Kata Aldo, segalanya telah berevolusi, sepeda kini berbadan gendut dan tidak kurus, begitu juga dengan televisi, dulu berbentuk persegi kecil dan berwarna hitam putih, kini televisi berukuran besar dan gambar yang dihasilkan berwarna-warni. Bukan hanya barang-barang, manusia, bahkan peradaban pun ikut berevolusi. Itu cukup membuatku sadar kalau Nefaria sudah tertinggal ratusan bahkan ribuan langkah dari dunia di luarnya.
Aldo mengajakku naik sepeda motornya--ya, kini sepeda tidak berbentuk kurus dan digerakkan dengan kaki, melainkan dengan mesin penggerak. Aldo meliuk-liuk membelah angin dijalur khusus berwarna merah dengan kecepatan sedang. Rambutku berkibar diterpa sang bayu, ini sekilas mengingatkanku pada saat dulu naik sapu terbang bersama Hansel.
Darahku berdesir, jantungku berpacu cepat, dan dadaku sesak karena bahagia seolah-olah bunga tak henti-hentinya tumbuh dan berdesakkan di dalam sana. Tanpa sadar air mataku meleleh, aku terlalu bahagia, aku di Zhephys, naik sepeda, menyaksikan peradaban yang modern, aku benar-benar merasa beruntung.
"Bagaimana?" tanya Aldo. "Menyenangkan?"
"Ya," kataku di sela isak tangis.
"Kau menangis?"
"Ya! Ini...terlalu menakjubkan!" Aku tertawa kemudian menyeka air mata di kedua belah pipiku.
"Sepertinya kau ini orang yang sentimental, ya?"
"Sepertinya begitu." Aku memejamkan mataku, membiarkan angin menerpa wajahku.
"Mau ku tunjukan yang lebih seru?" tawar Aldo,
"Apa itu?" aku mengerutkan dahi di belakangnya, Aldo tampak bersiap entah akan melakukan apa.
"Pegangan," katanya. Baiklah, bolehkah aku punya firasat buruk?
"Kemana?" Mataku mencari ke sekitar, tapi tak ada ceruk atau semacamnya yang bisa dibuat untuk berpegangan, kecuali cowok di harapanku ini.
Aldo menggumamkan kata 'um' yang agak panjang. "Ke bahuku?"
Tanpa menaruh rasa curiga, aku melakukan apa yang di suruhnya. Sekonyong-konyong Aldo melajukan sepedanya tiga kali lebih cepat dari sebelumnya dan membuatku hampir terjengkang. Aku berteriak dan mengumpat kencang sekali tanpa peduli orang-orang di sekitar kami.
"ANAK KAMPRET, APA YANG KAU LAKUKAN?!" sergahku sembari mencengkram erat bahu Aldo supaya tak terjatuh, kemudian lanjut meneriakan huruf A dengan mata tertutup.
"Apa? Ini menyenangkan, 'kan? Aku sering melakukannya saat stress setelah pulang sekolah." Aldo berteriak supaya suaranya terdengar olehku.
"Bukannya berkendara dengan kecepatan tinggi itu tidak boleh? Nanti kau dihukum," balasku berteriak dan masih enggan membuka mata.
"Apa?!"
Sepertinya dia tak mendengarku karena angin.
"Bukannya berkendara dengan kecepatan tinggi tidak boleh? Nanti dihukum." Aku bermurah hati mengulang kalimatku.
"Aku tidak bisa mendengarmu," teriak Aldo lagi. Entah kenapa aku merasa kalau kami seperti orang aneh yang bersahut-sahutan di alam rimba.
Aku berdecak dan reflek membuka mata supaya bisa merotasikan bola mataku, dan--oh, hei! Ini tidak buruk, kami melesat secepat kilat, membuat adrenalin meningkat. Ini lumayan menyenangkan.
"Hei, kenapa diam saja?" Aldo membuyarkan lamunanku.
Aku menggeleng. "Bukannya berkendara dengan kecepatan tinggi itu dilarang? Nanti bisa dihukum." Dengan sabar aku mengulang kalimatku lagi, kali ini aku berteriak tepat di belakang telinga Aldo.
"Oh ya, bagaimana kau bisa tahu?"
"Pengendara sapu terbang yang melaju terlalu cepat akan dihukum di Nefaria, kurasa itu juga berlaku di sini, 'kan?" jelasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witchnology
FantasyWITCHNOLOGY (SELESAI) [fantasy - adventure - teenfiction] Hidup dikelilingi sihir dan keajaiban bukanlah hal yang menakjubkan lagi bagi Hazel. Itu adalah sebuah penderitaan, karena kenyataannya dia tidak bisa menggunakan sihir di negeri yang hampir...