12

12 6 2
                                    

"Apa? Kau akan pulang dalam keadaan seperti sekarang ini?!" tanya nyonya Rose sama terkejutnya seperti anaknya saat tadi siang di restoran, begitu Aldo menceritakan kalau aku akan segera pergi dari rumah mereka.

"Dia tidak akan pulang ke Nefaria," sanggah Aldo cepat.

"Lalu, kemana?" Nyonya Rose menatapku dan Aldo bergantian.

Aku menggeleng. "Aku belum memikirkannya. Mungkin aku akan mencari pekerjaan."

Nyonya Rose dan Aldo tampak terkejut, kemudian kembali menetralkan raut wajahnya.

"Pasti sulit untuk anak seumuranmu, apalagi kau tidak membawa identitas apapun, dan perlu diingat, kau ini dari Nefaria, sayang." Nyonya Rose memegang bahuku kemudian tersenyum lembut menatapku.

"Hmm... betul juga." Aku reflek memegang daguku sambil berpikir.

"Oh, kau bisa membantu ibuku di toko kuenya," usul Aldo kemudian.

Apa?! Itu akan semakin merepotkan mereka... dasar manusia-manusia terlalu baik.

Nyonya Rose mengangguk dan tersenyum ke arahku, sementara aku cepat-cepat menggeleng dan mengibas-ngibaskan tanganku di depan dada.

"Tidak-tidak! Itu akan semakin merepotkan Anda, nyonya Rose."

"Tidak sama sekali Hazel, kau bisa membantuku sedikit-sedikit, dan tentu saja ada bayarannya." Nyonya Rose bersikukuh meyakinkanku.

Aku lagi-lagi menggeleng. "Tidak, kumohon, aku tidak mau menyusahkan orang lain lagi." Cukup keluargaku saja.

"Apa kau tidak suka tinggal bersama kami?" tanya nyonya Rose lagi, kini dengan wajah sedih.

"Bukan begitu... aku sebenarnya suka tinggal di sini, lagi pula anda dan Aldo sangat baik padaku, aku hanya takut lama kelamaan aku akan bersikap tidak tahu diri." Aku menelan ludah.

"Apa itu?" Nyonya Rose terkekeh seraya mendudukkan tubuhnya ke sofa. "Aku tidak masalah walaupun kau tidak tahu diri, lagi pula itu tak akan terjadi, karena kau anak yang baik Hazel."

Aku ikut terduduk dan memilih tertunduk dan tak menjawab lagi.

Nyonya Rose menghela nafas berat. "Baiklah, tinggalah dulu di sini sampai kau sembuh total, setelah itu terserah padamu."

Aku mendongak dengan senyuman terpasang di wajahku. "Terima kasih nyonya Rose, maaf merepotkanmu lebih lama lagi."

"Tak apa Hazel."

"Oh iya, apa tadi kau bersenang-senang?" tanya Nyonya Rose lagi sebelum kami bertiga saling diam.

"Ya!" kataku senang. "Aku melihat hal-hal baru, dan aku makan makanan yang enak."

"Memang, apa yang kau makan?"

"Roti isi berbentuk bulat, dan ayam runcing--apa tadi namanya Aldo?" Aku melirik Aldo di sampingku yang sejak tadi hanya diam saja.

"Ayam krispi," jawabnya datar dengan mata yang tak kunjung teralih dari televisi yang menayangkan orang menyikat gigi.

Aldo bersandar ke sandaran sofa, dan melipat tangannya di depan dada. Ekspresinya tampak aneh, dia cemberut tanpa sebab.

"Ya itu!" Aku kembali melirik nyonya Rose. "Aku juga minum minuman yang membuat sensasi aneh di mulut."

Nyonya Rose tertawa. "Itu namanya soda, Hazel."

Aku rasanya sedang berhadapan dengan sosok lama ibuku. Dulu, saat aku masih berani bicara banyak, aku selalu bercerita setiap hal padanya, termasuk hal-hal sepele seperti tadi, dan ibuku selalu menanggapi dengan menyenangkan seperti nyonya Rose. Aldo sangat beruntung karena punya ibu yang baik dan murah hati sepertinya.

WitchnologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang