"Kak, ini laptopnya nggak mau dibawa?" Rachel mengangkat benda pipih yang lumayan lebar itu ketika Yuta memasuki kamar.
Yuta menggeleng setelah sebelumnya memicingkan mata untuk mengamati benda yang Rachel pegang, "ah, nggak perlu, Chel. Penuh tas aku."
Mendapat anggukan kepala, ia kemudian mendudukkan diri di kasur sembari memperhatikan Rachel yang masih sibuk menata barang bawaannya. "Lagian nanti juga nggak aku pake. Aku kalo mau apa-apa bisa pake hp kan."
"Oh, yaudah," Rachel menyahut.
Melihat suaminya yang malah duduk manis di kasur buat ia menghentikan kegiatannya sejenak untuk memberi perintah, "mandi dulu aja, kak."
"Nanti, masih males."
"Kalo nunggu males nya ilang ya lama lagi," Rachel menyahut dengan cuek.
"Haru masih sama Ayah?" Rachel bersuara kembali sebab tak mendapatkan jawaban, suaminya itu pasti betulan malas bercumbu dengan air.
"Iya, tuh sekarang lagi ngenalin pohon tomat yang baru aja dia tanem sama pohon jambu air ke Ayah. Padahal waktu ayah ke sini juga pohon jambu nya udah ada, pake di kenalin lagi." Yuta terkekeh diakhir kalimatnya.
Ikutan tertawa mendengar ucapan suaminya, Rachel pun membayangkan anak laki-lakinya itu sibuk berceloteh soal pohon tomat yang baru ditanam bersamanya tempo hari. "Namanya juga anak-anak, kak. Mumpung masih semangat kaya begitu, harusnya makin diajak buat nyoba tanam-tanam."
"Tanam-tanam ubi?" Yuta menyahut asal, berbuah mendapat timpukan kaos kaki yang sudah di lipat rapi, tepat mengenai wajahnya.
"Nggak usah mulai deh, kak." Rachel berkacak pinggang dengan tangan kirinya, sementara tangan kanan membawa tas besar yang sudah terisi oleh barang-barang milik Yuta.
Tas yang lumayan besar itu ia letakkan di kasur sebelum akhirnya ikut duduk di samping Yuta. Ia tersenyum tipis, tangannya naik untuk mengusap sebelah wajah Yuta yang mulai ditumbuhi rambut-rambut halus. Yah, meskipun begitu Yuta masih nampak sangat tampan di mata Rachel.
Rachel berujar dengan sangat pelan, "hati-hati."
"Hati-hati sama barang bawaannya, hati-hati sama badan kamu, jangan sampai luka. Juga..." Senyum Rachel perlahan sirna, "hati-hati sama hati kamu."
Sulit di mengerti, kalau menurut Yuta. Ia hanya bisa mengernyit dan berkata, "maksudnya?" Sebagai balasan.
Sebetulnya, Rachel sendiri juga sedikit berat untuk mengatakan hal ini pada Yuta. Saat-saat hendak terpisah begini, harusnya mereka saling mencurahkan kasih sayang ke satu sama lain. Ia juga tidak ingin memulai perseteruan antara ia dan suami sendiri, tetapi rasanya begitu mengganjal jika tidak ia katakan. Maka dengan mata yang mulai memanas, ia melanjutkan, "aku... tahu, kakak pasti bosen banget ya sama aku yang kaya gini?"
"Bentar, Chel," Yuta mengubah posisinya. Kini ia duduk dengan menghadap Rachel, ia genggam dua tangan perempuan itu, "maksud 'kaya gini' tuh apa? Emang kamu kenapa?"
"Ya... aku yang kaya gini, kak." Rachel mengangkat bahu, ia terkekeh, "aku yang nggak cantik, aku yang nggak bisa sama-sama kamu di setiap waktu, aku yang sibuk, aku yang kurang perhatian,"
"Aku tahu, kakak pasti bosen banget kan?" Rachel mencoba tersenyum meski kedua matanya sudah berkilauan oleh air mata.
Buat Yuta sesegera mungkin menangkup wajah sayu itu dengan kedua tangan, mendekatkannya ke wajahnya sendiri. Dahi keduanya menempel, Yuta bisa melihat kedua bola mata itu bergetar ketika berbalas tatap dengannya.
Rachel seperti tengah berusaha tegar, seperti tengah berusaha melawan segala sesuatu yang ada di benaknya.
"Kamu ini kenapa? Kenapa ngomong kaya gitu?" Yuta bertanya, ia usap kedua pipi Rachel yang mulai dialiri air mata. "Aku nggak pernah mikir kaya gitu tentang kamu, Chel. Kamu nggak kurang perhatiaan ke aku, kamu juga nggak kurang cantik. Jangan pernah mikir kaya gitu lagi,"
"Aku sakit kalo liat kamu sedih-sedih kaya gini." Ia akhiri ucapannya dengan menarik tubuh itu ke dalam pelukan. Membiarkan Rachel menangis tanpa suara di bahunya, membiarkan bahunya basah akan air mata. Meski sebetulnya, hatinya pun terasa seakan ditusuk dengan ribuan jarum, sedih betul merasakan tubuh di pelukannya bergetar hebat.
