Aku membuka mataku dengan membelalak, dan dalam kesempatan itu aku menghirup udara sebanyak-banyaknya dalam rangka merasa bersyukur karena aku belum mati.
"Hazel!"
Mindy dan Aldo menghampiriku yang masih dalam keadaan berbaring.
Aku langsung bangkit dan terduduk mencoba mengumpulkan nyawa dan kewarasanku yang tengah terpecah belah dan berceceran entah di mana.
"Hazel, kau tak apa?!" Aldo memegang kedua bahuku, menuntunku untuk kembali berbaring. Namun aku segera menepis tangannya.
Aku mencoba bangkit berdiri meskipun sedikit oleng karena masih merasa agak pusing. "Minggir!" kataku pada Mindy dan Aldo sambil merentangkan tangan.
"Hazel, istirahatlah dulu." Mindy mencoba mendekatiku.
"Tidak! Minggirlah!" Aku berjalan ke tempat yang lebih lapang menjauhi mereka berdua.
"Hazel, apa yang kau lakukan?" tanya Aldo yang turut mundur bersama Mindy.
Aku memejamkan mataku mencoba berkonsentrasi, kemudian aku menghirup udara dan memgeluarkannya kembali.
Aku membuka mataku dan sedikit mengguncangkan tangan kananku yang kemudian memunculkan sebuah cahaya hijau yang lamgsung saja kuhempaskan kembali karena terkejut.
Cahaya itu menyebar ke seluruh penjuru arah dan membuatku serta Mindy dan Aldo terpental kebelakang dengan agak kencang karenanya.
Kami bertiga mengerang dan mengaduh untuk beberapa saat hingga akhirnya kembali bangkit dan menghampiri satu sama lain.
"Apa itu Hazel?" tanya Aldo panik.
Aku memandangi tanganku sekali lagi dengan ekspresi yang tak kalah terkejutnya seperti Aldo. "Sihirku."
Mindy mendesah kagum. "Serius?"
Aku mengedikkan bahu dan menatapnya dengan senyuman mengembang. "Aku belum tahu pasti, tapi sepertinya begitu," ucapku.
"Gi. La!" Mindy bersorak kemudian memeluk tubuhku. Kami melompat-lompat sambil berpelukan.
"Kau pingsan dan tiba-tiba jadi sakti?!" ucapnya begitu melepas pelukannya dariku. "Apa kau bermimpi mendapat mukjizat atau semacamnya?!" sambungnya tak sabar.
"Ceritanya panjang, ayo kita berangkat!" Aku hendak melamgkahkan kaki untuk melanjutkan perjalanan kami, namun Mindy keburu menarik tanganku.
"Hazel, kau baru sadar, istirahatlah dulu," katanya seraya menarikku untuk duduk di undakan pinggir jalan.
"Tapi kita harus cepat-cepat sampai." Aku sedikit memelas, pasti Peter, Nada dan orang-orang yang tinggal di Peternakan juga mengalami hal yang sama denganku.
Profesor Emma adalah salah satu Profesor yang berumur paling tua di akademi sihir Nefaria setelah kepala sekolah dan Profesor Thomas. Umurnya sekitar tiga ratus tahunan, dan dia tetap awet muda seperti umur empat puluhan karena sihir tingkat tingginya. Dengan umur yang sudah selama itu, ia tentu sudah mengajar di akademi sihir dengan sangat lama, dan bukannya tidak mungkin kalau dialah yang mencuri sihir murid-murid yang dikeluarkan dari akademi selama ia mengajar.
Sekarang aku tahu kenapa dia selalu awet muda dan sihirnya tak pernah habis. Aku juga kini tahu kenapa dia selalu berbuat baik pada murid-murid yang kehilangan sihirnya sepertiku, karena kenyataannya dialah yang mencurinya.
Saat teman-teman menjauhiku dan guru-guru merendahkanku karena aku tidak bisa sihir, profesor Emma lah yang selalu menghiburku, bahkan kadang menemaniku latihan karena dia juga adalah kepala asrama di asramaku--Asrama kelinci. Siapa sangka kalau ternyata dialah yang mencurinya. Tentu saja aku sedikit sakit hati dan kecewa, ternyata dia penyebab hidupku menderita selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Witchnology
FantasyWITCHNOLOGY (SELESAI) [fantasy - adventure - teenfiction] Hidup dikelilingi sihir dan keajaiban bukanlah hal yang menakjubkan lagi bagi Hazel. Itu adalah sebuah penderitaan, karena kenyataannya dia tidak bisa menggunakan sihir di negeri yang hampir...