Semalam tidurku lumayan nyenyak, aku bahkan bangun kesiangan. Harusnya kami berangkat pagi-pagi buta seperti kemarin supaya bisa sampai ke Nefaria saat malam hari dan istirahat di sana. Tapi tampaknya Mindy dan Aldo pun sama-sama kesiangan jadi mereka tak membangunkanku.
Mindy mengerang sambil merebahkan tubuhnya sesaat setelah kami keluar dari rumah Aldo. Ia kemudian menghela nafas panjang hingga akhirnya mendengkus dan menutupi hidungnya dengan tangan.
"Sedikit bau sampah," ucapnya kemudian.
Aldo yang baru saja selesai menutup pintu rumahnya, terkekeh. "Dulu, baunya lebih parah, ditambah dengan polusi dari daerah industri, benar-benar tak pantas untuk dihirup."
"Luar biasanya kau masih hidup." Mindy memandang Aldo dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Aku lahir di sini, jadi mungkin tubuhku beradaptasi dengan baik." Aldo melangkah dari pelataran rumah ke tanah. "Ayo berangkat?" ajaknya.
Kami mulai melangkah lagi. Kami jadi mirip tiga remaja petualang yang tengah berada ditengah-tengah kehancuran dunia, ditambah dengan latar belakang yang mendukung.
Kota Everwinter benar-benar kotor dan tak terawat selayaknya kota mati. Tapi yang mengherankan adalah bangunan-bangunannya yang sudah tampak lapuk dan tak terawat seperti yang sudah ditinggalkan lebih dari setengah tahun. Yang dapat kuperkirakan, mungkin bangunan-bangunan ini memang sudah tak terawat dari dulu. Jalanannya pun sudah berlubang dan retak-retak.
Agak disayangkan pemerintah Zhephys buang-buang uang membeli lahan untuk mengebom Nefaria, padahal banyak yang mereka bisa lakukan ketimbang itu, menyejahterakan rakyatnya misal? Yah, kalian lihat saja kondisi kota di dekat perbatasan ini dan penduduk-penduduknya, Aldo saja bilang kalau dia dulu miskin.
Ya walaupun sekarang hidup Aldo sejahtera karena kebijakan ini, tapi tetap saja lebih banyak yang bisa dilakukan dan memiliki efek jaka panjang pada penduduk Zhephys.
Kami sudah berjalan selama tiga jam, dan matahari sudah tampak sudah berada di atas kami. Entah benar atau hanya perasaanku saja, tapi aku tiba-tiba merasa resah dengan sesak nafas tanpa sebab. Jadi aku berhenti sejenak.
"Aldo, Mindy, aku ingin istirahat," ucapku pada mereka berdua yang sudah berjalan benerapa meter di depanku.
"Baiklah." Mindy dan Aldo menoleh dan berjalan kembali menghampiriku.
"Aku merasa aneh," kataku sambil mengatur nafasku yang mulai tersenggal. Jangan-jangan ini karena polusi di kota ini belum juga hilang?
"Hazel, apa kau baik-baik saja?" tanya Mindy panik.
Aku mengangguk lemah sebagai respon. Sepertinya sedikit istirahat akan membuatku lebih baik.
Kami bertiga kemudian duduk di pinggir jalan mengistirahatkan tubuh kami sambil minum dari botol kemasan yang sudah berlumut. Agak mengkhawatirkan, tapi apa boleh buat? Lagi pula kami kemarin meminum itu, dan tak terjadi apa-apa, setidaknya pada Mindy dan Aldo.
Tiba-tiba saja kepalaku rasanya berputar dan nafasku terasa tercekat. Aku susah payah meraih tangan Aldo dan mencengkramnya kuat-kuat. Pemuda yang tengah bersenda gurau dengan Mindy itu seketika panik.
Tubuhku terjatuh tanpa bisa kukendalikan, dan kurasakan Aldo menahan punggungku dengan tangannya. Dapat kulihat dan kudengar dengan samar Aldo dan Mindy mengerumuniku dan mengatakan sesuatu yang tak bisa kudengar. Wajah kedua remaja itu memburam dan berubah-ubah bentuk dimataku.
Aku tidak mungkin tiba-tiba sekarat, 'kan? Aku baik-baik saja kemarin, dan juga semalam...
Pandanganku semakin buram dan menggelap, tak lama kemudian kurasakan sesuatu yang hangat keluar dengan paksa dari rongga hidungku, membuatnya terasa sangat perih nyaris mati rasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witchnology
FantasyWITCHNOLOGY (SELESAI) [fantasy - adventure - teenfiction] Hidup dikelilingi sihir dan keajaiban bukanlah hal yang menakjubkan lagi bagi Hazel. Itu adalah sebuah penderitaan, karena kenyataannya dia tidak bisa menggunakan sihir di negeri yang hampir...