21

9 0 0
                                    

"PENYIHIR!" seru seorang pria, membuatku memutus konsentrasiku dan membuat kami bertiga menoleh ke sumber suara dengan mata membelalak.

Bertepatan dengan teriakkan si pria, semua orang turut menoleh ke arah kami. Tak seberapa lama kemudian orang-orang menjerit dan berlari tunggang langgang meniakkan kata 'penyihir'.

Orang-orang berlari tak tentu arah. Aku benar-benar terkejut dan kebingungan, pikiranku kosong. Kami berempat diam membeku untuk beberapa detik hingga kemudian sekumpulan orang membawa sesuatu di tangan mereka masing-masing. Mereka mendekati kami perlahan dengan gentar, dan siap kapan saja melayangkan benda di tangan mereka pada kami.

Nyonya Rose sigap menyembunyikanku, Mindy serta Aldo di belakang tubuhnya. Ia merentangkan tangannya bersiap jika saja kumpulan orang-orang itu menyerang kami.

"Tunggu! Kami bukan penyihir!" sanggah nyonya Rose.

"Beraninya kau menyembunyikan penyihir!" ucap seorang pria yang berdiri dengan ancang-ancang di bagian paling depan rombongan. "Berikan dia pada kami!" titahnya galak.

"Tidak ada penyihir di sini!" Nyonya Rose bergerak mundur seiring orang-orang itu bergerak maju. Mindy dan Aldo melindungiku di belakang nyonya Rose, mereka menjagaku dari sisi kanan dan kiri. Kami semakin mundur, dan kakiku semakin mendekat dengan air laut.

"Berikan gadis itu atau kubunuh kalian semua!" ancamnya seraya menodong nyonya Rose dengan botol kaca yang telah dipecahkan bagian bawahnya.

"Dia bukan penyihir! Percayalah padaku!" Nyonya Rose menjerit dengan suara bergetar karena botol kaca pria itu benar benar di depan wajahnya.

Nyonya Rose mundur lebih jauh lagi dengan perlahan, membuat sepatuku benar-benar terkena air laut kali ini.

"Nyonya kami tidak ingin melukaimu," ucap seorang pria lain yang mengepung kami.

"Ambil paksa gadis itu!" seorang pria memprovokasi, membuat rekan-rekannya berlari maju sambil bersorak dan mengacungkan senjata ala kadar mereka pada kami.

"Anak-anak, lari!" Nyonya Rose mendorong Mindy.

Dengan cepat Mindy menarik tanganku dan Aldo. Sementara itu juga orang-orang berlari ke arah kami, dan dapat dipastikan mereka mengincarku.

Mindy melepas tanganku dan Aldo ketika seseorang hendak menyerang kami. Dengan tangkas ia melawan dan menguasai senjata alkadar mereka. Ia kemudian menyuruh kami berlari lagi. Mindy menubruk, meninju, menendang dan memelintir tangan orang-orang dewasa itu dengan cekatan untuk melindungiku dan Aldo.

"Hazel, Aldo, lempari mereka pasir!" titah Mindy tanpa menoleh, ia masih sibuk mencoba mengalahkan seorang bapak-bapak dengan tubuh lumayan kekar.

"Sekarang!" Desaknya.

Aku dan Aldo pun menurut. Kami berdua meraup pasir pantai di bawah kaki kami dan melemparkannya pada orang-orang yang hampir mendekat, sekaligus juga bapak-bapak yang tengah Mindy hadapi.

Orang-orang itu mengerang kesakitan sambil menutupi wajah dan mata mereka. Mata mereka pastilah kesakitan, apalagi udara kini tengah dipenuhi oleh partikel debu dan pasir, kesempatan emas untuk kabur. Namun, kami melupakan nyonya Rose!

"Nyonya Rose!" Aku mengingatkan sebelum Mindy dan Aldo berlari.

"Mama!" Aldo yang hendak melangkah kembali menoleh dan hendak berlari berbalik. Namun, sayang orang-orang dengan senjata sungguhan datang dari arah nyonya Rose, membuat aku dan tentunya Mindy serta Aldo merasa gentar.

Nyonya Rose dengan luka di pelipis serta lengannya yang berdarah-darah terduduk di pasir sambil terisak. Ia berhasil dilukai karena melindungi kami. Kemudian aku tersadar, kalau aku lagi-lagi membawa kesialan pada orang lain.

WitchnologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang