Renjun baru mendudukkan diri di tempat duduknya, saat tiba-tiba kakinya terkena pukulan sapu. Sebetulnya tidak sakit sih, sebab memang hanya senggolan di betis saja. Tapi setelah tahu jika pelaku penganiayaan itu adalah gadis yang begitu dikenalnya, ia langsung meringkuk menyandarkan kepalanya di meja sambil meringis sakit (yang hanya dibuat-buat olehnya).
"Aduh! Sakit banget, tolong! Hueee... Aisha jahat banget mukul kaki gue, tolong!" Ia berteriak, berlagak kesakitan dan memegangi kakinya.
Sementara si pelaku utama hanya mendengus, melanjutkan kegiatannya menyapu lantai kelas tanpa menghiraukan tatapan heran dari teman-teman satu kelasnya. Pun tidak mendengarkan erangan sakit yang bersumber dari pemuda yang akrab dengannya itu. Drama sekali.
Satu pemuda lain tiba, menepuk bahu Aisha lalu mengedikkan bahu kearah Renjun yang diam-diam juga melirik kearah mereka. Pemuda itu berujar, "drama banget tu anak dah."
Mengangguk setuju sebanyak tiga kali, Aisha menyahuti dengan berbisik, "emang, gue juga heran, Sang. Kayaknya dia lahir pas emaknya lagi nonton sinetron dah."
Eunsang— si ketua kelas, mengikuti Aisha yang masih mengerjakan tugas piket nya. Sesekali mengobrol, menanyakan kabar Ayah gadis itu sebab ia tahu jika sang Ayah tengah sakit. Suara tawa pun sesekali terselip di obrolan mereka. Membuat sosok lain yang sudah bosan dengan drama nya itu mencebik kesal. Padahal ia ingin mendapat perhatian dari Aisha, tapi gadis itu malah asik mengobrol dengan Eunsang.
Tak ada yang salah sebetulnya. Dengan keakraban Aisha dan Eunsang yang ia lihat pagi ini, maksudnya. Renjun sendiri bukan tipe teman yang suka membatasi lingkup pertemanan seseorang. Apalagi ia tahu sifat social butterfly yang dimiliki oleh Aisha. Tapi entah, ia tetap merasa kesal.
"Tembak makanya,"
Tubuhnya yang semula sudah lelah, letih, lesu dan lungrah (tapi tetap love Aisha) itu kini menegak. Menoleh cepat ke belakang, menatap seseorang yang baru saja melewatinya. Dengan tak yakin ia bertanya, "eh, lo ngomong ke gue, Jaem?"
Bukannya di jawab, ia malah mendapatkan dengusan dari yang ditanyai. Jaemin duduk di kursi paling belakang kelas mereka. Tak membalas tatapan Renjun yang masih terus menatapnya bingung, dan memilih untuk menempelkan kepalanya ke meja. Ia lelah, semalam suntuk ia tidak tidur karena harus memastikan suatu hal.
"Ngapain lo ngeliatin Jaemin mulu?" Aisha datang, sudah menyelesaikan tugas piket dan kembali ke tempat duduknya yakni sebelah Renjun. Ia ikut menatap kearah Jaemin sebentar, sebelum menghela napas dan menarik bahu Renjun supaya menghadap ke depan. "Udah, kalo dia mau balik ke sana lagi biarin aja, Jun. Yang penting dia udah lumayan terbuka— eh, ya nggak juga sih, tapi dia udah lumayan mau ketawa dan mau di deketin lah sama kita."
Renjun mengangguk, tapi kemudian menoleh kearah Aisha yang kini sudah mengeluarkan buku paket Biologi nya. "Tapi, Sha,"
"Iya, kenapa?"
Ditatapnya netra tajam itu sembari bertanya, "lo kenapa berambisi banget buat temenan sama Jaemin? Suka?"
Aisha mengerjap beberapa kali. Buku paket tebal yang semula telah di buka itu ia tutup kembali demi memusatkan atensi pada Renjun. "Maksudnya?"
Renjun mengedikkan bahu, "ya... siapa tau lo suka sama Jaemin. Makanya lo semangat banget pengen deketin dia."
Berdecak kesal, Aisha lantas memukul bahu Renjun dengan buku tebal di tangan. Sadis sekali, memang. Renjun yang telah terbiasa mendapat kdrt itu pun hanya meringis sakit, mengusapi bahu nya sambil menatap Aisha takut-takut. Duh, cewek ini memang bahaya sekali jika sedang kesal.
"Nggak lah!" Aisha menyalak, buku paket itu ia letakkan di meja dengan hati-hati. Membuat Renjun yang melihat lantas mencibirnya dalam hatinya, baru saja buku itu dipakai untuk memukulnya sadis, tapi sekarang sudah diperlakukan bagai barang berharga. Aisha melanjutkan, "lagian, gue pengen lo berdua temenan lagi. Dulu... lo sama Jaemin deket kan? Rasanya aneh, Jun."
KAMU SEDANG MEMBACA
After Poisoned Love
Fanfiction• Sequel dari Toxic [ Mark Lee ] • Awal pernikahan mereka memang tak berjalan dengan baik. Namun seiring berjalannya waktu... keduanya sadar jika mereka tak dapat hidup tanpa kehadiran satu sama lain. Mereka saling membutuhkan, saling menginginkan...