Yuta merasakan remasan di kaus bagian punggungnya, kemudian sebuah tanya terlontar. Yang sejujurnya pun ia ragu dapat menjawab.
"Kak Yuta, dengan aku cukup?" Rachel mengangkat wajahnya yang basah, ia memegangi kedua bahu Yuta. Matanya yang masih agak buram ia bawa agar bersitatap dengan mata Yuta yang begitu legam. Ia menanti jawaban.
Dan Yuta, sepertinya tahu apa yang istri butuhkan. Pria itu mengecup dahi Rachel setelah menyingkap beberapa anak rambut yang menutupi. Satu kalimat terucap berikut senyuman lebar, "aku mandi dulu."
Namun, jangankan ikut tersenyum, untuk bernapas lega saja Rachel rasa tak bisa sebab Yuta tak mengiyakan pertanyaannya.
***
Rachel tidak menunjukkan tanda-tanda jika ia tengah gundah hatinya. Pasca insiden di dalam kamar dengan Yuta tadi, sosoknya masih bersikap biasa, seperti halnya 'Rachel' biasanya. Masih melayani Yuta dengan baik, pun mengobrol dengan suaminya itu seolah tak ada sesuatu yang terjadi sebelum ini.
Hal itu tentu buat Yuta merasa lega. Kalau Rachel saja tidak mempermasalahkan, lalu mengapa pula ia harus terlalu memikirkan? Sehingga ia pun bersikap seperti tidak pernah ada masalah ataupun kesalahan pada sang istri. Hingga saat ini; ketika tengah mengantar ia ke lapangan dimana ia dan para tim akan berangkat, Rachel masih berceloteh menceritakan segala hal padanya dan Haruto- juga pada Ayah di kursi penumpang belakang. Dengan itu, Yuta rasa pembicaraan mereka beberapa jam lalu memang tidak begitu penting sampai harus dibawa perasaan dan di pikirkan terus-menerus.
"Kira-kira sampe di sana jam berapa, Kak?" Rachel bertoleh padanya, buyarkan lamunan yang mengambang diatas kepala. Ia tersenyum tipis menyadari jika Rachel betulan tidak marah dengannya.
Ia lekas menjawab setelah beberapa detik mengira-ngira, "ya enam jam palingan, Chel."
Rachel angguk-angguk kepala, "bakal pagi-pagi banget pasti, ya?"
"Iya," Sahutnya, kini menolehkan kepala untuk menatap si pujaan hati. Rachel juga tengah menatapnya, maka dari itu ia lekas berikan senyuman manis sembari melanjutkan, "kamu baik-baik ya di rumah."
Jongin meletakkan telunjuk di bibir, memberi intruksi pada Haruto agar anak itu diam. Supaya ia bisa mendengar juga menyaksikan adegan melodrama di kursi depan dengan khidmat. Begini-begini, Jongin juga kepo sekali dengan kehidupan putrinya. Pernikahannya dengan Yuta itu kan terbilang sebagai nikah muda, saat usia mereka baru beranjak dewasa, dimana sifat labil masih menyelimuti mereka ketika berada di usia tersebut.
Namun melihat ketentraman Yuta dan rahel membuat Jongin tahu jika kehidupan mereka berdua memang betulan tentram. Tidak ada yang namanya konflik-konflik atau cek-cok yang mulanya berasal dari hal sepele.
Tatapan Rachel melunak, pun nada bicaranya begitu lembut ketika menjawab, "pasti, kak. Aku nggak akan kenapa-kenapa kok."
"Kak Yuta juga baik-baik disana, kaya yang aku bilang kemarin."
Kemarin....
Yuta langsung teringat akan ucapan Rachel, 'Kak Yuta, dengan aku cukup?' yang menurutnya begitu aneh, sebab Rachel tidak pernah menanyakan hal-hal seperti itu padanya. Pun Yuta sendiri, rasa-rasanya sangat berat untuk menjawab. Seperti... ia tidak menemukan jawaban yang tepat di dalam hatinya.
Pada akhirnya ia bawa punggung tangan milik perempuan di sampingnya itu untuk ia usap dan ia beri kecupan dua kali, baru setelahnya mencetuskan tanya, "promise me, you'll fine?"
Rachel tersenyum simpul, balas mencium punggung tangan Yuta dan membalas, "I am."
bukanmoomin's note:
Kangen, ya? Sama, saya juga kangen interaksi sama kalian. I'm reallyyyyyyy sorry karena ga bisa luangin waktu buat update, lagi di fase stress out ama kerjaan😿
KAMU SEDANG MEMBACA
After Poisoned Love
Fanfiction• Sequel dari Toxic [ Mark Lee ] • Awal pernikahan mereka memang tak berjalan dengan baik. Namun seiring berjalannya waktu... keduanya sadar jika mereka tak dapat hidup tanpa kehadiran satu sama lain. Mereka saling membutuhkan, saling menginginkan...