20

4 0 0
                                    

Pada akhirnya tak ada yang bisa aku lakukan selain bermain pasir, bermain air, dan makan jajanan atau bekal. Berenang adalah ide yang bagus, tapi aku enggan berenang dengan pakaian ketat dan terbuka, dan tidak mau juga membasahi baju baru pemberian Mindy. Jadi, hanya Aldo dan Mindy yang berenang, sedangkan aku dan nyonya Rose hanya memperhatikan mereka dari salah satu bangku berpayung besar sambil minum air kelapa.

"Aku lelah," keluh Aldo sembari mengatur nafasnya ketika menghampiri bangku tempatku dan nyonya Rose berada.

Mendadak aku salah fokus dengan tubuh Aldo bagian perut dan pinggang. Aku bukan bermaksud mesum, aku masih kepikiran tentang luka tadi pagi, tapi aku enggan bertanya karena bisa saja cerita di balik luka itu merupakan pengalaman traumatis bagi Aldo. Apalagi tampaknya dia tidak ingin menunjukan luka itu pada siapapun, buktinya dia sekarang berenang dengan menggunakan kaos, karena kebanyakan lelaki lainnya yang berenang di sini, mereka bertelanjang dada.

"Payah!" Mindy menoyor kepala Aldo pelan dengan jemarinya, kemudian tertawa. "Jarang berolahraga, sih!"

"Eh itu bola siapa?" Aldo menunjuk sebuah bola warna-warni yang diapit Mindy diantara pinggang dan tangannya.

"Eh! Ini milik anak tadi!" ucap Mindy histeris.

"Sudah kubilang kan, jangan mencuri!" Aldo berdecak. "Lihat! Anak itu menangis." Aldo menunjuk seorang bocah perempuan berumur sekitar empat tahun tengah merengek-rengek oada ibunya. Dapat dipastikan, itu dikarenakan bolanya yang dicuri Mindy.

"Gawat! Aku lupa mengembalikannya diam-diam!" Mindy segera mengalihkan pandangannya ke depan dan

menyembunyikan bola curiannya supaya tak nampak oleh korbannya.

"Astaga Mindy..." Nyonya Rose menggeleng-geleng. "Ayo cepat kembalikan!" titahnya kemudian, tegas namun masih terdengar sopan dan lembut.

"Bagaimana caranya? Aku takut dimarahi ibunya." Mindy memejamkan matanya mencoba memutar otak.

"Lempar saja!" desak Aldo seraya mendorong pelan bahu Mindy.

Mindy sempat terlihat ragu-ragu, namun kemudian ia melempar bola curiannya ke arah si anak kecil, lalu secepat kilat duduk dan berpura-pura minum air kelapa bekasku minum.

Saat ku lirik, si ibu dan si anak kecil awalnya tampak curiga pada kami berada di arah datangnya bola, namun kemudian segera menoleh dan lanjut bermain lagi.

"Kau ini tidak bisa berulah barang sehari pun, ya?" Aldo menggeleng dan memijat pelipisnya.

"Diam deh!" Mindy memberengut dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Kalian sudah selesai berenang? Kalau begitu cepat ganti baju!" titah nyonya Rose lembut, dibalas oleh anggukan dari Aldo dan Mindy.

Setelah beberapa lama kemudian kedua bocah itu datang lagi dengan pakaian kering seperti sebelumnya, namun rambut mereka masih tampak basah.

Mindy langsung mendudukkan tubuhnya disampingku begitu sampai, dia bersandar pada sandaran kursi tampak kelelahan.

"Toiletnya jauh sekali!" keluh Mindy yang disusul dengan desahan berat.

"Sekarang, ayo makan bekalnya anak-anak!" ajak nyonya Rose seraya membuka beberapa kotak bekal yang sudah ia siapkan.

"Yeayy!" sorak Mindy yang seketika bersemangat dan menyambar salah satu roti isi daging.

Baru saja Mindy hendak menyuap, namun ia urung melakukannya. "Eh tunggu! Kita foto dulu!" Ia merogoh tas ranselnya kemudian mengeluarkan sebuah benda pipih transparan.

"Fo...to?" Aku menceletuk.

"Ya!" Mindy mengangkat ponselnya agak tinggi dengan tangan kirinya dan tangan kanannya memegang roti isi.

WitchnologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang