9

17 12 9
                                    

Setelah ribut-ribut dan angin-anginan di atap, Aldo mengajakku kembali ke rumahnya dan menunjukkanku benda persegi panjang sebesar papan tulis akademi yang mengeluarkan gambar yang bergerak-gerak. Aldo bilang itu namanya televisi.

Aku pernah membaca tentang televisi di buku sejarah, tapi deskripsinya sangat berbeda dengan yang kulihat sekarang, tidak ada antena seperti serangga yang berfungsi menangkap sinyal dan yang ini berbentuk persegi panjang, bukannya persegi kecil seperti yang dijelaskan dalam buku.

Aku menonton pertunjukan akting di televisi bersama Aldo, dan Aldo bilang yang ku tonton adalah film, dia memang sangat sabar menjelaskan segala hal padaku yang sudah seperti manusia purba. Setelahnya, kami sama-sama ketiduran di karpet sampai pagi, lalu paginya kami dimarahi nyonya Rose karena ketahuan tidur larut malam.

"Lihat! Sekarang kau mengantuk, 'kan? Rasakan itu!" omel nyonya Rose untuk kesekian kalinya pagi itu saat mendapati Aldo menguap.

Aldo hanya berdecak dan meringis diam-diam, sementara aku hanya celingak-celinguk melihat kedua ibu dan anak itu sambil makan panekuk buatan nyonya Rose. Setelah itu, nyonya Rose pergi bekerja--belakangan ku ketahui kalau dia punya toko kue dan makanan pembuka, tak heran makanan manis yang ia buat sangatlah enak, sedangkan Aldo pergi sekolah dan aku disuruh menjaga rumah mereka sampai Aldo pulang. Aldo berjanji akan mengajakku jalan-jalan mengelilingi kota Variette--kota tempat bangunan berisi rumah Nyonya Rose berada--setelah pulang sekolah.

Entah apa yang akan kulakukan sambil menunggu Aldo dan nyonya Rose pulang, mungkin hanya berbaring seharian, sejujurnya aku ingin menonton televisi atau menyelinap keluar diam-diam, namun sayangnya aku tidak tahu cara menyalakan benda persegi panjang bertenaga listrik itu ataupun membuka pintu--pintunya agak aneh, aku takut salah berbuat.

Nyonya Rose memberikanku baju bekas mendiang anak perempuannya padaku, siapa tahu aku ingin mandi, katanya. Aku memang belum mandi dari dua hari yang lalu karena luka di pinggangku ini, tapi nyonya Rose bilang kalau saja aku merasa tidak nyaman aku diperbolehkan mandi dan larangan dokter tak perlu dipikirkan, dan akhirnya aku memutuskan untuk mandi yeay! Lagi pula tubuhku rasanya agak gatal dan lengket.

Aku sebelumnya pergi ke kamar mandi rumah Aldo untuk buang air, dan isinya luar biasa! Entah harus berapa kali aku harus mengatakan kata 'luar biasa'. Disana sangat bersih, lantainya licin dan pencahayaannya terang, membuatmu ingin berlama-lama di sana. Perabotannya asing bagiku, yang ku kenali hanyalah bak mandi.

Aku melepas seluruh pakaianku dan berkaca memandangi tubuhku yang ehem. Aku hampir menjerit karena ketakuan melihat diriku sendiri di dalam cermin. Kacau dan mengerikan, bagaimana bisa nyonya Rose dan Aldo tidak ketakutan melihatku selama ini? Rambutku berantakan dan kulitku kusam, di wajah serta beberapa tempat di sekujur tubuhku terdapat beberapa lebam kebiruan, yang paling besar adalah yang ada di bahu kiriku, kurasa itulah yanh membuatku merasa sakit saat tidur menghadap kiri. Dan luka besar di pinggang kiriku yang dibalut perban... itu agak mengerikan dan mengkhawatirkan.

Kubuka perlahan-lahan perekat yang menahan perban pembalut lukaku dengan hati-hati dan diselingi ringisan hingga terlepas.

Aku melotot ketika melihat pantulan lukaku di cermin, benar-benar sebesar itu, dan jahitannya banyak sekali. Luka itu mengerikan dan dalam beberapa saat membuat pinggang kiriku ikut merasa ngilu. Aku jadi ragu untuk mandi, tapi mungkin aku bisa membasuh tubuhku dan menghindari bagian itu.

Aku mandi dengan perlahan dan sangat sangat sangat hati-hati, mungkin aku menghabiskan sekitar satu jam di kamar mandi ditambah dengan memanjakan tubuhku dengan sabun modern berbentuk cair yang baunya sangat wangi, yah aku sudah menantikan yang satu itu, jadi aku tidak boleh menyia-nyiakannya, iya, 'kan?

WitchnologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang