14

17 7 5
                                    

Nada adalah tipikal gadis yang mudah dilupakan, rambut sepunggung belah tengah, tinggi badan rata-rata remaja seusia tujuh belas tahun, dan penampilannya selalu bersahaja. Dia juga seorang gadis yang pendiam dan jarang terlihat tersenyum, dia sering melamun dengan wajah gusar, orang-orang akan mengira dia sedang banyak pikiran ketika melihatnya melamun, namun nyatanya wajah Nada memang terlahir begitu.

Saat aku pertama kali bertemu dengannya di peternakan Jerome, Peter mengenalkanku padanya, dan kesan pertamaku tentangnya adalah 'sombong'. Nada bilang hampir semua orang memiliki kesan pertama yang sama terhadapnya. Yah, bagaimana tidak, dia hanya bicara dengan mengatakan 'oh', 'ya', atau 'tidak' dan sama sekali tidak melirik lawan bicaranya.

Namun, meskipun begitu, diam-diam dia adalah seorang gadis normal yang rapuh dan penyayang. Waktu itu aku memergokinya menangis setelah ia berpapasan dengan orang tua yang menelantarkannya, saat itu aku menenangkan Nada dan mendengarkannya bercerita, dan setelah itu kami menjadi dekat. Sama seperti kasus Peter, aku dan Nada saling melengkapi dan menguatkan, dan Nada pun jadi terlihat lebih sering tersenyum dan berbicara.

Dia adalah mantan seorang anak sulung yang punya tiga adik, dia sangat andal dalam mengasuh anak kecil dan sifatnya pun sangat keibuan. Dia merawat seorang anak yatim piatu berusia sepuluh tahun yang bekerja di peternakan Jerome, mereka sudah seperti kakak-beradik, aku juga sering merasa punya seorang kakak perempuan saat bersama Nada.

...

"Refflecia?!" Lagi-lagi Mindy berteriak dengan suara melengkingnya.

"Itu jauh sekali! Pantas saja aksenmu aneh." Kali ini Mindy cekikikan.

Aku hanya bisa cengengesan, kali ini aku takkan menanggapi apapun, biarkan saja Aldo berbohong sepuasnya. Lagi pula, sepertinya gadis ini percaya dengan apa yang dikatakan Aldo.

"Kudengar monumen kapal Coralona dicat kembali, ya?" tanya Mindy antusias.

Aku melirik Aldo lalu mengedipkan mata sebagai tanda kalau aku tak tahu harus menjawab apa.

"Bilang, 'ya'," ucap Aldo dengan hanya menggerakkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara.

"Ah, y-ya!" kataku gelagapan.

"Aku selalu ingin melihat monumen kapal Coralona, tapi aku tidak bisa pergi ke sana." Mindy tampak murung.

"Kenapa?" tanyaku setelah curi-curi pandang pada Aldo.

"Yah, aku tidak punya uang." Mindy mengangkat kedua bahunya.

Gadis itu kembali tersenyum dan menatapku, kemudian ia bergerak maju mendekatiku lalu merangkulku dengan sok akrab. Tentu saja itu langsung membuatku kembali merasa tidak nyaman serta menahan nafas.

"Yah, tapi sekarang aku punya teman yang berasal dari sana." Ia menyengir dan mengerling. "Sepertinya akan mudah pergi ke sana.

Aku tak menjawab dan malah menatap serta mengedipkan mata berulang kali ke arah Aldo dimaksudkan untuk meminta pertolongan, namun pemuda itu malah terkekeh dan memasang wajah mengejek seolah mensyukuri ketidaknyamananku.

"Aldo." Mindy beralih menatap Aldo yang sontak saja membuat pemuda itu kembali menetralkan ekspresinya seperti sebelum Mindy merecokiku.

"Dia itu memang pendiam, ya?" Gadis dengan badan lumayan berisi itu berdecak--masih dalam keadaan merangkulku dengan sok akrab.

WitchnologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang