21 [What's wrong?]

548 67 12
                                    

"Nggak tau, om, tadi cuma bilang ke aku buat temenin Haruto. Kan Haruto nggak suka kalo hujan sama petir begini," Aisha berkata sambil menepuk-nepuk punggung Haruto yang tertidur di pelukannya, sedikit memberi sindiran pada Yuta juga sebetulnya.

Yuta sendiri juga merasakan ucapan itu memang diarahkan untuknya. Ia menghela napas, ikut mengusap kepala Haruto, "maafin Papa. Maafin om juga, ya."

Aisha mengangguk, "iya, nanti om harus minta maaf juga sama tante."

Tentu, Yuta pasti akan mengucapkan kalimat maaf untuk Rachel. Karena sibuk dengan urusan sendiri, ia jadi abai dengan deret panggilan yang dapat dibilang penting dan genting itu. Sekarang barulah ia menyesal, khawatir bukan main dengan keberadaan sang istri. Pasti, Rachel masih terduduk sendirian di halte. Hendak ia susul, tapi belum tentu pula jika Rachel tetap menetap di halte kan? Bisa saja, perempuan itu sudah naik bus dalam perjalanan pulang.

Tapi mengingat hujan yang sejak tadi belum berhenti, Yuta sangsi jika sudah ada bus yang beroperasi.

Maka dengan perasaan kalutnya itu, Yuta bangkit. Menepuk bahu Aisha sekali sebelum meraih kunci mobil di meja. Ia berpamitan pada Aisha, pun menyempatkan diri untuk mencium puncak kepala Haruto yang masih terlelap. Haruto juga nampak gelisah dalam tidurnya, dilihat dari alis yang berkerut dan kedua tangan memeluk leher Aisha erat; betulan takut dengan petir yang sesekali terdengar.

Yuta melangkah lebar menuju garasi di samping rumah. Ia sudah hendak membuka pintu mobil sebelum mendengar dentuman; suara pintu mobil yang di tutup, yang berasal dari depan pagar. Ia berbalik, segera melangkah cepat setelah melihat Rachel dipapah oleh seseorang dengan payung sempit diatas mereka. Membuat kedua orang itu berhimpitan, sama-sama berusaha agar tak terkena air hujan.

Rachel mendongak, bersitatap dengannya yang membeku di tempat. Perempuan itu mengeratkan pegangan di lengan seorang pria yang memapahnya. Pria asing, Yuta belum pernah melihat pria itu sebelumnya. Kalaupun driver taksi, memangnya harus sampai mengantar hingga ke pekarangan rumah begini  ya? Sudah begitu, sampai merangkul begitu. Sedikit banyaknya membuat Yuta merasa tak suka.

"Sayang, basah nggak? Ayo, cepetan masuk, aku siapin air anget," Yuta berucap, meraih lengan Rachel dari genggaman si pria. Ditangannya, lengan Rachel terasa begitu dingin.

Gelengan dari perempuan itu buat Yuta bungkam. Ia ikut menatap si pria ketika Rachel melempar senyum untuk pria tersebut. Rachel bersuara, "makasih, Pak. Sampai harus anter sampai depan rumah gini."

Ada jeda sejenak ketika Rachel menepuk bahu lebar pria tersebut, mengusap lengannya yang basah, "Pak Doyoung jadi ikutan basah. Maaf, ya,"

Doyoung mengangguk, lantas mengedikkan dagunya menunjuk pintu utama, "Bu Rachel cepetan masuk, ya. Saya pamit dulu, permisi,"

"Sekali lagi, terimakasih banyak, Pak!" Rachel sedikit berseru, dibalas acungan jempol serta senyuman lebar oleh Doyoung yang telah berjalan menjauh.

Rachel kemudian menatap Yuta sebentar, sebelum menghela napas dan melangkah pergi. Buat Yuta yang ditinggalkan langsung mengernyit, sedikit tidak suka dengan sikap Rachel yang mendadak cuek begini. Rachel bukan tipe istri yang mudah ngambek, malah selalu terlihat santai dalam segala permasalahan mereka. Tapi kali ini, ketika Yuta rasa tidak ada masalah apapun diantara mereka, buat ia sedikit merasa marah atas sikap Rachel.

Langkahnya lebar mengejar Rachel, meraih lengan perempuan itu hingga tubuh ramping di depannya berhenti, berbalik hanya untuk berikan tatapan malas. Rachel melepas genggaman tangannya, "apa?"

"Kamu kenapa?" Yuta balik bertanya, lagi-lagi meraih lengan Rachel untuk ia genggam. Netra hitamnya mencoba selami netra didepannya yang tampak sayu. Ia tahu jika Rachel pasti lelah, tapi kalau sampai abai dengan ucapannya seperti di luar rumah tadi, bukankah sedikit tidak mengenakkan?

After Poisoned Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang