15

7 3 0
                                    

Mindy makan banyak sekali, dia menghabiskan semua makanan dan minuman yang ia bawa, sedangkan aku dan Aldo hanya makan beberapanya saja. Tak lama setelah Mindy menghabiskan makanannya, nyonya Rose datang membawa sisa kue-kue dari tokonya, dan Mindy masih bisa melahap itu semua.

Aku kagum dengan perut dan kemampuan metabolismenya, dia bisa menampung banyak makanan yang kalau bagiku cukup untuk lima kali sarapan, meskipun begitu, tubuhnya bisa dibilang tetap bagus dan ideal.

Setelah ia kenyang, barulah dia pulang ke rumah sekitar jam enam sore dengan diantar aku dan Aldo hingga ke halte bus terdekat. Omong-omong, di jam-jam begitu, pemandangannya bagus sekali, dan sepertinya itu adalah waktu paling larut saat aku keluar apartemen.

"Dulu dia gendut karena banyak makan dan dia sering ditindas teman-temannya yang cantik saat di SMP. Makanya sekarang dia mulai merawat diri, meskipun makannya tetap banyak, dia sering olahraga, bahkan kini dia ikut ekstrakulikuler bela diri," ucap Aldo panjang lebar sambil berjalan pulang, ketika aku menceletuk soal badan Mindy yang tetap bagus meskipun banyak makan.

Aku tersenyum mendengar cerita Aldo. Mataku masih jelalatan menatap ke bangunan-bangunan yang mulai bercahaya dan langit ungu yang indah. "Dia hebat, ya?"

"Ya, dia memang mungkin aneh, berisik dan menyebalkan, tapi dia anak yang baik serta tegar." Lagi-lagi Aldo terdengar tulus, dan saat kulirik, tatapan matanya juga terlihat sama tulusnya. Dia jarang bicara banyak selain untuk hal penting, tapi sekalinya bicara kedengarannya tulus dan tak sedikit pun ada nada kebohongan. Andai saja Mindy dan Aldo pacaran, Mindy akan sangat beruntung punya pacar seperti Aldo.

"Kau menyukainya, ya?" Aku menyenggol tubuh Aldo hingga pemuda itu oleng dan tersenyum jahil.

Aldo tertawa tertahan. "Jangan bercanda! Kami berteman lumayan lama, tapi kadang masih merasa tidak nyaman saat dekat-dekat dengannya."

"Hmm, sepertinya aku akan sulit akrab dengan Mindy." Aku bergumam sambil memegang dagu.

"Sepertinya karena kalian sama-sama perempuan, kalian akan cepat akrab?"

Aku mengedikkan bahu dan mencelos pergi mendahului Aldo ketika sudah dekat dengan area depan apartemen. "Yah, ku harap."

Saat aku dan Aldo memasuki area lift, aku mendengar beberapa orang, khususnya remaja-remaja seusiaku yang sedang berbincang mengenai LovaGram. Tadi pagi aku diberi tunjuk apa itu LovaGram, itu seperti sesuatu dalam benda persegi panjang pipih transparan bernama ponsel, tapi aku belum mengerti mekanismenya seperti apa.

"Eh, katanya orang-orang berdemo di depan gedung dewan kota kita, ya?" kata seorang pemuda dengan topi putih berlidah hitam.

"Oh, ya? Bagaimana kau tahu?" saut pemuda lain di sampingnya yang sedang asyik mengotak-atik ponsel.

"Itu ada di LovaGram. Untuk apa mereka berdemo sampai di kota kecil ini? Sudah benar mereka berdemo pada pemerintah pusat." Pemuda bertopi berdecak.

"Entahlah, aku belum membuka halaman berita lagi." Si pemuda kedua mengedikkan bahu.

"Kau main video game terus, sih." Pemuda bertopi melirik ke arah ponsel pemuda kedua. "Oh, iya. Hari ini LovaGram juga ramai dengan topik Idiot, banyak meme lucu tentang acara Albert Hagal semalam," sambungnya, kemudian cekikikan.

Pemuda kedua ikut terkikik dan mendongak. "Aku menonton itu semalam, acaranya kacau seperti biasa."

"Hei, Aldo! Apa kau lihat itu juga?" tanya pemuda bertopi pada Aldo yang berdiri di belakangku. Aldo sedari tadi menyimak, kukira karena Aldo memang tidak mengenal kedua pemuda itu, tapi ternyata sebaliknya.

Aku melirik Aldo.

Pemuda dengan kulit seputih susu itu tersenyum. "Ya, aku lihat, tapi ibuku langsung mematikan siaran televisi begitu bapak-bapak itu saling ejek."

WitchnologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang