24

5 1 0
                                    

Lama kami berjalan diantara jalanan sepi dan bangunan-bangunan kosong, sambil sesekali mengobrol dan tertawa, kemudian di selingi dengan beristirahat dan makan makanan basi dan hampir basi yang kami jarah dari toko yang terbengkalai.

Aldo bilang, setelah pemerintah Zhephys membeli semua lahan beserta bangunan-bangunan di kota Everwinter, semua orang diharuskan pergi secepat mungkin dalam dua hari, jadi beberapa orang dan perusahaan membiarkan barang-barang mereka dan langsung pergi meninggalkan kota, apalagi uang yang diberikan pemerintah Zhephys sangat banyak, jadi orang-orang memilih meninggalkan semuanya.

Hari sudah mulai gelap, dan kami mulai kelelahan dan ingin segera berbaring karena kekenyangan. Bahkan pundak kami bertiga sudah merosot tanda kehilangan semangat.

"Aldo, rumahmu masih jauh, ya?" tanya Mindy dengan lesu.

"Sedikit lagi." Aldo membenarkan letak tali ranselnya.

"Sejak tadi, sedikit lagi-sedikit lagi! Aku lelah, tahu?!" keluh Mindy mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Kali ini benar, rumahku di depan sana." Ia menunjuk ke depan dengan tangan bergetar, tampaknya ia sendiri sudah hampir bengek.

Mindy mengikuti arah pandang Aldo. "Benarkah?! Kalau begitu ayo kita lari!" Mindy seketika bersemangat dan langsung berlari meninggalkan kami. Dasar tukang pamer! Dia sih enak punya fisik kuat.

Aku juga hendak berlari menyusul Mindy, namun aku melihat Aldo yang sudah kepayahan.

"Ayo Aldo!" Aku menariknya untuk berlari. Aldo pun menyesuaikan langkah dengan gontai.

"Kali ini kau tidak bohong, 'kan?" tanyaku sambil terus berlari.

"Tidak, sungguh benar di depan sana!" kata Aldo terengah-engah.

Kami berdua berlari di belakang Mindy dengan gontai beberapa ratus meter hingga akhirnya Aldo membelokkan langkah ke sebuah gang kumuh.

"Hei! Mindy kelewatan!" teriakku pada Mindy yang malah melangkah lebih jauh lagi di depan kami.

Aku menuntun Aldo yang sudah bengek dan bisa kapan saja tergolek ke tanah. "Semangat Aldo, kau bilang sedikit lagi kan?" ucapku yang sebenarnya juga sudah hampir bengek.

"Mana rumahmu, Aldo?" tanya Mindy yang sudah berhasil menyusulku dan Aldo.

"Yang ini." Aldo menjatuhkan tubuhnya di sebuah teras kotor bangunan rumah kecil bertingkat dua yang tampak sangat suram. Suasana sepi dan mati kota ini saja sudah mencekam, ditambah dengan lingkungan kotor gang tempat rumah ini sudah membuat kisah ini mirip genre kiamat, dan sekarang digabungan lagi dengan rumah menyedihkan ini, jadilah dystopian-apocalypse.

"Apa?! Yang benar?! Kok jelek?" cecar Mindy dengan mata yang jelalatan melihat keseluruhan rumah kecil dengan cat yang sudah pudar dan mengelupas di depan kami ini.

Aldo yang sudah tampak lebih baik setelah sedikit berbaring, terduduk kemudian berdecak. "Yah, aku kan dulu miskin," ucapnya enteng, tampak tak tersinggung sama sekali.

"Yah, tak kusangka rumah lamamu lebih jelek dari rumahku." Mindy ikut menjatuhkan diri di teras. Aku juga turut mendudukan tubuhku di sana.

"Ya, makanya aku senang sekali saat pindah." Aldo mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian rumah lamanya. "Apalagi, di sini banyak terdapat kenangan buruk," katanya sendu dengan senyuman getir.

"Apa dengan pindah rumah semua kenangan burukmu terlupakan?" Mindy mengubah posisi berbaringnya menjadi menghadap Aldo.

"Sedikit," jawabnya singkat.

Aku jadi teringat keluargaku. Semua kenangan buruk di rumah lama datang karena aku, apakah mereka bahagia di rumah baru? Dan apakah aku sudah dilupakan...

WitchnologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang