17

5 2 3
                                    

"Jadi, kenapa kau tidak bisa sihir?" tanya Mindy untuk kesekian ratus kalinya padaku hari ini.

Coba tebak. Apakah aku mengaku kalau aku orang Nefaria pada Mindy atau tidak?

Jawabannya, ya!

Hari itu aku dan Aldo terus berkelit, tapi Mindy tetap yakin dengan kecurigaanya dan terus menyuruhku untuk mengaku. Pada akhirnya aku harus mengaku, toh tidak ada gunanya berbohong, lagi pula Mindy tampak biasa saja saat aku mengakui kalau aku dari Nefaria, dia malah kegirangan dan langsung menanyaiku banyak hal.

Kemarin juga dia bilang kalau dia tidak bisa tidur karena terus memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang ingin ia tanyakan padaku, dan keesokan harinya saat berkunjung lagi ke rumah Aldo, dia langsung mencerocos tanpa henti menanyaiku banyak hal.

"Aku juga tidak tahu," ucapku untuk menanggapinya. Rasanya seperti sedang di interogasi.

"Apa semua orang Nefaria terlahir dengan sihir dalam tubuh mereka?" tanya Mindy lagi, kali ini Aldo pun ikut mengangguk-angguk sama penasarannya.

Aku reflek memegang dahuku dan berpikir. "Aku tidak yakin soal itu. Kurasa semua orang bisa sihir karena mereka belajar di akademi, orang-orang Zhephys pun mungkin bisa menggunakan sihir kalau belajar?" Aku mengungkapkan pendapatku.

Mindy dan Aldo mengangguk-angguk mafhum.

"Berarti aku juga bisa menggunakan sihir?" Mindy menunjuk dirinya sendiri dengan senyuman mengembang di wajahnya.

Aku mengedikkan bahu. "Mungkin saja."

"Kau termasuk orang yang pintar, bagaimana mungkin kau tidak bisa menggunakan sihir? Orang sepertimu pasti belajar tiap hari, 'kan?" timpal Aldo sesaat setelah menjentikkan jarinya.

"Entahlah aku pun tak tahu." Aku menggeleng dan sebisa mungkin menutupi kemurunganku. Aku juga sudah lama merasa aneh dengan ini, aku belajar tiap hari, latihan tiap hari, tapi sama sekali tak memunculkan hasil selain menerbangkan barang ringan kurang dari dua puluh sentimeter. Aku pun sampai ragu dengan ungkapan "Usaha tidak akan mengkhianati hasil".

"Itu aneh bukan? Siapa tahu kau dikutuk, Hazel," papar Mindy.

Aku tertawa karena penuturan Mindy. "Semua orang Nefaria juga meganggap orang-orang sepertiku terkena kutukan. Tapi aku sama sekali tak melakukan hal buruk apapun yang membuatku pantas diberi kutukan."

"Siapa tahu kakek buyutmu yang dikutuk? Yah, kau tahu lah, semacam kutukan berpola seperti keturunan ketujuhmu tidak akan bisa sihir, atau setiap cicit perempuanmu tidak akan bisa sihir. Siapa tahu kakek buyutmu mematahkan hati soerang penyihir jahat?" ungkap Aldo menuturkan pendapatnya.

Sontak Mindy tertawa keras. "Kau terlalu banyak membaca cerita fiksi!" Gadis dengan rambut sebahu itu memukul-mukul lengan Aldo.

Aku ikut tertawa kecil karena itu.

"Yah, siapa tahu? Entahlah." Aku mengedikkan bahu santai. "Aku sudah tidak peduli lagi, lagi pula aku sudah tidak mengharapkan apapun dari sihir."

"Bukannya sihir itu penting bagi orang-orang Nefaria?" tanya Aldo.

Aku mengangguk mantap. "Ya, itu memang benar, makanya karena kau tidak bisa sihir, aku merasa tidak pantas untuk tinggal di sana. Makanya, 'kan? Aku tidak mau pulang? Siapa tahu kehidupanku akan lebih baik di sini, dan ya, sekarang pun terasa lebih baik, aku bertemu orang-orang baik seperti kalian," ucapku panjang lebar dengan senyuman penuh syukur.

"Bagaimana dengan keluargamu?" Kali ini Mindy yang bertanya, dan sontak saja hatiku terasa sakit.

"Mereka tidak akan peduli apakah aku pulang atau tidak." Aku tersenyum, berusaha sekuat tenaga untuk tidak mendesah pasrah atau menunduk tanda menunjukan kemurungan.

WitchnologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang