1

66 29 15
                                    

"Berkonsentrasi..." Aku memfokuskan pandangan dan pikiran pada dua benda di hadapanku ini--sebuah bantal dan sebuah buku sampul tebal 300 halaman berisi tentang perbintangan, yah itulah pokokknya.

Terbang! kataku dalam hati.

Namun nihil, tak ada pergerakan apapun dari kedua benda di hadapanku. Ini memang sedikit sulit.

Aku berdecak kemudian memasang ancang-ancang lagi.

Terbang!

Kali ini kedua benda itu bergetar di susul dengan melayangnya si bantal 3 sentimeter di atas meja. Kali ini aku pasti berhasil!

Astaga, Aku ingin berteriak!

"Ya! Ya! Bagus, sedikit lagi..." Aku menggigit bibir bawahku dengan resah.

Kini benda empuk yang awamnya digunakan untuk tidur itu melayang sedikit lebih tinggi lagi, kemudian di susul dengan buku disampingnya yang terbang tak stabil. Aku mencoba membagi fokus pada keduanya, huft ini sulit! Aku berkeringat dan entah bagaimana ekspresiku sekarang.

Ini sudah 8 detik, namun kedua benda ini masih tetap bergeming di tempatnya sambil bergetar naik-turun. Aku menggerakkan tanganku yang terulur dengan kaku ke arah kiri dimaksudkan untuk membuat mereka berpindah, namun...

Bugh!

Aku mengacak-acak rambutku dan mendesah frustasi.

Kedua benda tersebut terjatuh dari ketinggian 10 sentimeter diatas meja. Aku yakin, seorang penyihir profesional akan langsung tertawa jika melihat ini.

Aku memang payah, ini sia-sia, tapi aku tetap melakukannya.

Aku menangkupkan kedua tanganku ke wajah dan mulai menangis tanpa suara, inginnya sih tanpa air mata juga--kalau bisa.

"Terjatuh lagi?"

Aku terperanjat, kemudian segera bersikap seolah tak terjadi apa-apa dan tak habis melakukan apa-apa meskipun saksi bisu berupa bantal diatas meja yang acak-acakan tak bisa berbohong. Aku yakin tadi aku sudah menutup dan mengunci pintu kamar, tapi apa yang bisa diharapkan dari seorang kakak jahil yang pandai sihir.

Hansel itu terkenal sebagai penyihir yang pandai mengendap-endap dan mengejutkanmu saat kau membuka mata sehabis berkedip. Julukannya adalah 'penyihir hantu'--tentu saja dia belum mati. Segala tindakan sihirnya sangat senyap dan rapi, jadi maling pun dia bisa, tapi sayangnya dia tidak berminat.

"Kau tahu Hazel, tidak pandai dalam satu atau dua hal bukanlah hal yang buruk," katanya lagi.

"Oh pergilah! Aku sudah bosan mendengar itu!" bentakku, sebisa mungkin agar tak terdengar kasar.

Si Hansel itu, andai saja dia dalam posisiku, pasti dia akan mengerti, tapi masalahnya dia itu manusia sempurna yang hampir tanpa cela. Meskipun dia jelek, setidaknya dia lulus dari akademi sebagai lulusan terbaik dan mendapat pekerjaan yang bagus. Sedangkan aku? Aku tidak lulus dari akademi, bahkan aku tidak bisa menggunakan sihir seremeh sihir levitasi yang baru saja aku praktekan. Kami memang sangat bertolak belakang.

"Apa kau menangis?" tanyanya yang langsung saja membuatku ingin menangis kencang.

Pakai ditanya lagi! Ingin sekali aku bilang begitu, namun aku memilih beranjak dari kamarku dari pada muak meladeni kakakku yang sempurna.

Aku berjalan menuruni tangga lalu melewati ruang tengah dimana ibuku tengah membaca buku sambil minum teh.

"Kau mau kemana, Hazel?" tanya beliau lembut sembari melayangkan cangkir teh dari meja ke jemarinya kemudian menyeruput isinya dengan elegan.

WitchnologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang