu Jeno paham. Meski bukan seorang dokter kandungan, Jeno jelas selalu mencari tahu perihal ibu hamil. Soal hal-hal apa saja yang akan dihadapi ibu hamil di usia kemahilan ke-sekian, atau apakah ibu yang sedang hamil tua cenderung moody atau tidak, banyak deh.

Tenang saja, Jeno sudah sering-sering belajar kok.

Kendaraan roda empat itu berhenti di lahan parkir yang lumayan sepi. Mungkin karena sekarang sudah lewat jam makan siang. Sehingga restoran yang dekat dengan area perkantoran itu tidak seramai ketika di jam-jam tertentu seperti jam makan siang. Tapi tak apa, dengan suasana yang tenang seperti ini akan membuat mereka, terutama Yeji merasa lebih rileks.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

After Poisoned Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang